Perlu waktu lama untuknya menyadari semua hal-hal yang terjadi dalam hidupnya.
suka, duka, mistis, magis, dan diluar nalar terjadi pada tubuh kecilnya.
ini bukan tentang perjalanan yang biasa, inilah petualangan fantastis seorang anak berusia 12 tahun, ya dia KINASIH.
Pernah kepikiran engga kalau kalian tiba-tiba diseret masuk ke dunia fantasi?
kalau belum, mari ikuti petualangan kinasih dan rasakan keseruan-keseruan di dunia fantasi.
SELAMAT MEMBACA..!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20: Rencana Jahat
Ruangan kimia akademi sihir fonte de magia.
Adelle tampak ketakutan meskipun viola memasang wajah bersahabat dihadapannya.
"Hei, tidak usah takut begitu, adelle." Viola mengulurkan tangannya.
Adelle menggelengkan kepala. "Kau pasti seorang penjahat yang sedang menyamar kan?."
"Aku? Asal kau tahu, aku dipercaya oleh stella dan magenta untuk membantu mereka dalam mengajarkan sihir kepada kalian."
Adelle terdiam. Kehabisan kata-kata. Tanpa dia sadari ternyata seorang penyihir perempuan di hadapannya adalah guru barunya sendiri.
"Oh my god. Forgive me Ma'am." Adelle segera berlari mendekati viola. Lalu menundukkan kepalanya. Tanda dia menghormati gurunya.
"Sudahlah, aku tidak mau memaafkanmu." Viola memalingkan muka.
"Saya mengira jika anda adalah musuh yang menyamar. Saya selalu was-was terhadap kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan menimpa saya. Sekali lagi, Maafkan saya ma'am." Adelle menunduk lebih dalam.
Viola menghela napas panjang. Mengabaikan adelle yang menunduk meminta maaf. Diamatinya ketujuh botol sampel diatas meja panjang. Lalu mengambil salah satu diantaranya.
"Apa yang sedang kau buat?." Tanya viola sambil memperhatikan botol sampel yang diambilnya.
"Saya mencoba menggabungkan sihir dan cairan kimia, Ma'am."
"Lalu, apa yang kau hasilkan?."
Adelle segera mengambil cawan petri. Dan menyerahkannya pada viola. "Saya mencoba menggabungkan dua warna dasar yang berbeda menggunakan sihir, Ma'am."
Viola hanya mengangguk. Lalu meletakkan kembali cawan petri tersebut.
"Hanya segitu saja hasilnya?." Viola bertanya dengan nada datar.
"Itu masih langkah pertama ma'am. Selanjutnya saya akan mencoba mengaktifkan efek sihir dari setiap warna yang dihasilkan dari gabungan dua warna dasar."
"Ide yang menarik. Aku bisa membantumu, adelle."
Tawaran yang menggiurkan bagi adelle. Matanya seketika berbinar. Senyumnya terlihat mengembang bak awan putih di langit tanpa polusi udara.
"Really, ma'am?."
"Iya, tapi ada satu syarat." Ucap viola sambil mengangkat jari telunjuknya. "Aku mau kita saling bantu, aku membantumu, dan kau membantuku. Lalu kita impas."
"Apa yang harus saya lakukan, Ma'am?."
Viola terkekeh pelan. "Bantu aku untuk meledakkan akademi sihir gila ini."
Adelle terperanjat mendengar ucapan viola. Seketika napasnya tercekat. Sesuai dugaannya, dengan kedatangan viola yang sangat tiba-tiba, pasti ada sesuatu yang disembunyikan olehnya.
"Apa maksud anda, ma'am? Meledakkan?."
"Iya, Kita hancurkan gedung tua ini. Sekarang apakah kau punya teman akrab atau sahabat yang paling kau percaya?."
Adelle menggeleng pelan. "Sejujurnya saya tidak mempunyai cukup banyak teman. Mereka semua tidak suka pada goblin yang pandai. Mereka semua menjauhiku." Air mata perlahan turun dari matanya.
Viola terdiam. Dia merasa iba melihat kondisi adelle yang tidak mempunyai satupun sahabat di hidupnya. Dia lalu berjalan mendekati adelle dan perlahan mengusap punggungnya.
"Baiklah, untuk sementara waktu, aku tidak akan melanjutkan topik obrolan yang mungkin membuatmu syok. Mungkin besok, atau lusa, kita bisa bertemu lagi. Dan kita bicarakan lagi permasalahan ini dengan kepala dingin."
Adelle sesenggukan. "Okay, Ma'am."
"Tapi tolong jangan bilang siapapun tentang rencana kita, dan percayalah aku bukan penyihir jahat yang sedang menyamar."
Adelle mengangguk pelan sembari mengusap air mata di pelupuk matanya yang sembap.
"Sekarang lepas jas itu. Dan pulanglah."
Adelle segera melepas setelan jas laboratorium yang dia kenakan. Lalu ia memasukkan ketujuh botol sampel di dalam tas nya.
"Tinggalkan saja cawan petri dan alat lainnya disitu. Biar aku yang membereskannya." Ucap viola.
"Thanks Ma'am. Good afternoon." Adelle membungkukkan badan sebelum beranjak pergi.
Viola tersenyum ramah. "Hati-Hati dijalan, adelle."
Adelle hanya mengangguk. Lalu segera melesat keluar dari dalam ruangan. Keringat kembali bercucuran di pelipisnya. Dia masih tidak habis pikir dengan rencana itu. Namun dia tidak bisa memutuskan jika itu rencana jahat atau bukan. Lebih baik dia bicarakan lagi dengan penyihir yang menyebut dirinya viola itu.
...
Ester pulang dengan keadaan penuh peluh bercucuran di sekitar pelipisnya. Tidak ada hari tanpa cuaca yang sangat panas di desa para goblin. Dia lalu segera mencari-cari kakaknya. Namun tidak ada seorang pun di dalam rumah dari bebatuan tak berbentuk itu.
"Kemana perginya mereka berdua." Dia segera membasuh mukanya. Lalu merebahkan badannya diatas permadani.
Belum juga dia terlelap. Tiba-tiba dia mendengar suara langkah kaki. Seperti sedang terburu-buru. Dia segera bangun dari posisi tidurnya, lalu bergegas mencari sumber suara itu.
"HEI ESTER, GAWAT." Dari kejauhan terlihat adelle sedang berlari menuju rumahnya.
Ester mengernyitkan dahi. "Apa maumu?."
"Aku punya kabar buruk. Tentang akademi kita." Adelle terengah-engah.
Ester tidak menanggapi. Dia tidak peduli dengan apa yang terjadi di akademi. Entah akademi akan hancur, bahkan ditutup pun dia tak peduli lagi.
"Tapi ini masalah serius, ester. Please, aku mohon kau dengarkan aku sekali ini saja." Ucap adelle mengiba.
Ester diam sejenak. "Duduklah dulu, ceritakan segera."
Belum sempat adelle bercerita. Tiba-tiba datanglah kinasih dan ella. Mereka berdua berjalan sambil bercanda. Seperti teman akrab yang sudah bertahun-tahun lamanya.
"Eh, ada tamu." Ella menyeletuk.
"Hai, aku adelle. Aku murid di akademi fonte de magia. Salam kenal." Ucap adelle sambil menundukkan kepalanya di depan ella dan kinasih.
"Rumahmu yang ada di dekat hilir sungai itu, kan? Aku beberapa kali melihatmu. Selalu termenung sendirian disana." Ella segera duduk di samping adelle. Disusul kinasih yang ikut duduk di sebelahnya.
Adelle menggaruk kepala yang tak gatal. Sambil tersenyum malu.
"Apa yang ingin kau ceritakan, Aku tak punya banyak waktu untuk mendengarkanmu." Ucap ester dengan nada tinggi.
Ella melotot ke arah ester. Dengan maksud melarangnya agar tidak berkata kasar pada tamu yang datang kerumahnya.
Adelle mengangguk. Lalu segera menceritakan apa yang telah terjadi beberapa jam yang lalu.
"Aku membutuhkan pertolongan kalian. Akademi fonte de magia, akan dihancurkan oleh seorang penyihir."
Semua yang ada di dalam rumah batu tersebut seketika terperanjat. Tidak menduga jika kabar yang mereka dengar seburuk itu.
"K-k-kau tidak berbohong kan? Omongan murid yang pandai susah untuk dipercaya." Ester menunjuk-nunjuk adelle.
Adelle menggeleng. "Aku bertemu langsung dengan penyihir itu. Dia menginformasikan sendiri jika dia akan menghancurkan akademi itu di hadapanku."
"Maaf jika aku menyelamu, adelle. Iming-iming apa yang penyihir itu berikan kepadamu?." Ella mencoba menyelidik.
"Dia berjanji akan membantuku menyelesaikan eksperimenku dan aku merasa dia ingin aku merancang sebuah sihir yang dapat meledakkan akademi itu."
Ella mengangguk paham. Dia seolah-olah berusaha berpikir sejenak. Meskipun dia tidak tahu harus membantu dengan cara apa.
Tanpa disadari. Mereka melupakan kinasih yang memiliki kekuatan luar biasa. Kinasih segera berdiri dari duduknya. Ternyata dia lebih dulu paham dengan apa yang akan terjadi di dalam akademi.
"Hei, adelle. Bagaimana ciri-ciri penyihir tersebut? Adakah di tangannya mengeluarkan sebuah cahaya berwarna hijau?." Kinasih segera duduk di hadapan adelle.
Adelle melotot. "Bagaimana kau bisa tahu?."
Kinasih tersenyum sinis. "Sesuai dugaanku. Dia tidak akan pergi jauh dari hutan hujan."
"Apa yang kau tahu tentang viola?." Adelle semakin tertarik.
"Oh, Viola namanya? Ada dendam yang harus kubalaskan padanya. Ella, kau ingat tuan ratu reyna yang berubah menjadi batu? Itu semua adalah ulah viola." Kinasih menatap tajam kearah ella.
Ella mendengus perlahan. "Jadi, kau bisa kalahkan dia, asih?."
"Aku belum tahu, ella. Tapi jika kalian bertiga mau membantuku, aku bisa mengalahkannya dengan mudah. Dan kau juga akan ikut terbantu, adelle." Raut wajah kinasih semakin serius.
Ester hanya mengangguk. "Baiklah, aku akan ikut kali ini saja."
Adelle pun tersenyum senang. Karena kali ini dia merasa dianggap ada oleh teman-teman di sekitarnya.
"Sebentar, ngomong-ngomong siapa namamu, wahai ras manusia?." Tanya adelle sedikit mendekatkan wajahnya ke arah kinasih.
"Aku lupa memperkenalkan diri. Namaku, Kinasih."
"K-K-KAU, KINASIH?!". Adelle terkejut.
Semua mata tertuju pada sikap adelle yang terkejut ketika kinasih memperkenalkan dirinya.
"Tidak mungkin, kau pasti berbohong. Tidak mungkin kau akan hadir di dunia fantasi. Ini bukan duniamu, kinasih." Adelle terlihat ketakutan.
Kinasih mengernyitkan dahi. "Kau tahu apa tentangku?."
Napas adelle tercekat. Peluh kembali membasahi sekujur tubunya. Sungguh. Kali ini semua diluar dugaan adelle.
......Bersambung......