Kedua anaknya yang kecil dibunuh, laki-laki itu juga tega menjual satu-satunya anak gadis yang dia miliki kepada seorang laki-laki kaya raya demi memuaskan keinginannya.
Pasrah. Cempaka harus rela menjalani pernikahan kontrak yang dirasa berat sebelah. Dia hanya perlu mengandung dan melahirkan anak untuk keluarga tersebut.
Perlakuan yang tidak adil seringkali ia dapatkan dari sang suami juga istrinya.
"Tugasmu hanya mengandung, dan melahirkan. Jangan pernah berharap lebih apalagi cinta suamiku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 24
Cempaka menatap makanan di tangannya dengan mata yang berbinar. Berkali-kali meneguk air liur yang terus berkumpul di bahwa lidah karena tergiur. Satu suapan, ia diam dan merasai.
"Mmm ... kenapa makanan ini lezat sekali? Ini makanan terlezat yang pernah aku makan," serunya riang gembira. Dilanjutkan suapan kedua, dia masih memuji, bahkan semakin berlebihan.
Entah sadar ataukah tidak, laki-laki di sampingnya tengah tersenyum menatap.
Perasaan apa ini? Hanya melihatnya tersenyum dan menikmati makanan seperti itu, hatiku ikut merasa senang. Ini tidak terjadi selama aku bersama Eva.
Hati Caesar bergumam, tak mengerti dengan perasaannya sendiri. Entah seperti apa menafsirkan, dia pun tak tahu.
"Ekehm!" Caesar berdehem berharap Cempaka menyadari keberadaannya.
Tangan wanita itu menggantung di depan mulut, menoleh dan tersenyum malu.
"Tu-tuan, Anda tidak makan?" tanyanya gugup, ada rasa tak enak yang tiba-tiba menyerbu hatinya.
"Aku mau itu. Berikan itu padaku?" ucap Caesar seraya membuka mulutnya lebar.
Cempaka melirik makanan di tangannya, ia meringis. Rasa lapar melupakannya pada keberadaan Caesar.
"Tapi ini kotor, Tuan? Biar pakai sendok saja," ucap Cempaka tak enak.
Makanan yang hendak dimakannya, disambar Caesar dengan cepat. Tanpa ada rasa jijik, laki-laki itu bahkan mengunyahnya dengan lahap.
"Aku tidak mau memakai sendok. Pakai tanganmu saja dan suapi aku." Dia memerintah setelah menelan makanan yang diambilnya dari Cempaka.
Tercengang wanita itu, menatap tak percaya pada tangannya yang telah kosong. Cempaka meneguk saliva, merasa aneh dengan sikap sang tuan yang biasanya dingin dan ketus.
"Kenapa kau diam? Ayo, suapi aku! Aku sudah lapar sekali." Suara Caesar menyentak lamunan Cempaka.
Ia gelagapan gugup dan ragu apakah harus melakukan itu.
"Apa tidak apa-apa menggunakan tanganku, Tuan? Bagaimana jika Anda memiliki alergi terhadap orang kecil sepertiku? Aku tidak memiliki apapun sebagai ganti rugi." Cempaka masih bertanya ragu. Rasanya saat ini dia yang ada di hadapan bukanlah Caesar yang dia kenal.
"Cepatlah! Apa yang kau tunggu?" Tak menjawab pertanyaan itu karena sejujurnya hati Caesar mencelos nyeri. Alergi terhadap orang kecil? Jikapun iya, sudah sejak pertama kali tidur dengannya mungkin dia akan mengalami gejala.
"Eh. I-iya, Tuan." Cempaka mengambil makanan menggunakan tangan dan menyuapkannya ke mulut Caesar.
Baru ini dia melihat laki-laki itu begitu menikmati makanannya seperti hari kemarin saat dia memasak. Caesar terpejam, bahkan bibirnya membentuk senyuman.
Seperti disuapi ibu. Aku rindu suapan tangan ibu, dan kau mampu memberinya.
Batinnya bergumam, menurunkan pandangan menatap Cempaka yang tertunduk menghindar.
"Lagi. Jangan melamun."
Melihat Caesar makan dengan lahap, Cempaka tersenyum diam-diam. Laki-laki itu terlihat manja, normal seperti laki-laki biasanya. Ingin dicintai, diperhatikan, diperlakukan layaknya seorang yang spesial.
"Minum, Tuan." Cempaka memberikan minuman setelah makanan itu habis. Ia hanya dapat meneguk ludah menahan rasa lapar yang masih mendera.
"Kenapa kau tidak makan?" Dahi Caesar mengernyit mendapati Cempaka yang menatap hampa pada piring kosong di tangan.
"Anda telah menghabiskannya, Tuan. Aku masih ingin makan sekali." Cempaka mengusap perutnya yang masih terasa perih.
Tak tahu harus apa, merayu saja ia tak pandai. Pada akhirnya menelpon Arjuna untuk membelikan lagi satu porsi untuknya.
"Maafkan aku. Makanlah, aku berjanji ini untukmu." Caesar menerima makanan dari Arjuna dan memberikannya kepada Cempaka.
Wanita itu tersenyum, makan tak selahap tadi karena sadar ada Caesar di sampingnya. Laki-laki itu tak berkedip sama sekali, memperhatikan cara Cempaka makan.
"Mmm ... Tuan, Anda masih mau? Aku rasa tidak akan sanggup jika aku makan ini sendiri. Ini terlalu banyak." Cempaka menatap berat makanan di tangannya.
Tak disangka mata Caesar berbinar mendengar tawaran itu.
"Apa boleh? Aku memang tidak lapar, tapi melihatmu makan aku ingin makan lagi."
Cempaka tersenyum dan mengangguk pelan. Ia menyuapi Caesar kembali, kali ini tak lupa juga menyuapkan makanan tersebut ke mulutnya sendiri.
Sementara di tempat lain, Eva tengah melangsungkan sebuah pesta di rumah salah satu temannya. Sekelompok wanita paruh baya yang merasa kesepian karena suami mereka begitu sibuk bekerja.
Ia tengah asik menikmati minuman berwarna merah di tangan ketika ponselnya berdering. Mata Eva membelalak membaca nama si Pemanggil.
"Aku permisi sebentar." Eva beranjak dan keluar, menghindar dari keramaian. Di hadapan sang ayah mertua dia adalah seorang menantu yang baik, penurut dan tidak suka berfoya-foya.
"Ha-halo, Ayah. Ada apa? Aku sedang di luar sekarang," ucap Eva ketika mengangkat panggilan.
"Ke rumah Ayah sekarang, ada yang perlu Ayah bicarakan denganmu. Ajak pula Caesar, kalian berdua harus datang." Sebuah perintah yang tak dapat ditolak.
Wajah Eva memucat, jika laki-laki tua itu sudah memanggil pembahasannya tak akan jauh dari masalah keturunan.
"Ba-baik, Ayah." Eva menutup sambungan, terburu-buru berpamitan kepada semua teman-teman untuk pergi ke rumah sang ayah mertua.
Dia mengubungi Caesar, tapi laki-laki itu tidak segera mengangkatnya.
"Ayo, Caesar. Angkatlah! Sedang apa kau sebenarnya?" Dia mengumpat kesal, berdecak penuh emosi.
Sementara di tempatnya, Caesar begitu menikmati kebersamaan dengan Cempaka. Tak ingin cepat berakhir dan ingin selalu bersama-sama.
"Tuan, ada kotoran di pipi Anda." Cempaka menunjuk sisi bibir kanannya memberitahu Caesar makanan yang menempel di sana.
"Kau bisa ambilkan!" Ia menyerahkan tisu kepada Cempaka memintanya untuk membersihkan.
"Maaf, Tuan." Cempaka menerima dan membersihkan kotoran tersebut. Dengan sengaja Caesar mendekatkan wajahnya hendak mencium Cempaka. Akan tetapi ....
"Tuan, ponsel Anda berdering." Suara lirih Cempaka menghentikan laju wajah laki-laki itu.
Ia melirik ponsel di saku jas, menjauh dengan kesal. Merogoh melihat siapa yang menelpon. Berdecak kesal karena momen romantisnya diganggu Eva. Cempaka berpaling menyembunyikan rona merah di pipi.
"Ya, ada apa?" tanya Caesar dingin.
Namun, Eva tak peduli, dia tetap memberitahu Caesar tentang undangan ke rumah ayahnya. Caesar menjatuhkan kepala pada sandaran kursi, malas untuk pergi ke rumah orang tua yang sama sekali tidak ada kedamaian untuknya.
"Tuan, ada apa? Apa ada masalah?" tanya Cempaka hati-hati.
Caesar melirik tanpa beranjak, kedipan mata wanita itu amat menggoda keimanannya.
"Aku harus pergi ke rumah ayah. Kau kuantar pulang, istirahat di rumah dan jangan pergi ke manapun." Caesar memerintah, Cempaka mengangguk tanpa menolak.
Ia meminta Arjuna untuk menjalankan mobilnya, termenung di sepanjang jalan memikirkan kebersamaan dengan Cempaka.
"Aku ingin makan sesuatu nanti malam, tapi aku ingin masakan rumah. Bisakah kau memasak untukku?" Suara Caesar terdengar bergetar, berkali-kali permintaan itu ditolak Eva dengan berbagai macam alasan.
"Tuan ingin aku masak apa?" tanya Cempaka tidak keberatan sama sekali.
Laki-laki itu menoleh, menatap lama wajah sederhana yang hari ini tampak cantik di matanya.
"Hanya makanan sederhana. Aku ingin ayam bakar. Bisakah kau membuatkannya untukku nanti malam? Aku akan makan di rumah." Wajah sendu itu membuat hati Cempaka tak tega melihatnya.
Ia tersenyum dan mengangguk kecil. "Pastikan Anda tidak pulang terlambat, Tuan." Senyumnya semakin mengembang, menghibur hati rapuh Caesar.
"Boleh aku bersandar di sini?" Ia menunjuk bahu Cempaka. Tanpa menunggu jawaban, menjatuhkan kepala di sana. Menggenggam tangan Cempaka, terpejam menikmati sentuhan itu.
Cempaka merona, berpaling pada jendela malu-malu.
sungguh keren karyamu thor
pinter bangetttt alur cerita nya
apik n rapi😎😘
aq jd rada bingung dan berhrp ada clue, bahwa bayi cempaka alias. amanda itu disebut 2 namanya zia dan...?...tp ngk ada nama lain, trus bayi evan ..anaknya ani atau kembaran zia.....
liat cerita ttg ani, sepertinya evan bayi si ani, tambah lg tuan arya beda rasa sama bayi evan dan bayi zia...
lanjut thor...tp bikin jd jelas yaaaa
Tp endingnya sweet....
Ending yg manis....Memang Allah lebih tahu apa yg terbaik utk umatnya yg taat. Yg sepertinya buruk tak selalu berakhir dgn buruk pula, to satu yg pasti buah kesabaran akan berasa manis.....🙏🙏🙏
Terimakasih ceritanya Author, semoga selalu sehat, tetap semangat dalam berkarya 😍😍😍💪💪💪💪💪
Masih untung dikasih cek..