Jihan Hadid, seorang EO profesional, menjadi korban kesalahan identitas di rumah sakit yang membuatnya disuntik spermatozoa dari tiga pria berbeda—Adrian, David, dan Yusuf—CEO berkuasa sekaligus mafia. Tiga bulan kemudian, Jihan pingsan saat bekerja dan diketahui tengah mengandung kembar dari tiga ayah berbeda. David dan Yusuf siap bertanggung jawab, namun Adrian menolak mentah-mentah dan memaksa Jihan untuk menggugurkan kandungannya. Di tengah intrik, tekanan, dan ancaman, Jihan harus memperjuangkan hidupnya dan ketiga anak yang ia kandung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Adrian, David dan Yusuf telah tiba di bandara internasional Kanada.
Mereka bertiga segera mencari keberadaan Jihan yang masih belum mereka ketahui.
"Yusuf, apakah kamu sudah menghubungi Jacob untuk mengerahkan seluruh anak buahnya mencari Jihan?" tanya Adrian.
Jacob merupakan teman mereka bertiga yang juga seorang mafia di Kanada.
"Aku sudah menghubungi Jacob dan ia sudah menunggu kita di apartemennya," jawab Yusuf.
David mempercepat laju mobilnya menuju ke apartemen Jacob.
Tak butuh waktu lama, mereka tiba di sebuah gedung apartemen mewah di pusat kota.
Seorang pria berbadan besar dengan jas hitam sudah menunggu di depan pintu masuk, dan begitu melihat mereka, ia langsung membuka akses masuk tanpa pertanyaan.
Di lantai atas, pintu apartemen terbuka dimana Jacob berdiri di sana mengenkakan jas gelap, rambut disisir rapi, dengan sebatang cerutu di tangannya.
“Akhirnya kalian sampai,” ucap Jacob, mempersilakan mereka masuk.
“Kita nggak punya waktu, Jacob. Kita harus segera mencari Jihan." ujar Adrian.
Jacob mematikan cerutunya di asbak kristal dan berjalan ke meja, membuka laptop yang menampilkan peta kota dengan titik-titik merah berkedip.
“Kalau dugaanku benar, Jihan sudah berada di bawah pengawasan seseorang. Tapi yang jadi pertanyaan dia teman atau musuh.”
Suasana ruangan mendadak hening, hanya terdengar suara detak jam dinding yang membuat ketegangan semakin terasa.
Sementara itu di tempat lain dimana Selim baru saja menyuapi Jihan.
"Akhirnya kamu habiskan juga buburnya," ucap Selim.
"Nanti kamu akan marah lagi jika aku tidak mau makan,"
Selim mencium kening Jihan dan meminta maaf kalau ia sedikit memaksa Jihan untuk makan.
"Apakah kamu mau berkenalan dengan keluargaku?" tanya Selim.
Jihan menganggukkan kepalanya dan meminta Selim untuk membantunya duduk di kursi roda.
Selim mengajak Jihan keluar dari kamar untuk menyapa keluarga Selim.
"Pa, Ma. Perkenalkan dia Jihan." ucap Selim.
"Apakah dia kekasih kamu?" tanya Papa Dion.
Jihan melihat banyak sekali sorot mata yang tidak suka dengan keberadaannya disini.
"I-iya, Pa. Jihan kekasih saya dan sekarang sedang hamil anakku." jawab Selim.
Jihan menoleh ke arah Selim yang sedang berdiri di hadapannya.
"M-maksud kamu apa Selim? Lalu bagaimana dengan Stela?"
Stela yang ada disana langsung menangis sesenggukan.
"Ma, Pa. Maafkan aku yang tidak bisa menikah dengan Stela. Aku mencintai Jihan." ucap Selim.
Suasana ruang tamu langsung memanas membuat Stela semakin marah.
“Selim, kamu sadar apa yang kamu katakan?” suara Mama Dion bergetar menahan emosi.
“Stela sudah menjadi bagian keluarga kita sejak lama. Kamu mau membuangnya begitu saja demi perempuan yang baru kamu kenal?”
Jihan menunduk dalam, jari-jarinya meremas kain gaun rumah sakit yang ia kenakan.
Dia ingin bicara, ingin menjelaskan, tapi lidahnya kelu.
“Ma, Pa. Aku tahu ini mendadak. Tapi Jihan membutuhkan perlindungan, dan aku berjanji akan menjaganya.”
Stela berdiri sambil menghapus air matanya, lalu menatap Jihan tajam.
“Kalau kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, kamu salah besar,” ucap Stela dingin sambil keluar dari rumah Selim.
Jihan meminta Selim untuk mengantarkannya ke kamar.
Selim kembali mendorong kursi roda Jihan dan membawanya ke kamar.
"Selim ,apa yang kamu katakan? Bagaimana bisa kamu mengatakan ke semua orang kalau kita sepasang kekasih?" tanya Jihan dengan wajah sedikit kecewa.
"Jihan, aku minta maaf. Aku tidak bisa menikah dengan Stela dan aku mohon bantu aku untuk berpura-pura menjadi kekasihku." jawab Selim.
Jihan menatap wajah Selim yang sedang memohon kepadanya.
"Baiklah, aku akan menolong mu. Tapi, kita hanya pura-pura saja." jawab Jihan.
Jihan merasa berhutang kepada Selim yang sudah banyak menolongnya.
Selim memeluk tubuh Jihan dan mengucapkan terima kasih.
"Istirahatlah dulu, Jihan. Karena nanti malam aku mau mengajakmu makan malam diluar." ucap Selim yang kembali membopong tubuh Jihan dan menaruhnya di atas tempat tidur.
Selim keluar dari kamar Jihan dan menuju ke kamarnya.
Ia mengambil gaun warna biru yang sudah ia siapkan untuk Jihan nanti malam.
"Semoga dia menyukai gaun ini," gumam Selim sambil tersenyum tipis.
Selim merebahkan tubuhnya sejenak di atas tempat tidur sampai akhirnya matanya terpejam.
Detik demi detik berganti dan malam mulai merambat masuk dimana lampu-lampu kota memantul di kaca jendela rumah keluarga Dion.
Selim kembali ke kamar Jihan sambil membawa gaun biru itu.
“Ini untuk kamu,” ucapnya sambil meletakkan gaun di tepi ranjang.
Jihan menatap gaun itu sejenak, jemarinya menyentuh kain lembutnya.
“Kita akan makan malam di mana?”
“Aku tahu tempat tenang di tepi danau dan nggak banyak orang. Aman.”
Jihan hanya mengangguk, meski dalam hatinya ada rasa was-was.
Selim membantu Jihan memakaikan gaun yang sudah ia siapkan.
Kemudian ia mengikatkan pita kecil di bagian pinggang Jihan.
"Kamu sangat cantik sekali, Jihan." ucap Selim.
"Selim, jangan memujiku terus." ujar Jihan.
"Ini kenyataan Jihan dan bukan pujian."
Setelah itu mereka berdua keluar dari kamar dan berpamitan kepada kedua orang tua Selim.
Mereka hanya diam dan tidak menjawab mereka berdua.
Selim menggenggam tangan Jihan dan mengajaknya keluar rumah dimana mobil klasik hitam sudah menunggunya.
Setelah mereka berdua masuk kedalam mobil, Selim segera melajukannya menuju ke rumah makan yang sudah ia siapkan.
Dari kejauhan ada anak buah Jacob yang mengetahui keberadaan Jihan.
Ia langsung menghubungi Jacob yang saat ini masih berada di apartemennya bersama mereka bertiga.
Jacob mendengar ponselnya yang berdering dan segera ia mengangkatnya
"Tuan, kami sudah menemukan keberadaan Nina Jihan dan sekarang ia sepertinya akan menuju ke danau xx bersama seorang lelaki."
"Apakah dia dalam bahaya atau lelaki itu mengancamnya?" tanya Jacob.
"Tidak ada bahaya karena mereka berdua seperti sepasang kekasih," jawab anak buahnya
Mereka bertiga yang mendengar langsung terkejut.
"K-kekasih? Apakah Jihan mengkhianati kita?" gumam Adrian.
Jacob meminta mereka untuk tidak menerka-nerka dulu.
"Ayo kita temui Jihan agar kalian menemukan jawabannya," ucap Jacob.
Jacob mengajak mereka untuk segera masuk kedalam mobilnya.
Adrian duduk dikursi depan sambil mencengkram erat kedua tangannya.
"Jihan, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu malah pergi dengan lelaki lain?" ucap Adrian dalam hati.
Ia merasa cemburu ketika mendengar calon istrinya yang malah pergi bersama lelaki lain.
Disisi lain dimana Selim dan Jihan telah sampai di danau.
Selim mengajak Jihan untuk turun dari mobilnya sambil menggenggam tangannya.
"Selim, ini indah sekali." ucap Jihan saat melihat lampu-lampu kecil disana.
"Aku siapkan agar kamu bisa melupakan masalah kamu," ujar Selim.
Mereka berdua berjalan ke tempat yang sudah disiapkan.
Selim menarik kursi dan mempersilahkan Jihan untuk duduk.
"Terima kasih, Selim."
"Jangan berterima kasih dulu, Jihan. Ayo sekarang ita menikmati makanannya."
Selim duduk di hadapan Jihan yang sedang makan steak .
"Ini enak sekali, Selim." ucap Jihan.
"Ternyata pilihanku tidak salah"
Mereka sedang menikmati hidangan nya tanpa menyadari jika mobil Jacob telah sampai.
Jacob turun terlebih dahulu dan disusul oleh mereka bertiga.
Adrian melihat Jihan yang sedang makan malam dengan lelaki lain.
Ia berjalan mendahului, langkahnya cepat dan penuh emosi.
“Jihan…” panggil Adrian terdengar rendah, namun sarat kemarahan dan rasa sakit.
“Adrian…”
Selim berdiri, tubuhnya sedikit condong ke depan, seolah siap melindungi.
“Siapa kalian?”
Adrian menghampiri, menatap Selim dari ujung kepala sampai kaki.
“Aku calon suami, Jihan." ucap Adrian.
Selim memandang wajah Jihan yang mengalihkan pandangannya.
"Jihan, apa betul yang dia ucapkan?" tanya Selim.
"T-tidak Selim. Aku tidak mengenal dia," jawab Jihan.
Jihan bangkit dari duduknya dan mengajak Selim pergi dari tempat itu.