NovelToon NovelToon
SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:357
Nilai: 5
Nama Author: Efi Lutfiah

Di balik gemerlap lampu malam dan dentuman musik yang memekakkan telinga, seorang gadis muda menyembunyikan luka dan pengorbanannya.
Namanya Cantika, mahasiswi cerdas yang bercita-cita menjadi seorang dosen. Namun takdir membawanya pada jalan penuh air mata. Demi membiayai kuliahnya dan membeli obat untuk sang ibu yang sakit-sakitan, Cantika memilih pekerjaan yang tak pernah ia bayangkan: menjadi LC di sebuah klub malam.

Setiap senyum yang ia paksakan, setiap tawa yang terdengar palsu, adalah doa yang ia bisikkan untuk kesembuhan ibunya.
Namun, di balik kepura-puraan itu, hatinya perlahan terkikis. Antara harga diri, cinta, dan harapan, Aruna terjebak dalam dilema, mampukah ia menemukan jalan keluar, atau justru terperangkap dalam ruang gelap yang semakin menelan cahaya hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efi Lutfiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perjalanan Baru

Lampu kelap-kelip di klub malam menari liar, berpadu dengan dentuman musik yang memekakkan telinga. Kepala Cantika terasa berat, tubuhnya panas dingin. Ia belum pernah berada di dunia seperti ini, semua terasa asing, menakutkan, dan mencekik.

" Cepetan, Tika. Mami Viola udah nunggu di dalam," desis Jesika sambil menggenggam erat tangannya. Tarikan itu membuat langkah Cantika terseret, hatinya semakin kalut.

"Jes, tunggu dulu... aku—" suara Cantika bergetar, nyaris tak terdengar.

Jesika langsung menghentikan langkah, menoleh dengan tatapan tajam. "Apa lagi, Tika? Jangan plin-plan begini dong. Kalo kamu terus-terusan takut, kapan maju? Kapan bisa dapat banyak uang?"

Kata-kata itu seperti tamparan keras. Cantika terdiam, menunduk, jantungnya berdegup tak karuan.

"Ingat, Tika," lanjut Jesika, kali ini lebih lembut, "ibu kamu butuh biaya pengobatan. Kamu gak boleh mundur sekarang."

Nafas Cantika tercekat. Ia menggigit bibir, menahan gemetar di kakinya. Ternyata dirinya tak sekuat yang selama ini ia kira.

"Ayo cepat," Jesika kembali menarik tangannya. "Aku gak mau Mami Viola marah."

Dengan langkah berat, Cantika mengikuti tarikan Jesika. Mereka melewati lorong remang dengan aroma alkohol yang menusuk. Musik dari panggung utama makin jauh, berganti dengan alunan musik pelan di sebuah ruangan tertutup.

Pintu ruangan terbuka, memperlihatkan seorang perempuan paruh baya dengan gaun merah menyala. Wajahnya penuh make up tebal, senyumannya manis tapi sorot matanya tajam, dialah Mami Viola.

"Ahhh... ini yang baru itu, Jes?" suara Mami Viola serak, namun berwibawa.

Jesika mengangguk mantap. "Iya, Mami. Namanya Cantika."

Mami Viola berdiri, melangkah pelan mendekati Cantika. Tatapannya mengamati dari ujung rambut hingga kaki, seakan menilai barang baru. Cantika spontan menunduk, jantungnya berdentum kencang.

"Manis... wajah polos gini biasanya laris," ucap Mami Viola sambil menyentuh dagu Cantika, mengangkatnya agar berani menatap. "Tapi, sayang... keliatan masih takut. Kamu yakin mau kerja di sini, sayang?"

Cantika menelan ludah, tangannya gemetar. Lidahnya kelu.

Jesika cepat menyahut, "Dia siap, Mami. Dia cuma grogi."

Mami Viola terkekeh, lalu menepuk pelan bahu Cantika. "Kalau kamu bertahan, uang banyak bakal datang. Tapi kalau lemah... dunia ini bakal makan kamu habis."

Tatapan Mami Viola menusuk ke dalam mata Cantika. Untuk sesaat, Cantika merasa tak bisa bernapas, seolah pintu menuju dunia baru sudah terbuka di hadapannya, dan tidak ada jalan kembali.

Berkali-kali Cantika menelan saliva, tenggorokannya kering, seolah kata-kata terkunci di dalam mulut.

"Ayo ikut mami, sayang," ucap Mami Viola sambil menarik tangannya dengan lembut.

Cantika melangkah pelan, masih ragu. Jantungnya berdetak tak karuan, napasnya tersengal.

"Jangan takut, mami nggak akan gigit kok. Hahaha..." suara tawa Mami Viola renyah, tapi di telinga Cantika terdengar menakutkan.

Jesika cepat menyela, "Tolong dimaklumi ya, Mi. Cantika ini orangnya pemalu. Lagian... ini pengalaman pertamanya kerja di klub malam."

Mami Viola mengangguk santai, "Ohhh... nggak masalah. Justru itu yang bikin dia menarik."

Jesika menepuk lengan Cantika, berusaha menenangkan. "Udah, sana ikut sama Mami Viola. Aku mau kerja dulu."

Dengan senyum pamit, Jesika menatap Mami Viola. "Aku duluan ya, Mi."

"Oke, sayang." Mami Viola melambaikan tangan ringan, lalu kembali menatap Cantika dengan senyum penuh arti.

Kini hanya mereka berdua. Mami Viola menggiring Cantika masuk ke ruang dalam yang lebih sepi. Di sana ada sofa empuk, lampu temaram, dan aroma parfum bercampur asap rokok.

"Silakan duduk, sayang," ucap Mami Viola, lalu ia menjatuhkan tubuhnya di sofa seberang. Tatapannya tajam, penuh kalkulasi. "Mami cuma mau kenalan lebih dekat. Kamu tenang aja dulu, jangan bayangin yang aneh-aneh."

Cantika duduk perlahan, lututnya saling bertemu menahan gugup. Jemarinya memainkan ujung rok, berusaha menyembunyikan rasa takut.

Mami Viola tersenyum samar, lalu mengambil rokok, menyalakannya, dan menghembuskan asap perlahan. "Coba ceritain ke mami... kenapa kamu mau kerja di sini?"

"A-aku... butuh uang untuk biaya pengobatan ibu," jawab Cantika jujur, suaranya nyaris bergetar.

Mami Viola tersenyum tipis, matanya berbinar seolah menemukan harta karun. "Itu hal yang sangat mudah, sayang. Dalam sebulan kamu bisa dapat puluhan... bahkan ratusan juta." Senyum khasnya semakin melebar.

Lalu ia mencondongkan tubuh, menatap Cantika lebih dalam. "Tapi... kamu masih perawan, kan?"

Glek.

Tenggorokan Cantika tercekat. Tangannya semakin kuat meremas ujung rok, wajahnya memanas. Perlahan ia mengangguk.

"Bagus sekali," Mami Viola menepuk tangan Cantika dengan penuh arti. "Artinya... harga kamu masih sangat mahal."

Cantika membelalakkan mata. "Ma-maksudnya...?" suaranya pecah, penuh rasa takut.

Mami Viola tertawa kecil, lalu menghembuskan asap rokoknya ke udara. "Keperawanan kamu bisa laku... ratusan juta. Bahkan kalau ada yang benar-benar kaya dan gila, bisa sampai miliaran."

Darah Cantika berdesir dingin. Ia tak percaya telinganya sendiri.

"M-miliaran...?" bibirnya bergetar.

"Ya," Mami Viola mengangguk mantap, wajahnya penuh keyakinan. "Tapi semua tergantung kamu. Kalau kamu berani melepas itu... hidupmu bisa langsung berubah. Ibumu bisa berobat dengan fasilitas terbaik, kamu bisa kuliah tanpa pusing biaya, bahkan punya tabungan besar. Tinggal kamu mau atau tidak."

Ruangan terasa semakin pengap. Detak jantung Cantika berdegup kencang, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia tahu pilihannya kini berdiri di antara dua jurang: kehormatan atau masa depan ibunya.

"Ta-tapi, Mi... Jesika bilang aku cuma perlu menemani para tamu aja," suara Cantika lirih, matanya menatap lantai.

Mami Viola tersenyum samar, tatapannya tajam seperti menembus isi hati. "Yakin cuma mau itu? Kamu nggak tergiur dengan uang miliaran rupiah, sayang?"

Cantika buru-buru menggeleng. Dadanya sesak, rasa bersalah menggerogoti hatinya. Aku sudah salah karena masuk ke pekerjaan ini... jangan sampai aku tambah salah dengan kehilangan kehormatan, batinnya.

Mami Viola akhirnya menghela napas, lalu menyandarkan punggung di sofa. "Oke, nggak masalah. Tapi ingat, uang yang kamu dapat nggak akan sebesar itu."

Ia mencondongkan tubuh lagi, suara lembut tapi penuh tekanan. "Gaji di klub malam ini lima juta. Bonusnya, kamu dapat tips dari om-om yang kamu temani minum. Artinya, kamu harus pintar-pintar merayu mereka supaya tips yang kamu dapat lumayan banyak."

Cantika terdiam, lalu mengangguk pelan. Pilihan ini jauh lebih baik, meski tipis sekali bedanya dengan apa yang ia hindari.

"Bagus." Mami Viola tersenyum lebar, lalu menepuk tangan Cantika. "Mami percaya kamu bisa. Wajahmu polos, itu nilai jual. Om-om suka tipe kayak kamu. Malam ini... kamu coba dulu ya. Anggap saja latihan."

Detak jantung Cantika melonjak. "La-latihan?" ulangnya gugup.

"Ya," Mami Viola berdiri, meraih tangan Cantika lagi. "Ada tamu VIP di ruang sebelah. Tenang aja, kamu cuma duduk, ngobrol, temenin minum. Kalau gugup, biar Jesika dampingi."

Kaki Cantika mendadak lemas. Perutnya seperti diremas. Malam ini, jalan yang ia pilih akhirnya benar-benar dimulai.

1
menderita karena kmu
Ceritanya seru banget, jangan biarkan aku dilema menanti update 😭
evi evi: haha,,, siap kakak😀🤗
total 1 replies
Rukawasfound
Ceritanya keren, teruslah menulis thor!
evi evi: Terimakasih sudah mampir di cerita ku kk🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!