" kita ngomong pake bahasa kalbu sayang" ucapnya dengan tangan terulur memegang dagu ku, " cup" sekali lagi Adi Putra mencium bibirku.
Biar sekilas aku sudah seperti orang mabok minum tuak tiga jerigen, " kamu nggak bisa menolak sayang" katanya masih menghipnotis.
Aku seperti kembali tersihir, habis-habisan Adi Putra melumat bibirku. Herannya walau tidak mengerti cara membalas aku malah menikmati kelembutannya.
" Hey... son belum waktunya" suara teguran itu membuat Adi Putra berhenti m3nghi$4p bibirku, sedang aku tegang karena malu dan takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ELLIYANA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#21.
Aku bingung, isi kepalaku corat marut mikir keadaan yang serba mendadak di tambah lagi pasal nikah. " tak..." Adi Putra menyentil jidatku, " kamu tuh ya melongo aja cakep apalagi mendesah" ucapnya kayak nggak ada masalah.
" sakit " rintih ku mengusap jidat, Aku bingung campur malu rasanya pengen teriak minta tolong agar orang datang dan melempar jauh Adi Putra, kalau perlu sampe ke pluto biar nggak balik lagi.
" Ya Allah" rintih ku dalam hati, belum apa-apa aku udah dapat malu, herannya Adi Putra terlihat santai nggak ada malu malunya sedikit pun.
" Ayo kita masuk. Siap-siap besok kamu akan langsung saya bikin melayang" ucap Adi Putra begitu percaya diri dengan seenaknya menarik tangan ku, aku hampir seperti kerbau dicucuk hidung.
Sempat bangkit tapi untuk masuk bertemu dengan para orang tua itu aku masih tidak punya keberanian, sampai saat ini aku masih ketakutan tapi Adi Putra kayaknya biasa saja.
" Masuk aja duluan" kataku menolak ajakannya, bagaimana pun aku masih malu untuk bertemu papanya Adi Putra, mau di Taruh di mana mukaku.
" kenapa malu sama papa ya?" Adi Putra bertanya, aku jawab jujur dengan anggukan kepala.
" santai aja. Pasti papa ngerti lah mereka kan pernah muda" ucap Adi Putra santai seolah semua bisa dia kendalikan.
" Apa kamu udah sering ketangkap basah begini!?" tanyaku begitu saja meluncur.
" Apa...dimata kamu aku ini laki-laki mesum yang gampang sentuh sembarangan perempuan " ucap Adi Putra malah balik bertanya.
" Ya mana aku tahu " jawab ku ketus sambil melipat kedua tangan di dada.
Adi Putra menatap ku dengan tatapan sinis, karena jarak kami masih terlalu dekat aku harus waspada, buru-buru aku mundur takutnya dia nyosor lagi kayak tadi meski aku merespon dengan baik tapi nggak mungkin kan Ketangkap basah sekali lagi.
Bagaimana pun aku nggak mau malu dua kali tadi papanya yang menyaksikan gimana kalau berikut nya ibuku sendiri, duh...membayangkan saja rasanya aku udah mau mati apa lagi nyata.
" Ya sudah saya minta maaf sudah lancang" ucapnya bikin aku pengen getok kepalanya dan bilang sadar loe telat monyet.
" Yuk kita masuk udah malam ini" katanya menarik tangan ku. Aku nurut karena memang nyatanya hari memang hampir larut.
Sampai di dalam aku yang masih merasa malu dan takut tambah gemetaran saat mendengar dengan jelas ayah Adi Putra menceritakan apa yang dia lihat. Sungguh aku seperti pesakitan yang tidak bisa mengelak dari segala tuduhan, aku hanya bisa menunduk sambil meremas jemari ku sendiri.
" duduklah kalian" perintah ayah Adi Putra.
Dengan terpaksa aku ikut duduk di samping Adi Putra, rasanya seperti mimpi buruk menyesal aku menerima ciuman panas Adi Putra. Kalau aku tahu ciuman itu menyeret ku kedalam situasi yang serba salah ini tentu dari awal berontak, tapi bukan salah dia juga akunya yang terlalu sensitif jadi nggak terkendali malah diam menerima karena rasa yang baru.
" Adi. malam ini juga papa akan hubungi teman papa. Besok kalian langsung nikah saja " ucap papa Adi Putra, aku yang terlanjur malu tidak berani mengangkat kepala apa lagi nolak melihat ibu saja aku sungguh tidak punya keberanian.
" Ok pah siap" jawab Adi Putra begitu yakin sampe aku menoleh menatap wajahnya, orang orang tua itu malah tertawa mendengar jawaban Adi Putra.
" Yey...semangat amat "
" Jelas dong mah" jawab Adi Putra.
Menyadari aku menatap nya Adi Putra mengedipkan matanya padaku, dengan pedenya dia langsung buat kecupan jarak jauh dengan bibirnya yang monyong.
" Dasar monyet" lagi-lagi aku ngatain Adi Putra dalam hati, " berdosa mengatain calon suami" bisik nya bikin mataku langsung melotot kok dia tau isi kepalaku.
Kalian tahu saat ini otak ku benar-benar tumpul, ilmu yang ku timba dari masa sekolah sampai kuliah seperti tidak ada artinya. Aku seperti orang bodoh yang tidak bisa mengambil keputusan untuk hidupku sendiri, aku seperti orang terjebak dalam lingkaran yang tidak punya celah untuk keluar.
"Waduh Jeng nggak nyangka ya kita jadi besan beneran" kudengar bahasa ibu Adi Putra.
" Iya Jeng seperti kata pepatah kalau memang jodoh nggak akan kemana" sahut ibu nggak kalah semangat.
" Iya kayaknya dua-duanya udah kebelet " timpal Papa Adi Putra.
" Deg..." Aku yang mendengar hampir senewen, kebelet apa cobak. Kebelet pipis maksud nya, pinter banget orang orang tua ini mencari celah untuk mengikat aku dan Adi Putra jelas anaknya yang nyosor duluan kok malah bilang dua-duanya berarti aku kan di anggap sama kayak anaknya.
Tapi aku juga nggak bisa bohongi diri, saat Adi Putra menyentuh tadi tubuhku merespon dengan sempurna sampai sekarang perasaan hangat itu masih terasa.
Orang-orang tua itu lanjut ngobrol sedang aku dan Adi Putra cuma diam larut dengan fikiran masing-masing.
" Tiara..." Ibu memanggil ku.
Kaget Aku mengangkat kepala, " Iya Bu" jawab ku tanpa semangat menatap wajah nya.
" Nggak boleh melamun" tegur ibu mungkin sadar dari tadi aku cuma diam menunduk, ibu sih nggak tahu kalau anaknya lagi perang batin.
" iya" jawab ku.
" Ohh ya hampir lupa, Tiara besok pagi mama jemput ya..?" ucap mamanya Adi Putra padaku.
Aku yang nggak ngerti malah melongo menatap mamanya Adi Putra, " mau kemana mah?" tanya Adi Putra.
" Ya cari persiapan buat kalian nikah lah " jawab mamah nya Adi Putra, aku baru ngeh ternyata dia besok mau ajak aku untuk cari persiapan buat nikah.
" Jadi besok jadi nikahnya" tanyaku spontan masih kurang percaya aku dengan kenyataan yang tiba-tiba ini.
" Trus kamu maunya kapan?" tanya Adi Putra terdengar sengit.
Baru aku mau jawab sepuluh tahun mendatang tiba-tiba Ibu sudah duluan, " Sudah-sudah jangan bertengkar " Ibu seakan tahu ketegangan diantara kami.
" Yaudah Jeng ini udah malam kami pamit pulang, kita sepakat ya?" ucap mamanya Adi Putra.
" Iya Jeng semoga anak-anak kita langgeng jodohnya " jawab ibu seperti menaruh harapan besar.
" Aminn..." jawab mereka serempak.
Ibu menyalami kedua orang tua Adi Putra, baru kemudian aku gantian menyalami. Saat ini Aku benar-benar di posisi yang nggak enak.
" Sama suami kamu nggak salim" kata Adi Putra seperti sengaja menguji kesabaran ku, Aku diam menahan geram. Kalau boleh ingin rasanya ku tendang dia saat ini juga.
Ketiga orang paruh baya itu pada tertawa, " Sudah sudah jangan di candai terus, besok di kamar kalian salim saliman sepuasnya" ucap papanya tertawa herannya ibu juga ikut tertawa lepas.