NovelToon NovelToon
Celine Juga Ingin Bahagia

Celine Juga Ingin Bahagia

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Trauma masa lalu
Popularitas:661
Nilai: 5
Nama Author: *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*

Celine si anak yang tampak selalu ceria dan selalu tersenyum pada orang-orang di sekelilingnya, siapa sangka akan menyimpan banyak luka?
apakah dia akan dicintai selayaknya dia mencintai orang lain? atau dia hanya terus sendirian di sana?
selalu di salahkan atas kematian ibunya oleh ayahnya sendiri, membuat hatinya perlahan berubah dan tak bisa menatap orang sekitarnya dengan sama lagi.
ikuti cerita nya yuk, supaya tahu kelanjutan ceritanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bohong!

Sekitar lima belas menit perjalanan mereka akhirnya sampai di sekolah Celine, karena sekolah Celine dan Anastasya berbeda jadi Celine diantar duluan lalu setelah nya Anastasya.

Sebelum turun Celine memandang ayahnya itu sebelum akhirnya mengucapkan selamat padanya "Selamat hari ayah, pa!" dia tersenyum manis padanya.

Damian hanya menatapnya dari kaca spion tengah dengan tatapan datar, tak ada senyuman tak ada suara hanya hening menunggu anak itu turun dari mobilnya.

Celine pun dengan hati-hati keluar dan mengambil tas nya, mengucapkan salam perpisahan meskipun tak ada balasan dari ayahnya, tapi dia cukup senang bisa melambaikan tangannya kepada ayahnya itu.

Mobil Damian kembali melaju di jalanan yang besar, meninggalkan Celine tanpa mengatakan sepatah katapun.

Celine yang baru masuk di gerbang sekolah langsung di sambut oleh satpam dan guru yang berjaga.

"Wah, Celine hari ini juga tampak rapi dan bersih seperti biasanya, ya" celetuk Bu guru bernama Claudia.

Celine memberikan senyuman manisnya mendengar itu "Terimakasih ibu guru, Celine senang karena ibu guru memperhatikan Celine" ucapnya dengan nada yang membuat Claudia gemas padanya.

"Kalau begitu langsung masuk ke dalam kelas, ya. Celine kan hari ini akan membacakan puisi, jadi Celine harus berlatih lagi agar tampil baik" ucap Claudia menyemangati nya.

Celine hanya mengangguk cepat pada ibu gurunya dan langsung berlari kecil masuk ke dalam sekolah menuju ke kelasnya.

Claudia adalah adalah satu-satunya guru di sekolah itu yang sangat dekat dengan Celine. Bukan semata-mata karena hubungan antara anak murid dan guru, tapi lebih daripada itu.

Claudia adalah guru olahraga di sekolah Celine, tapi dia juga adalah sahabat dari Isabella, mendiang ibunya Celine.

Dulu Isabella sengaja memasukkan Celine ke sekolah itu karena ada Claudia yang menjadi guru disana, dia berpikir Claudia akan bisa menjaga Celine dengan baik, bukan hanya sebagai guru tapi juga sebagai orang tua penggantinya di sekolah.

Claudia pun tahu sahabat nya itu sangat menyayangi putrinya, dan menerima permintaan Isabella untuk menjaga putrinya itu di sekolah.

...****...

Celine sibuk dengan bacaan puisinya, terus berlatih dan berlatih di kelas agar dia tampil dengan baik. Teman-teman nya juga mendukung nya, tak ada satupun dari mereka yang mengganggunya atau pun berisik di kelas.

Mereka memperhatikan bagaimana Celine berlatih dan membawakan puisinya dengan sangat bagus.

Dan ketika akhirnya dia menyelesaikan bait terakhir dari puisinya, suara tepuk tangan menggema di kelas mereka karena kagum pada Celine yang bisa membawakan puisi dengan sangat indah.

"Kamu sangat hebat, Celine!" ucap Mia teman sebangku Celine.

"Iya! Belum lagi kamu yang berani tampil di depan semua orang, kalau aku mana bisa seperti itu." celetuk Gabriel, teman yang duduk di depan Celine.

Mereka semua menatapnya dengan kagum karena Celine begitu berani dan juga pintar. Celine juga menjadi juara kelas di sekolahnya jadi tak heran mereka selalu seperti itu padanya.

...****...

Acara hari ayah yang diadakan di sekolah Celine akan dimulai pukul sepuluh pagi, dan para orang tua sudah berkumpul di aula sekolah.

Tapi Celine juga tampak cemas karena ayahnya tak terlihat dimana pun padahal jam sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang dua puluh.

Tak melihat ayahnya dimanapun dia sedikit sedih dan menghela nafasnya "Papa dimana, ya" dia mencari-cari keberadaan ayahnya itu di pintu masuk aula dan dia berdiri di ambang pintu.

Tak lama Celine di kagetkan oleh ibu gurunya, Claudia dengan menepuk bahu anak itu dengan pelan "Celine, sedang apa di sini?" tanya nya sedikit penasaran

Celine yang sudah tampak murung enggan menjawab pertanyaan dari Claudia, tapi Claudia tahu apa penyebabnya.

Sambil menghela nafas dia berjongkok di depan Celine dan menatap mata anak itu dengan lembut "Celine, kamu tidak perlu khawatir. Ibu tahu kamu sedang menunggu papa untuk datang, kan? Kamu bisa menunggu nya di balik panggung, semoga saja ketika Celine membacakan puisi dia sudah datang dan melihat Celine" ucapnya mencoba untuk menghibur.

Celine yang sebelumnya murung mendengar itu menjadi sedikit bersemangat. Dia mengangguk dan berjalan ke arah panggung di aula untuk bersiap-siap disana.

Claudia menatap kepergian nya itu, raut sedih tampak di wajahnya. Dia bisa merasakan kesedihan Celine dan dia pun tahu bahwa Damian ayahnya Celine tak akan datang untuk melihatnya.

Dua tahun ini juga sama seperti itu, setiap hari ayah para anak-anak akan bersua foto dengan ayahnya masing-masing. Sedangkan Celine hanya berdiri diam walaupun pada akhirnya Ricardo, pamannya Celine yaitu adiknya Isabella akan datang untuk menemaninya disana.

Claudia juga berharap agar tahun ini Ricardo akan datang untuk melihat Celine yang akan tampil untuk membacakan puisi. Karena Celine pasti akan sangat sedih tak ada satupun dari keluarga nya yang datang menemuinya.

Tak lama dari situ, akhirnya acara di mulai. Pembawa acara mulai menyapa para hadirin dengan kata sambutan.

Tapi setiap kalimat yang keluar hanya membuat Celine tampak cemas, bukan karena takut tampil di depan umum, tapi dia takut ayahnya tak datang kali ini untuk melihat nya.

Setelah kata sambutan selesai dibacakan akhirnya giliran Celine untuk membacakan puisi di depan semua orang.

Dia berjalan keluar dari belakang panggung menuju ke depan. Menatap para hadirin satu persatu, sampai matanya tertuju pada sosok yang tak dia sangka akan datang.

Bukan ayahnya ataupun ibu tirinya, tapi itu adalah Felix kakaknya yang duduk di bangku penonton dan tersenyum melihat nya.

Dan tunggu, di sebelah nya juga ada bibi Erina yang memberikan senyuman padanya sambil memberikan semangat lewat gerakan tangannya.

Celine yang tadinya cemas akhirnya merasa lega dan tersenyum dengan lebar melihat dua sosok itu, dengan percaya diri dia membacakan puisi sama seperti saat di kelasnya.

Semua orang terpana mendengar setiap kalimat dan bait dari puisi yang dia bacakan, sampai beberapa orang tua yang mendengar nya ikut terharu.

Setelah Celine membacakan puisi dia kembali ke belakang panggung dan sebelum dia pergi dia menatap kakak nya dan bibi Erina.

Tak lama acara berlangsung dengan penuh tawa dan haru dan pada akhirnya berada di penghujung acara, yaitu menyerahkan bunga kepada orang tua masing-masing. Anak-anak berdiri di atas panggung pertunjukkan, berbaris dengan rapi. Setelah aba-aba dari guru mereka, mereka mencari orang tua nya dan menyerahkan bunga itu pada mereka.

Tetapi berbeda dengan Celine, dia hanya terpaku diam di atas panggung menatap bunga di tangannya. Dia masih berharap ayahnya datang diakhir acara tapi, ternyata itu semua hanyalah khayalan nya saja.

Damian Vara yang merupakan ayahnya tak datang untuk menghadiri acara itu. Air mata berlinang, hampir jatuh membasahi pipinya sebelum akhirnya Claudia datang berjongkok di depannya sambil mengusap matanya dengan lembut.

"kamu tidak perlu khawatir sayang, masih ada kakak dan bibi Celine kan disana?" dia menatap dua sosok itu dari kejauhan.

Celine mengangguk, tapi tetap jelas terlihat kesedihan di wajahnya. "Tapi Bu guru Celine... Juga ingin papa datang ke sini..." suaranya bergetar menahan tangisannya.

Felix yang sadar dengan keadaan juga merasa sangat sedih melihat adiknya itu. Di kala semua anak-anak memberikan bunga pada orang tua mereka dan berpelukan dengan hangat, sedangkan adiknya menahan tangisannya karena ayah mereka tak datang.

Melihat pemandangan itu membuat hati Felix sakit dan amarah merayap ke tubuhnya, tangannya terkepal erat tapi bibi Erina yang melihat itu segera menenangkan nya.

"Sabar nak, kamu tidak boleh marah" sambil dia mengelus bahu Felix dengan perlahan.

Felix pun langsung tenang dan menghela nafas panjang "Aku tidak tahu, bi. Entah dimana salahnya adikku itu sampai papa sialan itu tak mau menemui anaknya." gerutunya dan langsung bangkit dari bangku menuju adiknya itu.

1
Musri
baru awal aja dh suka,mudah2n alur ceritanya bagus GK berbelat Belit...semangat Thur💪🫰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!