NovelToon NovelToon
Kepincut Musuh Bebuyutan

Kepincut Musuh Bebuyutan

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Kisah cinta masa kecil / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: juyuya

"Awas ya kamu! Kalau aku udah gede nanti, aku bikin kamu melongo sampai iler kamu netes!" teriak Mita.

" Hee… najisss! Ihh! Huekk" Max pura-pura muntah sambil pegang perut.

Maxwel dan Mita adalah musuh bebuyutan dari kecil sayangnya mereka tetangga depan rumah, hal itu membuat mereka sering ribut hampir tiap hari sampai Koh Tion dan Mak Leha capek melerai pertengkaran anak mereka.

Saat ini Maxwel tengah menyelesaikan studi S2 di Singapura. Sementara Mita kini telah menjadi guru di sma 01 Jati Miring, setelah hampir 15 tahun tidak pernah bertemu. Tiba-tiba mereka di pertemukan kembali.

Perlahan hal kecil dalam hidup mereka kembali bertaut, apakah mereka akan kembali menjadi musuh bebuyutan yang selalu ribut seperti masa kecil? Atau justru hidup mereka akan berisi kisah romansa dan komedi yang membawa Max dan Mita ke arah yang lebih manis?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juyuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Adipati dolken?

Citttt…

Motor PCX hitam milik Herman berhenti tepat di depan rumah Mita. Debu jalanan pelan-pelan turun saat mesin dimatikan.

"Sudah sampai, Bu Mita" katanya sambil menoleh, tersenyum sopan.

Mita turun dengan hati-hati, Tadi Herman memang menawarkan tumpangan karena sekalian mau ambil peyek pesanan bu fatma.

"Terima kasih ya, Pak Herman. Mari masuk dulu" ucap Mita ramah, meski dalam hati agak canggung. jarang-jarang ada laki-laki yang sampai nganter ke rumah.

Setelah memarkir motornya di bawah pohon jambu, Herman berjalan mengikuti Mita menuju teras.

"Assalamualaikum" sapanya pelan.

"Waalaikumussalam!" sahut suara nyaring dari dalam rumah. Mak Leha muncul dari ruang tengah, kepalanya masih tertutup mukena, tanda baru saja salat asar.

Begitu melihat Herman, mata Mak Leha langsung nyipit-nyipit, lalu beralih ke Mita dengan cepat, penuh tanda tanya.

"Ehhh… ada tamu…" katanya sambil menahan senyum. "Siapa ini, Mit?" suaranya naik satu oktaf, jelas sekali sedang ‘menggoda’.

"Pak Herman, Mak. Anak Bu Fatma, yang pesan peyek lima kilo itu" jawab Mita buru-buru, sambil menaruh sepatu pantofelnya di rak.

"Ohhh…" seru Mak Leha, matanya berbinar. "Ganteng banget pak guruuu! Heheh. Ayo, Pak, duduk dulu. Emak buatin minum yaa…" katanya sambil melambaikan tangan ke arah sofa.

"Haduhhh, jarang-jarang loh, Mita bawa tamu cowok ke rumah" lanjutnya setengah bernyanyi.

Mita mendesah pelan, pipinya mulai panas.

"Mau minum apa nih, Mas ganteng?" tambah Mak Leha dengan nada genit bercanda.

"Haduh, Mak! Jangan begitu banget, malu Mita, Mak" bisik Mita pelan, wajahnya sudah menunduk sambil menatap Herman yang malah senyum kikuk.

"Halah kamu ini, apa to Mit! Orangnya ganteng gini, mirip Adipati Dolken! Itu artis favorit Mamak, tauu?"

"Alah, Adipati Dolken darimana? Beda jauh kali, Mak" protes Mita sambil menyikut lengan mamaknya pelan.

"Hilih, matamu itu, Mit! Mau Mamak instal ulang? Udah, Mamak bikinin air dulu. Kamu sini, duduk temani Abang Ganteng dulu yaa…" katanya sambil terkekeh, lalu bergegas ke dapur.

Mita menatap punggung Mak Leha yang menghilang di balik pintu dapur, lalu hanya bisa menghembus napas panjang. Ia menatap Herman sekilas, lalu duduk dengan kikuk. Tangannya refleks menggaruk lengannya yang sebenarnya tidak gatal.

Herman terkekeh kecil. "Haha, Mamak kamu lucu juga ya, Mit?"

"Heheh…" Mita tertawa hambar, matanya melirik dapur.

(Lucu apanya… suka bikin malu begitu…) batinnya.

"Oh iya… usia Bu Mita berapa kalau boleh saya tahu?" tanya Herman, berusaha memecah keheningan yang menggantung sejak tadi.

Mita menoleh pelan, tersenyum kaku. "Saya dua puluh empat, Pak."

"Ohh, berarti tuaan saya dong! Saya dua puluh tujuh, Bu" ucap Herman santai, diakhiri dengan tawa kecil yang menggema di ruang tamu yang terlalu sunyi untuk ukuran dua orang dewasa yang belum akrab.

Mita mengangguk pelan. "Oh, iya…"

(Ya ampunn obrolan apa sih ini? Garing banget...)

Setelah itu, hening lagi. Keduanya sama-sama bingung mau ngomong apa. Mita melirik jam dinding, lalu pandangannya berpindah ke arah meja. Ia membaca entah apa saja yang tertulis di hadapannya, sekadar pura-pura sibuk.

"Autan, melindungi dari nyamuk Aedes aegypti. Efektif dan ta—" gumamnya pelan.

"Bu Mita ngomong apa?"

"Ha? Oh, itu..." Mita buru-buru menunjuk ke atas meja. "Saya baca bungkus autan ini."

Herman langsung ngakak, tawanya pecah lepas. "Walahh, saya kira ngomong apaan! Kirain lagi baca mantra."

Mita menatapnya dengan wajah malu campur geli. "Hehe, enggak lah, Pak. Mantra pengusir nyamuk kali iya."

Belum sempat tawa mereda, suara khas Mak Leha yang riang memotong suasana

"Nahhh! Minumannya sudah siap! Ini emak buat minuman spesial buat Pak Guru ganteng!" serunya sambil menaruh nampan berisi dua gelas kopi dan sepiring pisang goreng hangat di atas meja.

"Apasih, Mak, lebay banget" sungut Mita pelan sambil memasang wajah jengkel.

"Biarin aja! Yakan, Pak Guru? Gini-gini ini, Mamak kamu, Mit!" katanya dengan bangga, menepuk dadanya sendiri.

"Ehh, mari, Pak. Coba kopi buatan emak. Dijamin nendang. Malam ini pokoknya melek pas nonton bola" ujar mak leha semangat.

"Hahaha, iya, Mak Leha. Makasih ya" jawab Herman ramah, menerima gelas batu hitam yang masih mengepul. Aroma kopi menyebar memenuhi ruang tamu, mengusir canggung yang menggantung… tapi tidak untuk lama.

Mak Leha, yang tidak bisa diam, kembali membuka percakapan  tentu saja, bukan percakapan biasa.

"Ehemm..Pak Herman, sudah ada yang punya belum?" tanyanya tanpa tedeng aling-aling.

"uhuk!"Mita hampir tersedak ludahnya sendiri. Ia buru-buru menutupi wajahnya dengan bantalan sofa.

(Ya Allah, kenapa Mamak mita modelanya gini?! Tanya-tanya beginian di depan orangnya lagi! Mita malu banget…)

Sementara Herman cuma tertawa kecil, menatap Mita yang sembunyi di balik bantal seperti anak kecil ketahuan nyontek.

Mak Leha malah tambah semangat, mencondongkan badan, mata berbinar.

Herman menggeleng pelan, agak kikuk. "Belum, Mak. Belum ada yang punya."

"Hah?! Serius, Pak?!" seru Mak Leha sampai matanya membulat. "Kalau dilihat-lihat, Bapak ini laki banget, loh! Mirip Adipati Dolken! Masa iya nggak ada yang mau? Ah, bohong nih, pasti bohong!"

"Ya Allah, enggak, Mak" Herman terkekeh canggung, menggaruk tengkuknya. "Saya memang lagi nggak menjalin hubungan sama siapa pun."

"Naah, kalau begitu pas deh!" Mak Leha langsung duduk merapat ke arah Mita, wajahnya penuh arti.

"Ya Allah, Mit, mukamu kenapa ditutupin bantal? Ada tompelan?"

"Ih, Mak!" Mita buru-buru menurunkan bantal dari wajahnya, pipinya sudah merah. "Bisa nggak sih jangan lebay banget? Pak Herman tuh jadi nggak enak ditanyain beginian."

"Enggak kok" sela Mak Leha cepat, menatap Herman. "Yakan, Pak?"

Herman cuma tertawa kecil dan mengangguk. "Hehe, iya, nggak apa-apa, Bu. Ibu Mita, Mamaknya lucu juga ya."

Plaaak!

Mak Leha menepuk meja sambil tertawa lebar. "Nah tuh kan! Mamak ini memang happy virus!"

"Happy virus? Corona virus kali" celetuk Mita cepat.

"Mit!" Mak Leha menatap anaknya dramatis. "Dosa kamu, nyamain Mamak sama virus corona! Mamak ini bawa tawa, bukan batuk!"

"Udah ah, Mak… ini udah mau magrib, Pak Herman juga pasti mau pulang. Mamak cerewet banget dari tadi, kayak polisi lagi nilang orang!"

Herman menahan tawa, lalu berdiri. "Iya, Mak Leha, saya memang mau pamit pulang sekalian. Oh iya, saya juga mau ngundang sekeluarga buat datang ke rumah malam ini. Ada acara kecil, cuci lantai buat ponakan saya."

Mak Leha langsung semringah. "Ooh gitu! Yaudah, nanti malam kami datang deh. Terima kasih undangannya ya, Pak Guru ganteng!"

"Iya, sama-sama, Mak" Herman tersenyum sambil mengangkat dua bungkus besar peyek di tangannya. "Ini peyeknya saya bawa ya."

"Oh iya iya, bawain. Bilangin sama Ibu Fatma, jangan lupa order lagi yaaa!" ujar Mak Leha, tertawa geli sambil menepuk-nepuk bahu Herman dengan gaya akrab banget  sampai-sampai, kalau orang lewat, mungkin bakal mengira itu benar calon menantu.

"Siap, aman, Mak. Pasti saya sampaikan" balas Herman ramah.

Mita yang dari tadi diam hanya bisa menatap dengan campuran lega dan malu.

"Mita, saya pamit pulang dulu ya" ucap Herman, menatapnya singkat dengan senyum sopan.

"Iya, Pak. Hati-hati di jalan" jawab Mita cepat.

Mereka berjalan ke arah pintu, diiringi langkah ceria Mak Leha yang seperti satpam rumah plus komentator.

Begitu sampai di depan, terdengar suara lain dari depan.

"Eh, ada Maxx!" seru Mak Leha, suaranya langsung berubah antusias.

"Eh iya, Mak Leha. Apa kabar?" sapa Max sopan sambil menyalami tangan Mak Leha.

"Alhamdulillah, baik, Nak. Mau nyari Mita, ya? Mau bantu-bantu di konter lagi?" tanya Mak Leha cepat, seperti biasa tanpa jeda berpikir.

Herman yang sudah hampir melangkah keluar menoleh ke belakang. Di sana, ia melihat Mita yang mendadak kaku bahkan ekspresinya persis es batu di freezer.

"Mit…" suara Herman pelan tapi terdengar heran.

"Kamu kerja di konter juga?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!