Jenna tak berani menolak aturan Opa Damash, sang Kakek. seorang Purnawiran prajurit hebat di masanya. Apalagi setelah beliau berhasil menikahlah Karolina Anita sang cucu dengan anak salah satu kolega bisnisnya .
Sampai Jenna secara tak sengaja kalau pria yang dijodohkan ya itu hanyalah lelaki pengundang. Dapatkah dia mencari bukti dan meyakinkan si Opa yang sangat berkuasa itu di keluarga Damash.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atin Supriyatin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Ketika Jenna di Rumah
Perjalanan dari Sentul ke Pasar Minggu dilakukan Tedi dengan memacu mobil BMW-nya dengan kecepatan tinggi. Apalagi Jal Tol Jagorawi saat itu dalam keadaan lenggang. Sekuat-kuatnya mental , Jenna , tetap saja dadanya berdebar - debar sepanjang perjalanan di sisi sang pengemudi. Ada rasa sedikit
takut dan juga was- was. Kalau - kalau si Abang yang satu ini salah dalam perhitungan.
Kesal sekali Jenna saat memandangi wajah sang Kakak keduanya itu. Si Ganteng itu santai dan tetap tenang, yang menganggap jalan di depan mereka, layaknya jalur sirkuit untuk formula one, di Monaco. Sebab kendaraannya itu harus dipacu melewati jalan- jalan berliku di ibu kota negara tersebut, yang sengaja ditutup untuk acara terbesar dunia itu.
" Ngantuk, Jenna!! Ngantuk!" ujar Tedi sambil memukul- mukul kemudi dengan jari - jari yang panjang dan kuat. Tak sabaran.
Alasan itulah yang diberikan pria muda itu untuk memacu mobil kesayangannya itu dengan sangat cepat. Mendengar ucapan kakaknya itu, mulut Jenna jadi mencibir.
Belum tahu saja sang kakak! Kalau angka terbesar penyumbang kecelakaan lalu lintas di jalan raya di negara kita tercinta adalah karena kebut-kebutan. Tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, dan sang sopir yang ugal-ugalan. Coba masuk ke hitungan mana si "Tedi Bear " ini kesalahannya?
Pintu pagar rumah sudah dibuka oleh Pak Uus, anak Mak Isa. Setelah sang kakak hanya membunyikan klaksonnya mobilnya sebanyak dua kali.
Sebuah cengkeraman kuat, menahan lengan Jenna untuk tidak segera meninggalkan tempat itu. Setelah mobil berwarna hitam pekat itu terparkir sempurna di dalam garasi.
Mata Jenna melotot dan membesar. Ditatapnya si kakak yang masih menggenggam lengannya.
"Eits, bilang apa, Tuan Putri?"
Mulut Jenna mencebik bertambah kesal. " Ngapain bilang terima kasih, kalau saja nyawaku jadi taruhannya! Untung nggak ada yang menyambut kita dengan ucapan "Welcome to Hell!"
Tedi tertawa ngakak. Si putri badung ini, ternyata masih sayang juga dengan nyawanya!
" Ada apa ini? Sudah malam, kalian masih saja ribut- ribut! " Tegur Ibu Arunika tegas.
Mereka tak sengaja bertemu di koridor yang menghubungkan garasi mobil dengan ruang dapur di rumah besar itu.
" Ini putra kesayangannya, Mama. Membawa mobil sambil kesurupan Leak Bali!"
" Tedi?" Tanya Ibu Dokter itu menatap tajam pada wajah putra keduanya itu.
" Sorry, Ma!" kata Tedi manis.
Justru si Adek tersayang sudah berlari naik tangga ke lantai dua menuju kamarnya. Bakalan lama marahnya si Adek tersayang itu. Alias dia tidak akan mendapat bantuan untuk sekedar berbelanja ke supermarket untuk mengisi kulkas di apartemennya yang kosong atau mengambil cucian di laundry.
Jenna sudah membaringkan tubuh lelahnya di kasurnya yang nyaman dan dingin. Tahu kejadiannya seperti ini, lebih baik tadi dia ikut mobil orang tuanya, yang juga membawa Opa dan Omanya.
Jenna terbangun di pagi hari. Dia menikmati sarapan yang sudah disediakan Mak Isah. Tak lupa, sebotol mineral water. Dari Kemarin Om Jhon sudah ribut meminta Jenna untuk mendampinginya dalam rapat dengan klien terbaru dari perusahaan lain. Sebab Ibu Rully, sekretaris Om Jhon sakit sejak seminggu yang lalu. Untunglah hanya sakit demam berdarah. Walaupun sekarang sudah mendapat perawatan intensif di sebuah klinik yang tak jauh dari rumahnya. Namun wanita yang sangat berpengalaman itu juga harus mendapatkan cuti untuk pemulihan dari sakitnya.
Rapat yang dihadiri Jenna berjalan sangat lama, alot dan sedikit membosankan. Dia yang tidak terbiasanya mengetik atau menulis cepat agak keteteran juga, merangkum semuanya yang akan tertuang dalam laporan hari ini .
Om Jhon tertawa geli ketika melihat catatan tangan Jenna yang menyerupai catatan pelajaran anak SMA dengan stabilo warna- warni sebagai penanda.
" Selesaikan di rumah saja! Nanti, kirim ke email Om, ya . Manis!"
Dengan penuh rasa sayang, pria itu memeluk tubuh mungil Jenna dan mengecup rambutnya. "Ayo sayang, kamu bisa!"
" Ih, nggak usah merayu! Pokoknya Jenna minta tambahan gaji dan bonus. Untuk tugas hari ini, dan rapat -rapat yang akan datang!"
"'Iya. Apa yang sih yang enggak buat Jenna tersayang..."
Justru ucapan si Om itu yang seperti menyanyikan sebuah syair lagu, membuat Jenna geli. Mereka tak menyadarinya ada sepasang mata tajam menatap milik seorang pria yang tidak suka melihat interaksi pasangan itu. Dia berpikir berbeda melihat jalinan antara bos dan sekretaris itu, seperti cerita dalam novel dan sinetron terbaru. Aroma sebagai sebuah perselingkuhan!
Pria berjas hitam itu mendengus jijik. Apalagi melihat si sekretaris tadi, yang masih muda dan kurang profesional dalam tugasnya untuk mendampingi seorang pengusaha setaraf Jhon Sagara Prakoso.
Lagi- lagi dia melihat, si gadis cantik itu baru saja keluar dari ruang rapat, ditarik tangannya oleh seorang pria muda lainnya. Mereka berjalan cepat keluar dari ruang pertemuan tersebut, menuju ruang parkir gedung.
Sampai dia mendengar segala bujukan dan rayuan si pengusaha muda itu, di dekat sebuah mobil merah. Di sudut gedung parkir tamu utama.
" Ayok Jenna, tolong!"
" Sini kartu kreditnya! Jenna bisa beli tas baru ya, untuk bonusnya?"
" Jangan dong, Cantik ! Pokok beli apa pun boleh, tetapi tak lebih dari satu juta, ya!"
" Pelit bin medit!" Umpat Jenna. Dia lalu meraih kepala kakaknya sambil membisikkan sesuatu. " Makanya cari istri! Jangan tebar pesona melulu!"
" Sana, Jalan!" perintah Abang Tedi galak.
Jenna tersenyum lebar, ketika meraih kemudinya. Bang Tedi, meminta Jenna tadi berbelanja dan merapikan apartemen tipe studionya di Jakarta Pusat.
Mbak Inah, yang biasa mengurus rumah tempat tinggal kakaknya di Bali tak mau diajak ke Jakarta. Malah wanita itu berniat kembali ke kampungnya di Wonogiri. Setelah tahun kemarin tak bisa menjenguk ibunya di kampung halamannya itu.
Pria berjas hitam itu kembali mendengus kesal sambil berjalan menjauhi area parkir. Dia belum pernah melihat seseorang wanita muda seperti Jenna yang menurutnya di bawah standar sebagai perempuan penggoda laki- laki. Atau dengan sebutan Gold Digger!
Tak ada yang menonjol dari penampilan gadis muda tadi. Bahkan make-up yang menempel di wajahnya itu terlihat natural. Gaun kerja walaupun bagus, bukan dari merk brand ternama. Apalagi dengan tas tangan dan sepatu wedges, yang terlalu biasa.
Satu kata untuk wanita muda yang sangat cantik itu, bravo! Sekali dalam satu waktu sudah berhasil menggaet dua pria pengusaha ternama, sekaligus! Dalam pesona gadis manja dan berwajah innocence.
Bahkan mobil yang dipakai Jenna pun tak bisa dibilang mahal! Ukuran standar. Syukurlah, dia tadi juga kurang puas dengan hasil pertemuan mereka. Malah rasanya mau mundur saja, dari rencana kerjasama bisnis itu!
" Pak Pandu belum pulang?"
Sapa Pak Jhon yang masih bertahan di loby gedung pertemuan itu. Ternyata pria itu sengaja menunggu kedatangan seseorang wanita cantik yang lain untuk bertemu di sana. Kalau dengan wanita cantik yang memakai blazer hitam di luar gaun gold itu, mereka tampak lebih serasi. Mereka lebih cocok disebut sebagai pasangan suami istri.
" Siapa, Pah?"
Tanya Ismaya kepada suaminya.
" Rekan bisnis yang baru. Dia kurang tertarik dengan produk yang kita tawarkan. Ya, sudah. Mas Feri juga sudah mengingatkan!. Kita jangan terlalu ngotot dulu, pada masa pandemi seperti ini, untuk memasarkan produk baru."
Pria itu mengandeng tangan istrinya yang cantik itu mendekati sebuah mercy, yang dikemudikan oleh seorang sopir. " Kita tunggu laporan dari Jenna. Biasanya dia punya ide lain!"
Sementara Jenna sudah berada di sebuah swalayan besar, di daerah Jakarta pusat. Gadis itu membeli berbagai bahan makanan, juga perlengkapan mandi si Abang. Dengan cepat didorong troli itu menuju kasir terdekat. Segala belanjaan sekarang dimasukan ke dalam tas bahannya.
Senyumnya semakin menawan. Dia akan membeli sebuah gaun bagus, yang ditawarkan sahabatnya yang berbisnis fashion secara on-line. Lumayan, bisiknya puas.
cuma blm ada gambaran siapa "jodohnya" jenna