NovelToon NovelToon
Godaan Kakak Ipar

Godaan Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Pembantu
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Bagi Luna, Senja hanyalah adik tiri yang pantas disakiti.
Tapi di mata Samudra, Senja adalah cahaya yang tak bisa ia abaikan.
Lalu, siapa yang akan memenangkan hati sang suami? istri sahnya, atau adik tiri yang seharusnya ia benci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 – Sarapan yang Membakar Api

Matahari pagi menyelinap dari celah tirai jendela kamar utama, menebarkan cahaya hangat ke dalam ruangan. Burung-burung di taman depan mulai berkicau, tanda hari baru sudah dimulai. Namun di dalam kamar mewah itu, keheningan masih membungkus.

Di ranjang empuk dengan seprai sutra, Luna masih tertidur pulas. Rambut hitam panjangnya terurai acak, bibirnya sedikit terbuka, napasnya teratur. Meski wajahnya cantik, ada bayangan malas yang begitu jelas.

Di sisi lain, seorang pria sudah berdiri rapi di depan cermin besar. Samudra, sang suami, mengenakan jas abu-abu elegan. Dasi biru tua sudah terikat sempurna di lehernya. Ia menatap pantulan dirinya, lalu menghela napas panjang.

Sejak awal pernikahan mereka dua tahun lalu, satu hal yang selalu sama, Luna tidak pernah bangun pagi. Ia tidak pernah menyiapkan sarapan, tidak pernah melipatkan dasi, bahkan tidak pernah sekadar menyeduh kopi untuk suaminya. Semua kebutuhan rumah tangga diserahkan pada ART.

Samudra sudah lelah menaruh harapan. Bahkan jika ia sengaja membangunkan Luna, perempuan itu akan tetap enggan beranjak dari ranjang.

“Ya sudahlah,” gumamnya lirih. Ia meraih tas kerjanya. “Percuma.”

Tanpa membangunkan istrinya, Samudra keluar dari kamar, menutup pintu dengan hati-hati. Ia menuruni tangga besar menuju lantai bawah. Sepatu kulitnya beradu pelan dengan anak tangga marmer. Aroma makanan hangat menyambutnya. Ia sedikit mengernyit, ini hal yang jarang. Biasanya, di pagi hari hanya ada roti dingin atau makanan yang dipanaskan ART.

Sesampainya di ruang makan, matanya langsung menangkap sosok gadis muda yang sedang sibuk menata hidangan. Rambutnya dikepang sederhana, tubuhnya dibalut gaun rumah polos berwarna pastel. Wajah itu terlihat segar meski tanpa make up.

Senja.

Samudra sempat tertegun. Ingatannya melayang pada kejadian dini hari tadi, pelukan salah sangka yang membuatnya malu sekaligus canggung.

Senja pun terkejut melihat kehadiran Samudra. Tangannya yang sedang menaruh mangkuk sup di meja hampir gemetar. Ia buru-buru menunduk, tidak berani menatap langsung. Pipinya memanas, jantungnya berdetak lebih cepat.

“Selamat pagi, Mas Samudra,” sapanya pelan.

Samudra berdeham, berusaha menyembunyikan keterkejutan. “Pagi, Senja. Kamu... bangun sepagi ini?”

Senja mengangguk sopan. “Iya. Aku sudah terbiasa, Mas. Sejak di rumah, setiap hari aku yang menyiapkan sarapan untuk Ayah.”

Samudra berjalan mendekat, menatap meja yang kini penuh dengan hidangan sederhana tapi terlihat menggugah selera. Ada nasi hangat, sup bening dengan potongan sayur, dan telur dadar.

“Jadi... kamu yang menyiapkan ini semua?”

“Tidak ada salahnya aku membantu,” jawab Senja lembut, masih menunduk. “Toh aku tinggal di sini, setidaknya aku bisa melakukan sesuatu.”

Samudra terdiam. Dalam benaknya, tanpa sadar ia membandingkan Senja dengan Luna. Dua perempuan yang sama-sama cantik, sama-sama memiliki sorot lembut di mata mereka. Tapi mengapa Senja bisa bangun pagi, menyiapkan sarapan, sementara istrinya sendiri tidak pernah?

Ia segera menggeleng pelan. "Tidak. Tidak pantas aku membandingkan. Apalagi... dengan adik iparku sendiri."

Samudra duduk di kursi utama, meletakkan tas kerjanya di samping. Senja kembali ke meja dapur, menyeduh kopi panas untuknya. Aroma kopi segar segera memenuhi ruangan.

“Ini kopinya, Mas,” ucap Senja, meletakkan cangkir di meja makan. Ia hendak kembali ke dapur, melanjutkan pekerjaannya. Namun suara Samudra menghentikannya.

“Senja.”

Gadis itu berhenti, menoleh pelan. “Iya, Mas?”

“Temani Mas sarapan.”

Senja langsung panik. Ia menggeleng cepat. “Tidak, Mas. Aku takut Kak Luna marah. Lagipula, aku tidak lapar.”

Namun Samudra tersenyum samar, tidak mendengarkan penolakannya. Ia menarik kursi di sampingnya. “Duduklah. Mas tidak suka makan sendiri.”

“Ka...”

“Duduk.” Suaranya tegas, membuat Senja terdiam.

Akhirnya, dengan langkah ragu, Senja mendekat dan duduk di kursi sampingnya. Ia merasa sungkan, tapi tak bisa menolak lebih jauh.

Mereka mulai sarapan bersama. Sesekali Samudra menanyakan hal-hal ringan tentang kebiasaan Senja di rumah, tentang makanan yang biasa ia masak untuk ayahnya. Senja menjawab seperlunya, sopan dan singkat. Meski canggung, ada ketenangan aneh yang menyelimuti meja makan pagi itu.

Namun ketenangan itu tidak berlangsung lama.

Dari arah tangga, terdengar suara langkah hak tinggi yang beradu dengan marmer. Tak lama kemudian, muncullah sosok Luna. Rambutnya sudah disisir rapi, wajahnya terpoles make up sempurna. Gaun modis membungkus tubuhnya, tas branded menggantung di lengannya.

Pemandangan yang tidak biasa. Luna bangun pagi.

Namun saat matanya menatap ke meja makan, langkahnya berhenti mendadak. Kedua matanya membelalak, wajahnya memerah.

Suaminya, Samudra sedang duduk sarapan... bersama Senja.

Amarah seketika menyambar. “SENJA!” teriak Luna lantang.

Senja tersentak, tubuhnya menegang. Ia belum sempat berdiri ketika Luna sudah menghampiri, menarik lengannya dengan kasar.

“Berani-beraninya kamu duduk semeja dengan suamiku!” bentak Luna.

“Ka- Kak Luna, aku...”

“Diam!” Luna mendorong Senja keras hingga tubuh gadis itu jatuh terjerembab ke lantai marmer. Punggungnya menghantam keras, rasa sakit menjalar ke pinggang.

“LUNA!” suara Samudra menggelegar, mengejutkan keduanya.

Samudra segera bangkit, menghampiri Senja dan menolongnya berdiri. Tangannya menahan lengan adik iparnya yang gemetar. Sorot matanya penuh kekhawatiran.

Sementara itu, wajah Luna semakin merah melihat suaminya lebih dulu menolong Senja. Namun sebelum ia menjerit lagi, ia menangkap ekspresi marah di wajah Samudra. Amarah itu bukan main-main.

Cepat-cepat Luna mengubah sikap. Ia mendekat, tersenyum manis seolah-olah yang baru saja terjadi hanyalah salah paham kecil. “Sayang... maaf. Aku tidak sengaja. Aku kira tadi ada perempuan asing yang mendekatimu. Aku khawatir... makanya refleks begitu.”

Samudra menatapnya tajam. “Luna...”

Luna langsung bergelayut manja di lengan suaminya, mencoba meredakan. “Maaf ya, jangan marah. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Ia bahkan meraih tangan Senja, pura-pura mengusapnya. “Maaf juga, Senja. Kakak salah paham.”

Senja hanya diam, menunduk sambil menahan sakit di pinggang.

Samudra menarik napas panjang. “Lain kali, jangan gegabah. Aku mengenalmu sebagai perempuan lembut, Luna. Jangan tunjukkan sisi lain yang tidak perlu.”

Luna tersenyum manis, mengangguk. “Iya, Sayang. Aku janji.”

Setelah ketegangan mereda, Samudra duduk kembali. Ia menatap istrinya yang kini sudah duduk di kursi lain, bergaya seolah tak ada yang terjadi.

“Ngomong-ngomong, Luna... kenapa kamu bangun pagi? Tidak biasanya.”

Luna tersenyum, memainkan rambutnya. “Aku ada janji dengan geng arisan. Mereka sudah menunggu. Jadi aku harus rapi lebih awal.”

Samudra mengernyit tipis. “Arisan lagi?”

“Sayang...” Luna menggenggam tangannya manja. “Boleh aku minta tambahan uang? Ada barang bagus yang harus aku beli.”

Samudra terdiam sejenak, lalu merogoh dompetnya. Ia mengeluarkan satu kartu tambahan, menyerahkannya pada Luna. “Gunakan dengan bijak.”

Luna mencium pipinya sekilas. “Terima kasih, Sayang. Kamu memang suami terbaik.”

“Kalau begitu, ayo aku antar sekalian. Kantorku searah.”

Luna buru-buru menggeleng. “Tidak usah. Aku takut kamu terlambat kerja. Aku bisa naik mobil sendiri.”

Samudra menatapnya sebentar, lalu mengangguk. “Baiklah.”

Tak lama kemudian, ia pamit meninggalkan rumah lebih dulu.

Begitu pintu rumah menutup dan mobil Samudra melaju pergi, Luna yang masih duduk manis di kursinya perlahan menoleh ke arah Senja.

Wajah manisnya berubah dingin. Senyumnya lenyap, berganti tatapan tajam penuh kebencian. Ia berdiri, melangkah mendekati Senja yang masih memunguti pecahan gelas kecil di lantai.

Dengan suara rendah namun menusuk, Luna berbisik di telinga adik tirinya.

“Dengar baik-baik, Senja. Jangan pernah coba mendekati suamiku. Sekali lagi aku lihat kamu duduk semeja dengannya, aku pastikan hidupmu akan lebih sengsara dari neraka. Mengerti?”

Senja menelan ludah, menunduk dalam, tak berani melawan. Pinggangnya masih sakit, namun lebih sakit lagi rasanya melihat kebencian yang begitu nyata di mata Luna.

Hari itu, Senja semakin yakin, bahwa rumah besar ini bukanlah tempat tinggal... melainkan penjara yang dipenuhi api.

1
Ariany Sudjana
semoga samudra lekas tahu bahwa Luna selama ini selingkuh dari samudra, dan selama ini hanya ingin harta samudra saja. dan setelah samudra tahu yang sebenarnya, jangan sampai senja yang jadi sasaran Luna, kasihan senja dan samudra, ga tega lihatnya selalu jadi sasaran kemarahan Luna , yang sudah ga waras
Ariany Sudjana
eh Luna udah gila yah, yang buat samudra jadi ilfil kan Luna juga, selama ini ga mau melayani samudra, bahkan suami sakit, Luna milih jalan-jalan ke Bali, sama selingkuhannya. yang urus samudra sampai sembuh ya senja sendiri. jadi jangan salahkan senja dong. ini samudra belum tahu istrinya selingkuh, kebayang kalau tahu, seperti apa reaksinya samudra
Ariany Sudjana
bagus samudra, jangan mau masuk dalam jebakan Luna, dia tidak mencintaimu, hanya ingin harta saja, dan sekarang dia butuh 500 JT itu. dan di hati Luna hanya ada Arjuna , pasangan selingkuhnya
Ariany Sudjana
Luna juga kan selingkuh, jadi maling jangan teriak maling dong
Ariany Sudjana
saya sih ga salahkan senja atau samudra yah, kalau Luna bisa menghormati samudra selaku suami, mungkin ga akan terjadi. tapi Luna juga malah selingkuh, belum tahu saja Luna, kalau dia juga hanya dimanfaatkan saja sama selingkuhannya
Ariany Sudjana
di rumah ada cctv kan? coba samudra lihat kelakuan Luna terhadap senja, kalau Luna pas di rumah
Ariany Sudjana
semoga saja Dewi bisa menemukan dengan siapa Luna di restoran itu, dasar Luna bodoh, belum sadar hanya dimanfaatkan sama Arjuna
Bunda SB: namanya juga cinta kak🤭
total 1 replies
Ariany Sudjana
samudra harusnya jujur sama mama kandungnya, jangan takut nanti irang tuanya akan membenci Luna. kan memang selama ini Luna yang ga mau punya anak? kalau memang nanti orang tuanya samudra jadi benci sama Luna, ya itu urusan Luna
Ariany Sudjana
semoga samudra bisa melindungi senja, karena Luna begitu jahat dan licik, dan kalau Luna tahu apa yang terjadi selama dia di Bali, pasti senja akan disiksa habis sama Luna
Ariany Sudjana
saya sih ga menyalahkan kalau sampai samudra dekat sama senja. lha punya istri, tapi istri ga pernah memperhatikan dan mengurus suami, apalagi pas suami lagi sakit. Luna malah sibuk dengan selingkuhannya.
Ariany Sudjana
apa Luna punya selingkuhan? sehingga begitu dingin sama samudra, suaminya sendiri.
Ariany Sudjana
di rumah ga ada cctv? sampai samudra begitu percaya sama Luna
Ariany Sudjana
samudra jangan percaya begitu saja sama Luna, senja sampai pingsan karena ulah Luna, si nenek lampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!