Aurelia Nayla, tumbuh sebagai gadis lugu yang patuh pada satu-satunya keluarga yang ia miliki: Dario Estrallo. Pria yang dingin dan penuh perhitungan itu memintanya melakukan misi berbahaya—mendekati seorang dosen muda di universitas elit demi mencari sebuah harta rahasia.
Leonardo Venturi. Dosen baru, jenius, dingin, dan tak tersentuh. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, kecuali Dario—musuh lama keluarganya.
Yang tak diketahui Dario, kode untuk membuka brankas warisan sang raja mafia justru tersembunyi di tubuh Leo sendiri, dalam bentuk yang bahkan Leo belum ketahui.
Sementara Aurelia menjalankan misinya, Leo juga bergerak diam-diam. Ia tengah menyelidiki kematian misterius ayahnya, Alessandro Venturi, sang raja mafia besar. Dan satu-satunya jejak yang ia temukan, perlahan menuntunnya ke gadis itu.
Dalam labirin rahasia, warisan berdarah, dan kebohongan, keduanya terseret dalam permainan berbahaya.
Cinta mungkin tumbuh di antara mereka,
tapi tidak semua cinta bisa menyelamatka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan berbalik arah
Setelah kejadian di ruang kosong kampus, Leo akhirnya melepas genggamannya dari tangan Lia. Suaranya terdengar datar namun tak bisa menyembunyikan nada tegasnya.
"Pulanglah, Aurelia. Istirahat. Kau butuh itu."
Lia mengangguk pelan, matanya masih menatap lantai seolah sedang mencari jawaban atas semua yang tak terucap. Jantungnya berdebar tak karuan. Pipinya masih terasa panas, bukan hanya karena lebam, tapi karena sesuatu yang lain... sesuatu yang bahkan tak ia pahami.
Sepanjang perjalanan kembali ke asrama, pikirannya dipenuhi tanda tanya. Napasnya berat, langkahnya sedikit terseok. Tangannya menyentuh bekas lebam di wajah, dan entah kenapa, bayangan Leo yang menyeka lukanya muncul begitu jelas di ingatan. Begitu hangat. Begitu tenang. Padahal ia baru saja mencoba mencelakainya semalam.
"Apa dia curiga? Tentang semalam?"
Pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya seperti badai. Tapi kalau memang Leo tahu, kenapa dia bersikap seperti itu tadi? Kenapa dia justru merawat luka-luka Lia dengan telapak tangannya sendiri?
Lia memejamkan mata sesaat, mengingat dengan jelas bagaimana jari-jari lelaki itu menyentuh pipinya dengan sangat hati-hati. Seolah takut menyakitinya. Seolah benar-benar peduli.
"Mungkin dia memang nggak tahu aku yang kasih obat itu di gelasnya..."
Pikirannya berusaha mencari celah aman untuk menenangkan diri, tapi hatinya justru semakin kacau. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba muncul, dan itu mengganggunya. Padahal ini semua bagian dari rencana.
Sementara itu, Leo duduk di ruangannya. Sinar senja menembus tirai, menyapu separuh wajahnya. Mata tajamnya menatap kosong ke luar jendela, tapi pikirannya jauh dari tempat itu.
Wajah Lia.
Tangis tertahannya.
Sorot matanya yang menyimpan luka.
Dan ekspresi shock saat ia menyentuh bekas tamparan itu.
Leo mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Ia tahu Lia sedang berbohong. Lagi. Luka itu bukan karena kecelakaan kecil atau terbentur tembok seperti alasan klise yang tadi dikatakannya. Itu tamparan. Dan Leo tahu, hanya ada satu orang yang berani melakukan itu padanya.
Orang yang sedang menjadikan Lia sebagai pion.
Rasa marah menyelinap pelan ke dalam tubuh Leo, tapi ia tahan. Tak boleh meledak sekarang. Tidak saat ia mulai melihat permainan ini dari sudut berbeda.
Flashback: Malam di Bar
Malam itu, Leo sudah curiga sejak awal. Tatapan Lia terlalu gelisah, senyumnya terlalu dibuat-buat. Bahkan caranya menyerahkan minuman ke Leo terkesan seperti... terlalu mudah.
Tapi Leo bukan lelaki biasa.
Dia melihat segalanya.
Saat Lia menoleh sejenak ke arah DJ booth, Leo langsung bergerak. Tangannya cepat, mengganti gelas itu dengan satu gelas kosong yang baru saja diletakkan pelayan di meja sebelah.
Semudah itu.
Beberapa menit kemudian, justru Lia yang terhuyung. Wajahnya pucat, tubuhnya limbung. Dan dalam hitungan detik, dia jatuh tak sadarkan diri.
Leo hanya diam. Menatap.
Tersenyum tipis.
Kini, setelah semua itu, Leo duduk membisu. Tapi hatinya bergemuruh. Ada sesuatu yang mulai tumbuh dalam dirinya—sesuatu yang tak bisa dia tolak.
Bukan cuma amarah.
Tapi juga keinginan.
Lia. Gadis yang keras kepala, penuh misteri, dan berbahaya.
Dia ingin memilikinya. Bukan hanya untuk membalas dendam.
Tapi karena dia tak bisa berhenti memikirkannya.
Leo mendengus, tangannya mengusap rambutnya yang sedikit berantakan. "Permainanmu terlalu lemah, Lia... Tapi kau menarik perhatian lawan yang salah."
Ia bangkit, menatap bayangannya di cermin dengan sorot dingin.
"Mulai sekarang, kau milikku. Dalam semua arti."
Sementara itu, di tempat berbeda, Dario menatap layar monitor dengan mata tajam. Foto Lia muncul di layar—wajahnya tampak lelah, tatapannya kosong. Gadis itu terlihat seperti bayangan dirinya sendiri.
Dario mengepalkan tangan, lalu menghembuskan napas berat.
"Lemah. Gagal lagi."
Namun, bukan kemarahan yang menguasai dirinya kali ini. Ada ketenangan yang lebih berbahaya. Senyum tipis muncul di wajahnya saat asistennya masuk dan memberikan laporan.
"Tuan, kampus Universitas Arven akan mengadakan pesta penyambutan mahasiswa baru minggu depan. Lokasinya sudah ditetapkan—Hotel Rosabella."
Dario terdiam sejenak. Lalu matanya menyipit.
Hotel Rosabella.
Tempat mewah, penuh lorong rahasia, sudut gelap, dan pengawasan minim. Tempat yang sempurna untuk menyusun skenario.
Ia mengangguk pelan, menyandarkan tubuh ke kursinya.
"Kita akan mulai lagi. Tapi kali ini... dengan cara yang lebih cantik."
Dario mulai menyusun rencana. Tidak akan lagi mengandalkan tekanan fisik atau paksaan murahan. Tidak. Dia akan membuat Lia percaya bahwa ia memiliki pilihan. Bahwa semuanya tampak normal.
Padahal, semua akan dikendalikan dari balik layar.
Dan targetnya bukan hanya Leo.
Tapi harga diri Leo.
Dan kendali atas Lia.
.........
Di malam yang mulai turun perlahan, tiga sosok berdiri di jalur takdir yang tak bisa dihindari.
Leo yang mulai tertarik pada gadis yang berbahaya.
Lia yang mulai merasakan gejolak yang tak bisa dia jelaskan.
Dan Dario, sang dalang yang mulai menyusun permainan barunya dengan tenang dan mematikan.
Permainan ini belum selesai. Justru baru saja dimulai.
Bersambung.