Luna terjebak dalam pernikahan kakaknya dengan william, pria itu kerap disapa Tuan Liam. Liam adalah suami kakak perempuan Luna, bagaimana ceritanya? bagaimana nasib Luna?
silahkan dibaca....
jangan lupa like, komen dan vote
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momy ji ji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21.
Di dalam mobil mewah yang melaju menuju kantor, Liam duduk dengan tenang sementara Luna membuang muka ke arah jendela, mencoba mengabaikan pria di sampingnya.
"Berhenti menatap jendela seperti itu Luna. kaca itu tidak akan memberimu solusi, sementara suamimu yang tampan ini ada di sebelahmu," sindir Liam sambil merapikan manset kemejanya.
Luna menoleh, memberikan senyum palsu yang paling manis.
"Hemm.. maafkan saya Tuan Liam. saya hanya sedang menghitung berapa banyak oksigen disini, rasanya sesak sekali."
Liam terkekeh rendah. "Sesak karena karena mulai saat ini kau tidak bisa lagi bertemu atau mengirim pesan rindu pada pacar gelapmu itu? ponselmu sudah aku perintahkan untuk disadap, jangan coba-coba."
Luna membelalak, pria kapitalis ini benar-benar ingin dihajar.
"Tuan sedikit sakit jiwa! kenapa tidak sekalian saja pasang GPS di leher saya seperti kucing?"
"Ide bagus," sahut Liam tanpa dosa.
"Tapi aku lebih suka memasang cincin di jarimu sebagai tanda bahwa kau adalah area terlarang." Liam memakaikan cincin di jari manis Luna.
Sungguh tidak mengharukan sama sekali batin Luna ingin menjerit.
"Dan ingat... mulai hari ini kau ikut ke kantor. Aku tidak mau membiarkanmu berkeliaran dan tiba-tiba tersesat kembali ke pelukan Dion." Kata Liam.
Dia sepertinya merasa ada yang terlupakan di antara Dion dan Luna, tapi entah apa itu. dia akan memikirkannya lain kali.
"Aku mengizinkan mu berhenti kerja di tempat kue itu. sekarang kau akan menjadi asisten pribadiku. tugas utamanya? kau harus mencintaiku dalam waktu dekat, dan tahan dirimu agar tidak merindukan pria lain saat berada di dekatku yang tentu jauh lebih menarik."
"Tuan... ini semakin tidak masuk akal, saya tidak mau resign. tolong pikiran lagi?" Luna mulai merengek dan memohon.
"Keputusan ku sudah bulat!!" Liam menatap tajam membuat Luna menelan saliva. dia benar-benar kalah dengan kekuasaan pria itu.
***
Begitu tiba di kantor, Liam menarik tangan Luna menuju lift privat. kehadiran Luna yang berpakaian sederhana namun memiliki kecantikan yang mencolok langsung mengundang perhatian.
Begitu sampai di lantai eksekutif, Liam harus segera menghadiri rapat yang dijadwalkan. Luna masuk ke ruangan Liam dan menunggu pria itu disana.
"Kau bisa pergi ke ruangan sekertaris ku untuk meminta apapun atau bisa ke pantry jika kau lapar. jangan keluar dari gedung ini, atau pengawal di depan pintu itu akan menyeretmu kembali," Ancam Liam dengan nada manis namun tegas, lalu mengecup dahi Luna sekilas. lebih untuk memamerkan kepemilikannya sebelum melangkah pergi ke ruang rapat.
Luna berada di dalam ruangan beberapa waktu, Ia yang mulai bosan dan merasa haus memutuskan pergi ke pantry.
Namun, kehadirannya di sana disambut oleh tatapan sinis dari tiga orang staf wanita yang sedang bergosip.
"Lihat itu... siapa dia? tiba-tiba masuk bareng Tuan Liam lewat lift privat," Bisik salah satu staf, suaranya sengaja dikeraskan supaya Luna mendengar ucapan mereka.
"Paling juga simpanan baru. Tuan Liam kan memang seleranya tinggi, tapi yang ini sepertinya tipe yang butuh uang cepat. lihat saja bajunya... tidak ada merk-nya sama sekali," timpal staf lainnya sambil melirik Luna dari atas ke bawah.
"Usianya juga masih muda, dasar murahan!"
Luna yang sedang menuang air ke gelas terhenti. Ia menarik napas panjang, lalu berbalik dengan tenang.
"Maaf... saya tidak sengaja mendengar. sepertinya kalian lebih tahu tentang selera Tuan Liam daripada daftar pekerjaan kalian sendiri ya?" Sindir Luna dengan nada tenang namun mematikan.
"Eh, kau berani menjawab? kau tidak tahu siapa kami? kami sudah bekerja di sini bertahun-tahun!" Bentak salah satu staf.
Luna tersenyum tipis, mengingat sifat-sifat Liam mungkin.
"Bekerja bertahun-tahun tapi masih punya waktu untuk mengurusi isi tempat tidur Tuan Liam? wahh wahh. manajemen waktu kalian luar biasa, pantas saja Tuan Liam memiliki sikap dingin dan tegas jika memiliki staf seperti kalian. ingin dipecat?"
Para staf itu ternganga, wajah mereka merah padam.
"Dasar simpanan tidak tahu diri! kau pikir hanya karena kau cantik, kau bisa mengatur kami?"
Tepat saat itu.. pintu pantry terbuka. Liam berdiri di sana dengan wajah dingin, rapatnya sepertinya selesai lebih cepat dari dugaan.
Melihat sosok Liam berdiri di ambang pintu pantry dengan aura yang begitu mengintimidasi, otak cerdik Luna langsung berputar.
Ia tahu ini adalah kesempatan emas untuk membalas perlakuan Liam sekaligus memberi pelajaran pada staf yang bermulut tajam itu.
Luna tiba-tiba menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Bahunya mulai bergetar kecil, dan Ia meletakkan gelas airnya dengan tangan yang dibuat seolah gemetar hebat.
"Ternyata benar... tempatku memang bukan di sini," Isak Luna pelan, namun cukup keras untuk didengar oleh semua orang di ruangan itu.
Liam melangkah masuk, langkah kakinya yang berat bergema di lantai granit. matanya yang tajam langsung menangkap sosok Luna yang tampak hancur dan ketiga staf yang wajahnya kini pucat pasi seputih kertas polos.
"Ada apa ini?" Suara Liam rendah, tanda bahwa emosinya sedang di ambang batas.
Luna mendongak sedikit, matanya dipaksa berkaca-kaca. sebuah bakat terpendam yang Ia pelajari saat menghadapi drama Dion dulunya.
"Tuan... mungkin sebaiknya saya pulang saja. benar kata staf Tuan, saya tidak pantas berada di lift privat Anda. saya tidak sadar kalau status simpanan saya begitu mencolok sampai semua orang di sini merasa perlu mengingatkannya."
Mendengar kata simpanan, rahang Liam mengeras hingga urat lehernya terlihat.
Ia mendekat ke arah Luna, menarik wanita itu ke dalam pelukannya dengan posesif, lalu menoleh ke arah ketiga staf tersebut dengan tatapan yang seolah bisa membunuh.
"Simpanan?" Liam mengulang kata itu dengan nada yang sangat tenang, namun justru itulah yang paling mengerikan.
"Siapa di antara kalian yang mengatakan itu?"
Ketiga staf itu membeku. salah satu dari mereka mencoba membela diri dengan suara terbata-bata, "T-tuan, kami tidak bermaksud... kami hanya... dia tidak memakai kartu identitas karyawan..."
"Dia memang tidak butuh kartu identitas," potong Liam tajam.
"Karena dialah yang memiliki seluruh gedung ini beserta isinya, termasuk posisi pekerjaan kalian yang tidak berguna itu."
Liam menunduk menatap Luna yang masih menyembunyikan wajah di dadanya sambil menahan tawa.
"Sayang.. kau dengar itu? mereka bilang kau simpanan. bagaimana kalau aku membuktikan pada mereka siapa kau sebenarnya dengan memecat mereka sekarang juga? atau kau punya ide yang lebih menyakitkan?" Tanya Liam memegang Luna semakin erat.
'Haiss tidak usah pura-pura membelaku, kau juga sama saja.'
Luna mendongak, memberikan tatapan sedih yang dibuat-buat.
"Jangan dipecat Tuan... itu terlalu kejam. kasihan mereka kalau harus kehilangan pekerjaan hanya karena mulutnya tidak berpendidikan. mungkin... mereka hanya perlu belajar cara mengepel lantai pantry ini sampai mengkilap setiap jam selama seminggu? tanpa bantuan petugas kebersihan?"
Liam menyeringai tipis, mengerti permainan istrinya. "Ide yang bagus. kalian dengar itu? mulai jam ini tugas kalian adalah membersihkan seluruh pantry dan jika aku melihat ada noda sekecil apapun, surat pemecatan akan ada di meja kalian sebelum matahari terbenam."
Ketiga staf itu menelan saliva yang terasa kering seketika.
"Lakukan selama satu bulan." Tambahnya semakin membuat ketiga orang itu bisa-bisa terkena darah rendah.
Setelah ketiga staf itu lari terbirit-birit, Liam melepaskan pelukannya dan mengangkat dagu Luna. Ia melihat sisa-sisa binar jenaka di mata istrinya.
"Akting yang bagus Luna. kau hampir membuatku percaya kalau kau benar-benar bisa diremehkan," Sindir Liam manis sambil menyentil dahi Luna.
Luna langsung melepaskan diri dan menjulurkan lidahnya.
"Itu namanya memanfaatkan situasi Tuan Liam. lagipula... mereka benar-benar menyebalkan, jadi apa sekarang saya boleh dapat imbalan karena sudah diremehkan staf Tuan? saya bisa bekerja lagi kan di toko kue? atau saya boleh menemui Ibu sekarang?" Tawarnya mulai merasa dirugikan.
Liam menarik pinggang Luna lagi, merapatkan tubuh mereka.
"Bayaranmu adalah aku tidak akan melaporkan Dion ke polisi karena telah mengganggu istriku. cukup adil bukan? sekarang kembali ke ruanganku."
'Dasar perhitungan!!'
Luna merasa, sia-sia saja dia negosiasi dengan pria paling tak mau rugi ini.
Bersambung....