Ketika sedang dihadapkan pada situasi yang sangat sulit, Farida Agustin harus rela terikat pernikahan kontrak dengan seorang pria beristri bernama Rama Arsalan.
Bagaimanakah kehidupan keduanya kelak? Akankah menumbuhkan buih-buih cinta di antara keduanya atau justru berakhir sesuai kontrak yang ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Bagaikan Mimpi
Tiga hari berlalu, tepat hari ini Farida akan menikah dengan Rama secara agama dan tertutup. Dengan riasan yang sederhana dan mengenakan kebaya putih peninggalan sang ibu, Farida duduk di samping Rama yang siap mengucap ijab kabul.
"Ya Allah, aku tahu ini salah, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan selain menjalani kisah yang entah akan seperti apa ke depannya. Aku hanya ingin kesembuhan untuk Rian, apa pun akan kulakukan meski harus mengorbankan kebahagiaanku," batin Farida.
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah."
Farida tak kuasa menahan air matanya setelah para saksi mengucap kata 'sah'. Dokter Ilham yang kebetulan menjadi saksi dari pihak Farida, nampaknya juga mengerti apa yang tengah dirasakan anak dari temannya itu.
Usai ijab kabul dan penghulu sudah pergi, Rama mendatangi Farida yang duduk bersama Dokter Ilham di ruang tamu apartemen yang akan ditinggali Farida.
"Maaf, bisa saya bicara berdua dengan Farida?" Rama meminta izin pada Dokter Ilham agar diberikan waktu untuk berbicara empat mata.
"Silakan." Paham akan situasi saat itu, Dokter Ilham bergegas meninggalkan sepasang suami istri itu.
Rama mengempaskan pelan tubuhnya di dekat Farida, tetapi masih berjarak.
"Ingat, Rida! Jangan sampai ada yang tahu tentang hal ini. Kalau sampai ada yang tahu dan menimbulkan masalah, maka kamu yang akan menanggung akibatnya. Dan satu lagi, jangan pernah berhubungan dengan lelaki manapun selagi kontrak di antara kita belum berakhir."
"Baik, Tuan. Saya akan mengingat perjanjian ini."
"Bagus. Persiapkan dirimu untuk malam nanti karena saya tidak ingin ada alasan penolakan belum siap."
Usai mengatakan itu, Rama langsung pergi meninggalkan Farida di apartemen. Sementara itu, Farida menghela napas berat karena harus menjalani kehidupan yang baru, tentunya kehidupan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.
"Semangat, Farida. Kamu pasti bisa melewati semua ini dengan semestinya," ucap Farida menyemangati dirinya sendiri.
Farida beranjak menuju kamar yang akan dia tempati, lalu membersihkan diri karena dia ingin ke rumah sakit untuk menunggu sang adik yang hari ini menjalani operasi pengangkatan tumor di otak.
***
Di depan ruang operasi, Farida menunggu dengan gelisah. Bibirnya tak berhenti menggumamkan doa agar operasi berjalan lancar dan sang adik lekas diberi kesembuhan.
Tiga jam kemudian, pintu ruang operasi sudah terbuka. Dokter Ilham keluar dari ruang operasi dengan wajah yang lesu.
"Dokter, bagaimana kondisi Rian?" tanya Farida.
"Untuk kondisi belum bisa dipastikan karena masih harus dipantau secara berkala. Dan untuk operasi, berjalan lancar tanpa kendala. Jadi, banyak-banyak berdoa untuk kesembuhan Rian."
"Baik, Dok."
Saat hendak kembali ke dalam ruang operasi, Farida menghentikan langkah kaki Dokter Ilham.
"Dokter, tolong rahasiakan tentang masalah saya dari siapa pun, termasuk Rian."
Dokter Ilham menepuk pelan lengan Farida seraya tersenyum tipis. "Kamu tenang saja, saya pasti bisa menjaga rahasia. Tapi ... kalau nanti Rian bertanya saat kamu sudah hamil bagaimana?"
Seketika Farida langsung mematung, dia tak memikirkan hal itu karena saking fokusnya agar Rian bisa secepatnya menjalani operasi.
"Dokter benar, apa yang harus saya katakan pada Rian nantinya? Jika saya mengatakan yang sebenarnya, dia pasti akan sangat kecewa dengan keputusan yang saya ambil." Jalan pikiran Farida seolah sudah buntu dan tak menemui titik terang.
"Masih ada waktu untuk memikirkan alasan yang tepat, Rida. Maaf karena saya tidak bisa banyak membantu kamu."
"Tidak apa-apa, Dokter. Selagi saya mampu, apa pun akan saya lakukan."
......................
Siang pun berganti malam, Farida yang kini berada di kamar terlihat berjalan mondar-mandir karena gugup sekaligus takut. Sebab malam ini akan menjadi malam di mana dia menyerahkan sesuatu yang dijaganya selama ini.
Tak berselang lama, Rama yang baru pulang dari kantor langsung mencari keberadaan Farida. Perlahan dia berjalan mendekati Farida yang berdiri di dekat ranjang.
"Sudah siap untuk malam ini?" tanya Rama dengan suara pelan.
"S-sudah, Tuan." Farida menjawab pertanyaan Rama tanpa berani menatap wajahnya.
Rama menyentuh dagu Farida kemudian mengangkat wajahnya agar bisa saling bertatapan.
"Bagus. Tunggu di sini, lima menit lagi saya akan kembali. Jangan lupa pakai ini." Rama memberikan sebuah paperbag kecil pada Farida, lalu dia keluar dari kamar utama menuju kamar yang ada di dekat ruang tamu.
Farida membuka paperbag itu lalu mengambil sesuatu yang ada di dalamnya. Alangkah terkejutnya, isi di dalam paperbag itu adalah sebuah lingerie berwarna merah maroon yang sangat transparan.
"A-apa ini? Apa aku harus memakai baju seperti ini?" gumam Farida.
Lima menit berlalu, Rama sudah kembali ke kamar utama dengan wajah yang segar sehabis mandi, sedangkan Farida masih duduk di tepi ranjang dengan baju tidurnya.
"Kenapa belum ganti pakaian?" tanya Rama.
"Maaf, Tuan, saya tidak terbiasa memakai pakaian seperti yang Tuan berikan tadi."
"Maka dari itu, biasakan mulai saat ini juga. Cepat ganti bajumu, atau saya akan mencabut fasilitas perawatan adikmu di rumah sakit," ancam Rama.
"Jangan, Tuan. Saya akan ganti bajunya."
Tak ingin Rama benar-benar bertindak seperti yang dikatakan, Farida bergegas ke kamar mandi lalu mengganti baju yang dipakainya.
Sembari menunggu istri mudanya itu berganti pakaian, Rama merebahkan tubuhnya di ranjang dengan satu tangan menutup kedua matanya.
Tak lama terdengar bunyi pintu kamar mandi terbuka, Rama yang semula berbaring seketika langsung duduk dan menatap Farida tanpa berkedip. Terlihat jakunnya naik turun saat melihat penampilan sang istri yang mengenakan lingerie, sangat pas sesuai lekuk tubuhnya.
"Ke marilah." Rama menggerakan telunjuknya, mengisyaratkan pada Farida agar mendekat.
Setelah berada tepat di hadapannya, Rama langsung menarik pinggang Farida dan menjatuhkannya di ranjang.
"T-Tuan." Farida berusaha menutup tubuh bagian bawah yang sedikit terlihat karena tindakan Rama.
"Saya tidak menerima penolakan, Farida. Jadi, malam ini kamu harus siap melakukan tugasmu."
Rama pun mengungkung tubuh Farida lalu mulai menciumi seluruh wajahnya tanpa ada yang terlewat. Dan ciumannya berakhir pada bibir ranum sang istri.
Untuk pertama kalinya, Rama merasakan sensasi yang berbeda saat bersama Farida. Dirinya seakan tak bisa mengendalikan hasrat yang cukup lama terpendam karena harus berjauhan dengan istri pertamanya.
Namun, saat hendak memulai permainan, tiba-tiba saja ponsel Rama yang berada di nakas berdering. Semula dia mengabaikan dering ponselnya, tetapi ponsel kembali berdering hingga beberapa kali.
"Sial, siapa yang berani menggangguku?" umpat Rama lalu segera mengambil ponselnya.
Sementara Farida langsung menutup tubuhnya dengan selimut saat Rama mengambil ponsel.
Raut wajah Rama seketika berubah panik saat tahu yang meneleponnya adalah Nadia.
Dia segera mencari tempat yang tak menimbulkan kecurigaan pada Nadia, barulah menjawab panggilan telepon itu.
"Ada apa, Nad?"
"Kamu di mana? Kenapa rumah sepi?"
Jantung Rama seolah berhenti berdetak ketika mendengar ucapan sang istri.
"Aku sedang di luar. Apa kamu sudah pulang?"
"Iya, aku udah pulang. Tadinya mau kasih kejutan buat kamu, tapi kamu malah nggak ada di rumah. Cepetan pulang, sebelum aku berubah pikiran dan balik lagi ke luar negeri."
"Oke-oke, aku pulang sekarang."
Setelah panggilan terputus, Rama kembali mendekati Farida yang masih berbaring dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya.
"Aku pergi dulu. Besok pagi aku akan kembali lagi. Jadi, kamu tidak boleh keluar ke manapun."
Rama mengecup pelan dahi Farida, membuat siempunya langsung terpaku. Usai berpamitan, Rama langsung pergi meninggalkan apartemen dan bergegas pulang ke rumahnya.
"Kenapa dia bersikap seperti seorang suami yang sesungguhnya?" batin Farida.