NovelToon NovelToon
Kos-kosan 99 % Waras

Kos-kosan 99 % Waras

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Komedi / Misteri
Popularitas:887
Nilai: 5
Nama Author: Poying22

Selamat datang di Kos-kosan 99% Waras, tempat di mana hidup anak rantau terasa seperti sinetron komedi tanpa sutradara.
Di sinilah bowo tambun si mafia mie instan, Doni si gamer , Salsa si konten kreator sok hits, dan Mbak Ningsih si dukun Excel harus bertahan hidup di bawah aturan absurd sang pemilik kos, Bu Ratna alias Bu Komando.
Aturannya sederhana tapi kejam: siapa minum terakhir wajib ganti galon, sandal hilang bukan tanggung jawab kos, dan panci kotor bisa langsung dijual ke tukang loak.
Setiap hari ada saja drama: dari listrik mati mendadak, mie instan dimasak pakai lilin, air galon jadi rebutan, sampai misteri sandal hilang yang bikin satu kos ribut pagi-pagi.
Tapi di balik semua kekacauan itu, ada juga kisah manis yang tumbuh diam-diam. Doni dan Salsa yang awalnya hobi ribut urusan sepele malah sering kejebak momen romantis dan konyol. Sementara Bowo yang doyan ngegas gara-gara mie justru bikin cewek kos sebelah penasaran.
Satu hal yang pasti,
Bukan nilai kuliah atau ujian online yang jadi tantangan terbesar anak-anak ini, tapi bertahan hidup di kos dengan 99% kewarasan,dan penuh misteri.bagaima kelanjutan kisah percintaan mereka? stay tune guysss

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poying22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Turun ke Ruang Bawah Tanah

Suara hujan sudah tidak terdengar lagi, ketika mereka akhirnya berdiri di depan pintu menuju ruang bawah tanah. Cahaya lampu lorong kos temaram, hanya senter-senter mereka yang memberi cahaya. Udara dingin menusuk sampai ke tulang.

Doni memegang kunci kuno erat-erat. “Ini dia. Kita mulai dari sini.”

Bu Ratna berdiri di sampingnya, wajahnya serius. “Kunci itu dulunya dipakai kepala administrasi. Ibu juga baru pertama kali akan melihat langsung ruang ini.”

Bowo mengangkat termosnya sejenak seperti bersulang kecil. “Oke Mafia Mie, saatnya main level baru.”

Salsa menarik napas panjang, tangan gemetar memegang kamera. “Aku rekam mulai dari sini.”

Rian menyesuaikan helm proyeknya, lampu kepala menyala terang. “Aku di belakang Doni, aku akan cek struktur jalannya.”

Mbak Ningsih menggendong tas laptop berisi peta digital. “Aku paling belakang ya, mencatat jalurnya.”

Doni menunduk pada kucing gembul yang sudah siap di bawah tangga. “Cong, kamu yakin mau ikut?”

Pocong mengeong pendek lalu menuruni anak tangga lebih dulu seolah jadi penunjuk jalan. Bulu putihnya tampak seperti menyala di cahaya senter.

Doni memutar kunci di lubang tua itu. Suara klik logam yang lama tidak terbuka terdengar nyaring di antara suara hujan. Pintu besi berat itu bergeser, udara lembap bercampur debu keluar seperti napas yang lama terpendam.

Salsa menelan ludah. “Baunya… kayak ruang bawah rumah sakit.”

Bu Ratna menutup hidungnya dengan masker. “Itu bau obat dan jamur lama. Pakai masker kalian sekarang.”

Mereka semua segera mengenakan masker dan sarung tangan.

Tangga beton menurun curam, remang-remang dengan bercak lumut di dinding. Rian menyinari setiap langkah dengan lampu kepala, matanya tajam mencari retakan. “Hati-hati di anak tangga ketiga, agak licin.”

Bowo menahan napas, menggenggam tali pita penanda yang tadi ia bawa. “Aku ikat pita di sini ya, supaya jalan pulangnya jelas.”

Salsa merekam sambil berbisik, “Ini kayak film found footage.”

Mbak Ningsih melirik layar tablet, peta digitalnya bergerak mengikuti jalur GPS yang kadang putus. “Sinyal makin lemah. Kita nggak bisa mengandalkan internet.”

Bu Ratna berjalan pelan di tengah. “Jangan ada yang terlalu cepat. Ikuti langkah Doni.”

Mereka akhirnya sampai di lorong bawah tanah. Dinding-dindingnya masih berlapis ubin putih pudar, beberapa bagian retak dan berlumut. Lampu neon lama yang sudah mati menggantung di atas kepala, goyang terkena hembusan angin.

Doni menyalakan lampu sorot. Cahaya putih menyapu sepanjang lorong, menyingkap pintu-pintu kecil berkarat di kiri kanan. “Ini persis seperti di foto.”

Rian mejongkok sebentar, mengetuk beton dengan kunci pas yang ia bawa. “Sebelah kiri retak parah, jangan dekat-dekat. Kita lewat kanan sesuai denah.”

Bowo menempelkan pita penanda ke pipa tua. “Oke, jalur pulang aman.”

Bu Ratna menyentuh dinding perlahan, matanya menerawang. “Ibu pernah lewat sini waktu masih muda, tapi cuma sampai ujung. Setelah itu dilarang.”

Salsa menyorotkan kamera ke wajah Bu Ratna. “Bu, ini pertama kalinya kita buka pintu ruangan dalam ya?”

Bu Ratna mengangguk pelan. “Iya, dan Ibu pun belum tahu apa yang akan kita temukan.”

Pocong kucing gembul berhenti mendadak di depan sebuah pintu besi besar dengan simbol merah yang pernah mereka lihat di sebelahnya. Ekor kucing itu mengembang, mengeong panjang seperti memberi peringatan.

Doni memandang simbol itu dengan wajah serius. “Ini dia… pintu ke ruang penyimpanan obat eksperimen.”

Salsa berbisik, “Ini momen paling penting…”

Rian menempelkan telinganya ke pintu, mendengar sesuatu. “Sunyi… tapi hawa di baliknya lebih lembap. Harus hati-hati saat di buka.”

Bu Ratna menaruh tangan di bahu Doni. “Kalau kamu merasa nggak aman, kita bisa kembali kos saja, Nak.”

Doni mengangguk. “Iya Bu.” Ia mengangkat kunci kuno lagi, jari-jari sedikit gemetar. “Sekali lagi pastikan semua siap?”

“Siap.” suara mereka serempak.

Bowo menarik napas panjang, tangannya tetap memegang pita penanda. Mbak Ningsih memegang tablet erat-erat. Salsa mengatur fokus kameranya. Rian menyiapkan helm dan lampu kepala, kucing Pocong duduk tepat di depan pintu seolah jadi penjaga.

Doni mendekatkan kunci ke lubang kunci yang penuh karat. Hening sejenak, hanya suara hujan samar dari atas dan degup jantung mereka masing-masing.

“Kita buka bersama-sama,” kata Doni lirih.

“Buka,” jawab mereka pelan.

Suara logam tua berdecit, mengiringi awal perjalanan mereka ke ruang rahasia yang selama ini hanya mereka dengar dari berkas dan cerita.

Kunci berputar sekali, dua kali. “Krek…” bunyi yang panjang memantul di lorong sempit itu. Semua menahan napas. Dari celah pintu keluar hembusan udara lembap yang lebih pekat, seperti udara dari ruang yang sudah lama terkunci.

Pocong kucing gembul mundur setapak, bulunya berdiri semua. Ia mengeong pelan, nada suaranya seperti merengek. Salsa otomatis menurunkan kamera sebentar. “Cong… kenapa?”

Rian menyalakan headlamp lebih terang, sorotnya diarahkan ke celah pintu. “Udara di dalam lebih dingin, Rasanya kayak ruang vakum lama.”

Bu Ratna menyesuaikan masker di wajahnya. “Pelan-pelan tarik napasnya, Nak. Udara di sini bisa saja penuh debu atau spora.”

Doni menarik gagang pintu pelan. “Satu… dua… tiga…” Pintu berkarat itu bergerak sedikit demi sedikit, sendi-sendinya berdecit panjang. Aroma logam tua, karbol, dan sesuatu yang asing menerpa wajah mereka.

Di balik pintu, suasananya gelap pekat. Cahaya senter mereka hanya mampu menembus sedikit, menyingkap ruangan luas berlantai ubin abu-abu dengan bayangan peralatan medis tua yang berjejer rapi, seolah ditinggalkan begitu saja. Pada dinding masih terpasang poster peringatan bertuliskan huruf merah besar:

RUANG ISOLASI DILARANG MASUK TANPA IZIN.

Bowo berbisik, “Astaga… ini kayak laboratorium film horor…”

Salsa kembali mengangkat kamera, tangan nya terlihat gemetar, “Semua terekam,,,semua terekam..

Rian melangkah dengan hati-hati ke ambang pintu, mengetuk lantai dengan sepatu safety-nya. “Lantainya masih kuat. Tapi jangan jalan terlalu jauh dulu.”

Mbak Ningsih menatap layar tablet, sinyalnya langsung hilang. “Nggak ada GPS sama sekali di sini.”

Bu Ratna memandang sekeliling, wajahnya pucat. “Ruang ini lebih luas dari pada yang Ibu bayangkan.

Doni menatap kunci kuno di tangannya, lalu berjalan ke arah ruangan gelap itu. “Oke teman-teman,kita sudah sampai Mulai dari sini kita berjalan pelan-pelan. Jangan ada yang pisah. Semua ikuti aba-aba.”

Pocong kucing gembul duduk tepat di ambang pintu, ekornya bergoyang. Sorot matanya menatap ke dalam ruangan, seolah mengenali sesuatu yang tak terlihat oleh manusia.

Mereka melangkah masuk satu per satu ke dalam ruangan yang sejak puluhan tahun terkunci rapat itu. Lampu senter mereka seperti coretan-coretan cahaya di atas kanvas gelap, menyingkap sedikit demi sedikit rahasia yang selama ini tersembunyi di bawah kos bekas rumah sakit itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!