Dalam Sekuel kedua mengisahkan tentang lika-liku kehidupan Khaira Althafunnisa putri Hani dan Faiq dalam menemukan cinta sejati. Khaira telah menetapkan hatinya pada Abbas, seorang lelaki sederhana yang telah menggenggam hatinya sejak awal. Dengan kepergian Abbas meyakinkan Khaira bahwa mereka akan sehidup sesurga, hingga ia menutup hatinya untuk siapa pun yang mencoba mendekati dan meminangnya. Alexsander Ivandra seorang Ceo New Star Corp., tidak percaya yang namanya cinta sejati. Setelah diselingkuhi Sandra, kekasihnya yang seorang artis juga model termahal yang merupakan artis dibawah naungan manajemen artis miliknya, sulit bagi Ivan untuk mempercayai seorang wanita, hingga akhirnya pertemuan pertama hingga kesekian kali dengan Khaira membuat Ivan merasakan ada yang berbeda. Mampukah Ivan menaklukkan hati Khaira yang terlanjur membeku untuk memulai hubungan baru dengan seorang pria. Bagaimana cara Ivan untuk membuktikan bahwa perasaannya benar-benar tulus, bukan sekedar cinta biasa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Malam ini Hani berdandan lebih wah, dari biasanya. Sejak pagi Gigi sudah melarangnya untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Yang ia tau, Faiq hanya mengajaknya dinner malam ini. Tetapi Gigi dan Mawar sibuk meriasnya hingga penampilan Hani benar-benar sempurna.
“Ku yakin tuan Faiq nggak akan sanggup mengalihkan pandangan darimu.” Mawar tersenyum puas sambil membetulkan jilbab senada yang dipakai Hani lengkap dengan gamis brokat warna navy.
“Kalian terlalu berlebihan.” Hani tersenyum tipis. “Anak-anak bagaimana?”
“Nggak usah khawatir. Mereka adem sama tante Marisa. Lo tinggal nikmati malam ini.” Gigi memberikan sentuhan terakhirnya. “Semoga keberuntungan menyertaimu. Doa kami bersamamu.”
“Emang apaan sih?” Hani mendelik ke arah Gigi dengan sewot.
“Udah, udah. Sekarang saatnya bersiap. Tuh kang Fandy udah ada di depan juga.” Mawar menghentikan kekonyolan keduanya.
“Bismillahirahmanirrahim…” Hani melangkahkan kakinya memasuki ballroom hotel yang megah. Ia tak menyangka mendapati kejutan seperti ini. Ia pikir Faiq hanya mengajaknya dinner di restoran yang merupakan bagian dari hotel milik keluarga Faiq tersebut.
Saat Hani memasuki ballroom, ruangan sudah ramai dengan tamu undangan dari klien dan relasi Darmawan. Hani memandang satu demi satu tamu undangan, tapi ia belum menemukan satupun yang ia kenal.
Ia berdiri tidak jauh dari panggung utama. Seorang lelaki muda menghampirinya dan menyapanya, “Selamat malam, mbak Hani.”
Hani menoleh, “Pak Rudi.” Ia tersenyum tipis melihat kehadiran Rudi yang datang bersama rombongan mereka dari kantor tempat Faiq mengabdikan diri. Keduanya langsung terlibat percakapan ringan dan gurauan sekadarnya mengisi kekosongan waktu. Hani cukup senang bersama Rudi, karena diantara mereka hanya Rudi yang mengajaknya berbicara.
Melihat keakraban Rudi dan Hani, ada seseorang yang tidak senang melihatnya. Dialah Hesti. Ia kesal melihat Hani yang juga diundang pada perayaan Ulang Tahun Horisson Corp, dan bertepatan dengan ulang tahun Faiq yang ke-33.
Hani tersenyum tipis saat pandangannya bertemu dengan Hesti, tetapi yang disenyumi malah membuang muka dengan raut kesal. Hani hanya mengeryitkan dahi tak mengerti. Ia hanya mengenal Rudi di sana, dan untungnya Rudi tetap mendampinginya agar Hani tidak merasa kesepian di tengah keramaian.
Setelah beberapa band pembuka mengisi dengan hiburan dan menampilkan penyanyi terkenal, taklama kemudian MC mulai membuka acara, dan menyampaikan pengantar tentang perayaan ulang tahun perusahaan yang ke 20 tahun. Selanjutnya Darmawan naik ke panggung utama untuk menyampaikan pidato serta beberapa kata sambutan kepada rekannya yang telah menghadiri undangannya serta pegawai yang berprestasi.
Aditama yang datang bersama Helen melihat kehadiran Hani. Tatapannya tak beralih melihat penampilan Hani yang begitu memukau malam itu. Ia melihat Hani asyik mengobrol dengan seorang lelaki muda.
“Mr. Aditama Prayoga…” seorang laki-laki seumuran Adi datang menghampirinya.
“Gilang?” Aditama terkejut melihat teman SMAnya yang hampir 22 tahun tidak pernah bertemu. Keduanya tak puas berjabatan tangan dan saling memeluk satu sama lain.
Helen terpaku mendengar Adi menyebut nama Gilang. Wajahnya tampak pias begitu melihat wajah sahabat SMA Adi. Ia berusaha menetralisir wajahnya agak tidak terlalu menampakkan keterkejutan atas pertemuan mereka.
“Istriku Helen…” Adi meraih pinggang Helen, “Tentu kamu masih ingat bukan?”
Gilang menghilangkan rasa keterkejutannya, “Siapa sih yang tidak ingat primadona SMA kita?” Ia memandang Helen dengan tatapan sejuta makna.
Adi tersenyum tipis. Ia tidak pernah mengetahui kalau Helen dan Gilang pernah dekat, karena mereka beda kelas. Adi dan Gilang satu kelas sejak masuk SMA, begitu naik kelas 2, Gilang ikut orang tuanya pindah ke Ausie. Di sanalah Helen mulai mendekati Adi karena mengetahui bahwa Adi adalah orang berada.
“Kamu mengenal tuan Darmawan?” akhirnya Adi mengalihkan obrolan mereka, karena ia mulai tidak nyaman dengan kesunyian yang melingkupi mereka.
“Aku menjalin kerja sama dengan Tuan Darmawan, usahaku bergerak di suku cadang mobil mewah.”
Adi manggut-manggut mendengar jawaban Gilang. Ia tidak melihat beberapa kali Gilang mencuri pandang pada Helen yang pura-pura acuh.
“Ku dengar putra tunggalnya malam ini juga akan mengumumkan pertunangannya.” Gilang menatap Adi, “Apa kamu mengenal putra tuan Darmawan?”
“Dia adik tingkatku di ITB. Tapi hanya satu semester. Yang terakhir ku dengar, ia melanjutkan ke Mesir. Orangnya lebih agamis. Aku sendiri sanksi dengan kemampuannya menggantikan tuan Darmawan. Profesinya sekarang adalah hakim di pengadilan agama.” Adi menjelaskan dengan gamblang, karena teringat dengan cerita Johan.
Gilang tersenyum, “Perempuan mana yang berhasil memikat pewaris Horisson Corp? Aku termasuk orang yang penasaran, karena yang ku dengar dia seorang kutu buku. Dan tidak mudah tertarik dengan perempuan.”
“Kita lihat saja. Seperti apa perempuan yang akan menjadi istrinya.” Sela Adi cepat. “Eh, istrimu mana, apa kamu juga masih lajang?” Adi merasa heran, karena dari tadi ia tidak melihat siapa pun di samping Gilang.
Gilang tersenyum tipis, “Istriku orang Belanda, tadi ia pamit ke toilet. Aku tidak mempunyai anak. Tetapi kami telah memutuskan untuk mengangkat seorang anak. Sekarang ia masih kuliah dan tinggal di Belanda bersama kedua mertuaku.”
“Honney…” seorang perempuan bule menghampiri mereka bertiga.
“Kenalkan, Megan istriku.” Gilang merangkul bahu istrinya dengan mesra.
Helen mencibir melihat perempuan bule yang bersama Gilang dan suaminya. Ia terpaksa menerima jabat tangan mereka.
“Bagaimana kabar kedua orangtuamu?” Gilang mengenang kembali keakraban mereka saat SMA. Ia terbiasa menginap di rumah Adi, karena Adi tipe introvert, sehingga tidak mudah menjalin pertemanan dengan siapapun. Teman yang ia punya saat SMA hanya Gilang.
“Papa sudah meninggal hampir 2 tahun. Mama sehat, dan tetap aktif dengan kegiatan sosialnya.”
“Eh, istrimu hamilkah? Sudah berapa putramu sekarang?” Gilang mengalihkan perhatiannya pada perut Helen yang mulai kelihatan menonjol.
“Helen sudah 2 kali keguguran.” Ujar Adi dengan raut sedih. “Ini kehamilannya yang ketiga…”
“Jadi kamu juga belum punya anak sampai sekarang?” Gilang menatap Adi dengan raut tak percaya, “Ku pikir, setidaknya di usia sekarang kamu sudah mempunyai 3 anak…” Gilang memang sudah lama tidak bertemu dengan Adi, sehingga ia tidak mengetahui kehidupan asmara serta rumah tangga Adi.
Adi tercekat. Ia tidak mampu menjawab. Bayangan ketiga anaknya bersama Hani berkelebat muncul di kepalanya. Ia merasa sedih, tidak tau harus mengatakan apa. Perasaan kalut kembali hadir mengganggu perasaannya.
“Para tamu undangan sekalian, tibalah kita di acara puncak. Mari kita saksikan bersama…” suara MC memotong pembicaraan mereka.
Tiba-tiba lampu di ballroom padam seketika. Setitik cahaya menerangi panggung. Dentingan piano mulai terdengar. Hani terpaku melihat lampu sorot yang menyorot pemain piano tersebut. Begitupun tamu undangan tidak menyangka dengan apa yang mereka saksikan.
“Tuan Faiq…” Hani terpana melihat Faiq bermain piano tunggal. “Masya Allah…” Ia terkejut sambil menutup mulutnya melihat Hasya duduk manis di pangkuan Faiq, yang tidak terganggu sama sekali dengan permainannya.
Dentingan piano yang memainkan lagu Bidadari Tak Bersayap menggema di ballroom hotel megah itu. Hani berdiri mematung dengan jarak sekitar 8 meter dari panggung utama. Lampu sorot kini juga mengarah pada Hani. Ia menyimak bait demi bait lagu yang dibawakan Faiq dengan penuh perasaan dan suaranya yang merdu serasa nyanyian surgawi mengalun di telinga Hani.
Bidadari Tak Bersayap
(Anji)
Kamu yang aku butuhkan
Untuk menjadi teman hidupku
Bidadari tak bersayap datang padaku
Dikirim Tuhan dalam wujud wajah kamu
Dikirim Tuhan dalam wujud diri kamu
Sungguh tenang kurasa saat bersamamu
Sederhana namun indah kau mencintaiku
Sederhana namun indah kau mencintaiku
Sampai habis umurku
Sampai habis usia
Maukah dirimu jadi teman hidupku?
Kaulah satu di hati
Kau yang teristimewa
Maukah dirimu hidup denganku?
Diam-diam aku memandangi wajahnya
Tuhan, kusayang sekali wanita ini
Tuhan, kusayang sekali wanita ini
Sampai habis nyawaku
Sampai habis usia
Maukah dirimu jadi teman hidupku?
Kaulah satu di hati
Kau yang teristimewa
Maukah dirimu hidup denganku?
Katakan "Yes I do"
Hani tidak menyadari lagu telah berakhir. Ia meneteskan air mata melihat Faiq menggendong Hasya yang ternyata diikuti si kembar yang menggunakan setelan senada dengan Faiq lengkap dengan dasi kupu-kupunya. Sementara Hasya menggunakan gaun yang sewarna dengan Hani. Air matanya menetes semakin deras, melihat Faiq, Hasya dan diiringi si kembar yang diiringi lampu sorot berjalan semakin mendekatinya.
Faiq menurunkan Hasya tepat di depannya. Tiba-tiba Faiq langsung berlutut di depan Hani, membuatnya terpana dengan tindakan Faiq.
“Aku tidak bisa menjanjikan apapun untukmu dan anak-anak. Tapi aku hanya mampu menyerahkan diriku dan mengabdikan hidupku untuk kalian. Bersediakah kamu menjadi masa depanku dan Insya Allah bidadariku di Jannah nanti?” Faiq menatapnya dengan penuh harap.
Hani terkesima, lidahnya terasa kelu, tidak mampu mengucap sepatah katapun. Ariq dan Ali memegang tangan masing-masing, Hasya menarik sebelah tangan Hani yang kosong. Matanya menatap Faiq, di dalam kedalaman mata hitam itu mengandung banyak harapan terhadapnya. Hani dapat melihat cinta dan ketulusan tergambar di sana.
“Bundanya anak-anak, will you marry me…”
“Ya, Allah. Jika ini yang terbaik untukku dan anak-anak. Insya Allah, hamba akan menerimanya ya, Allah. Semoga dia mampu membimbing hamba semakin mendekatkan diri padamu, ya Allah..” Hani berdoa dalam hati.
Ia menatap ketiga buah hatinya, dan melihat wajah-wajah malaikat kecil yang mendampinginya dan menjadi penguatnya menjalani hari. Melihat ketulusan dan perhatian yang Faiq tunjukkan selama ini, akhirnya Hani mengganggukkan kepala dengan pelan, nyaris tak kelihatan.
“Alhamdulillah, ya Allah.” Faiq langsung merengkuh si kembar ke dalam pelukannya. Perasaan bahagia membuncah di dalam dadanya. Tinggal selangkah lagi, impiannya akan menjadi kenyataan. Tanpa dapat ia tahan, air mata menetes di wajah tampannya. Keduanya saling bertatapan dengan penuh makna.
Hani memeluk Hasya dengan penuh keharuan. Melihat sikap Faiq yang begitu tulus terhadap ketiga buah hatinya membuat ia tersentuh. Dan ia berjanji mulai malam ini, akan berusaha membuka hatinya demi kebahagiaan ketiga malaikat kecil yang ia miliki.
Tepuk tangan sontak memenuhi ballroom hotel megah itu. Lampu serentak menyala membuat ruangan terang benderang.
Hani terpaku saat melihat Hanif dan kekasihnya Wulan, Gigi, Fery, Ammar dan Caca serta kedua orang tua Faiq sudah berada mengelilingi ia dan Faiq serta ketiga buah hatinya. Ia menutup mata seolah yang ia hadapi sekarang adalah mimpi. Ini adalah kejutan terindah yang ia terima dari orang-orang tercintanya.
Marisa memeluk Hani dengan perasaan bahagia, karena keinginannya untuk memiliki menantu plus cucu akan segera terlaksana. Segala rencana sudah berseliweran di otaknya untuk menata rumah mereka dan membuatkan kamar yang menarik bagi cucu-cucunya.
Tanpa diketahui Hani, teman-temannya dan Marisa telah merencanakan pesta pertunangan mereka dengan mewah dan megah. Beberapa relasi, serta klien penting Darmawan juga diundang untuk menghadiri pertunangan pewaris tunggalnya.
MC segera mengambil alih acara. Beberapa artis ibukota mulai menampilkan performa terbaik mereka dalam memeriahkan acara tersebut, dan mereka mulai menyanyikan lagu-lagu romantis sambil mengucapkan selamat atas pertunangan Faiq Al Fareza dan Hanifah Az Zahra.
❤❤❤❤
almarhum Adi, Tariq ,Hani ,pastinya bahagia
❤❤❤❤