"Hai, aku gadis matematika, begitu Sora memanggilku."
Apa perkenalan diriku sudah bagus? Kata Klara, bicara seperti itu akan menarik perhatian.
Yah, selama kalian di sini, aku akan temani waktu membaca kalian dengan menceritakan kehidupanku yang ... yang sepertinya menarik.
Tentang bagaimana duniaku yang tak biasa - yang isinya beragam macam manusia dengan berbagai kelebihan tak masuk akal.
Tentang bagaimana keadaan sekolahku yang dramatis bagai dalam seri drama remaja.
Oh, jangan salah mengira, ini bukan sekedar cerita klise percintaan murid SMA!
Siapa juga yang akan menyangka kekuatan mulia milik laki-laki yang aku temui untuk kedua kalinya, yang mana ternyata orang itu merusak kesan pertamaku saat bertemu dengannya dulu, akan berujung mengancam pendidikan dan masa depanku? Lebih dari itu, mengancam nyawa!
Pokoknya, ini jauh dari yang kalian bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jvvasawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 | PERSIAPAN MISI
Harap bijaksana dalam membaca, karya ini hanya lah fiksi belaka, sebagai hiburan, dan tidak untuk ditiru. Cukup ambil pesan yang baik, lalu tinggalkan mudaratnya. Mohon maaf atas segala kekurangan, kecacatan, dan ketidaknyamanan, dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala dukungan; like, vote, comment, share, dan sebagainya, Jwasawa sangat menghargainya! 💛
Selamat menikmati, para jiwa!
...
Informasi dari salah satu temanku tentang kisah percintaan seorang Zofan lantas membuat kami serentak ber-oh ria, memberi reaksi spontan.
Ada yang wajahnya tampak serius, ada yang wajahnya mengungkapkan ketertarikan terhadap gosip barusan, dan ada pula yang memasang ekspresi geli mendengar berita yang mungkin menurutnya dramatis.
“Bagaimana mereka bisa tahu kalau itu kekasih Zofan?”
“Karena Zofan sempat menciumnya di parkiran itu!”
“Ew!” sahut beberapa temanku serentak, sementara aku hanya bisa melongo.
“Iya! Sampai ada fotonya, dan itu sudah tersebar di antara para penggemarnya, bahkan dari berbagai sudut! Aku tak mengira kalau kumpulan penggemar seorang Zofan ternyata seniat itu. Tidak hanya penggemar dia, sih, tapi tiga-tiganya; Zofan, Nero, dan Bian.”
Sama seperti reaksi teman-temanku yang lain, kepalaku hanya menggeleng tak percaya dengan apa yang kudengar. Aku jadi teringat saat pertama kali aku menceritakan tentang mereka, yang kupikir drama seperti itu hanya terjadi di depan kamera, di dalam layar televisi.
Pasti para penggemar Zofan sedang patah hati sekarang. Malangnya mereka, haha.
“Baiklah! Kesimpulannya, aku jadi bisa leluasa menggemari hubungan Sora dan Natarin! Yay!” sorak teman bersuara cemprengku, yang kembali mendapat reaksi salah tingkah tak tertahan dariku.
A – aku punya pendukung?
“Aku … aku, kan, jarang bicara dengan Sora. Bagaimana kau bisa berpikir kami akan bersama?”
Mata temanku memicing padaku, “ayo lah, Nata. Aku bisa lihat bagaimana kau melihat Sora~ kalian memang jarang interaksi, tapi matamu itu tak bisa berbohong, kau tahu?” godanya, membuatku membelalak. Jadi, yang pernah Zofan katakan tempo lalu itu benar? Apa semua orang menyadarinya?
“Matamu tak pernah lepas dari Sora setiap ada kesempatan!”
“Benar kata Rina! Dan kau sering kali terluka begitu Sora muncul. Padahal, kalau dia sedang tidak terlihat, kau sehat dan tak pernah terlihat ceroboh seperti itu.”
Teman-temanku bersorak setuju begitu mendengar pernyataan itu, bahkan salah satunya menyahut, “ya, ya! Sangat setuju! Aku tak bisa bayangkan manusia yang begitu teliti seperti Nata bisa sampai ‘ceroboh’ tanpa sebab, tanpa alasan, tanpa tujuan! Kecuali, seorang Natarin memang merencanakannya~”
Rencanaku … bocor dengan sendirinya?! Mau dibawa ke mana mukaku ini? Astaga, Tuhan, malu sekali!
“A – ah, sudah lah! Ayo kita kembali, sebelum bel sekolah bunyi lagi. Aku malas kalau keseruan kita sudah diganggu bel sekolah!” timpalku berkilah asal.
Lekas saja kutarik bergantian lengan teman-temanku sambil berdiri, sebagiannya lagi – yang tak bisa kujangkau – hanya kuajak dengan gerakan tangan.
Begitu semuanya berdiri, kami bergegas meninggalkan kantin yang mulai sepi.
Kusempatkan melihat ke arah meja Zofan tadi, dan bahkan sudah tak ada orang juga di sana. Ketiga lelaki itu, ditambah Cika, sudah lebih dulu beranjak dari sini.
∞
Sambil kami berpencar kembali ke kelas masing-masing, dengan Kinat yang berjalan beriringan di sampingku karena kami teman sekelas, aku menyempatkan diri membaca pesan dari Zofan yang belum sempat kubuka tadi – gara-gara berujung menggosipi orangnya.
Mengingat sifat dan tingkah Zofan yang bermulut berisik itu, aku jadi penasaran, sosok seperti apa yang berhasil menjinakkan dia?
Tapi, menurutku, memang sangat cocok kalau dia berkencan dengan perempuan yang lebih tua, atau setidaknya yang lebih dewasa. Pasti akan lebih mudah menaklukkan kepribadian Zofan yang kekanakan seperti bocah SD itu, jika pasangannya dewasa.
Akibat tak fokus sepanjang jalan kembali ke kelas, akhirnya aku baru berhasil membaca pesan dari Zofan setelah duduk di bangku kelas.
Isi pesannya: “Loh, loh?! Kau tega sekali? Jangan ngambek begitu! Soal yang kubilang di mobil tadi, tentang nenek, yah … dia memanipulasi emosimu dengan kekuatannya. Aku tidak tahu pasti alasannya, tapi aku yakin dia lakukan itu supaya kau tidak membantuku. Dia secara sadar dan sengaja membuatmu takut. Apa ini cukup untuk membuatmu tetap mau membantuku?”
Lalu, ada lagi pesan yang tadi dia kirimkan saat aku di kantin. Bunyinya: “Kau sudah baca pesanku belum? Jangan-jangan, kau masih merasa takut? Seharusnya sudah tidak. Kan Sora sudah hilangkan efeknya?”
Juga disusul balon pesan lainnya: “Dulu aku sempat kena pengaruh nenek juga, gara-gara aku menemukan gulungan kertas itu dan menanyakannya pada nenek. Aku jadi takut juga sepertimu kemarin, makanya aku tahu kalau nenek melakukannya padamu juga.”
Oh, bagaimana nenek melakukannya? Lalu, apa setelah itu Zofan sembuh dengan sendirinya, atau ada yang membantunya? Seperti Sora yang membantuku terlepas dari pengaruh nenek.
Sayangnya, pesan Zofan berakhir sampai di situ saja.
Secara keseluruhan, sih, sudah menjawab pertanyaan utama yang menyangkut di pikiranku sejak kemarin, walau aku jadi semakin penasaran dengan urusan Zofan dan gulungan kertas misteriusnya itu.
Tentu masih banyak pertanyaan baru lainnya yang bermunculan di kepalaku, dan, untuk mendapat jawaban yang lebih memuaskan, jelas saja aku harus melanjutkan perjalanan membantu Zofan ini. Jadi, keputusanku sudah bulat untuk membalas pesan Zofan tanpa ragu.
Di kolom pesannya, aku mengetik: “akan kubantu, tapi ada bayarannya. Kau harus memberiku imbalan, dan salah satunya adalah, dengan ceritakan secara lengkap tentang aksi kita ini. Kalau kau ingkar, akan kusebarkan ke seluruh dunia!”
Pesan terkirim!
Aku juga menambah balon pesan baru: “Oh iya, dan seperti yang kubilang tadi, aku tahu di mana letak gulungan kertas yang nenekmu sembunyikan itu. Aku tak tahu bagaimana menjelaskannya lewat ketikan, jadi lebih baik kita bicarakan langsung. Akan sangat membantu jika ada Sora juga.”
Akhirnya kusampaikan hasil pengamatanku selama di rumah tua kemarin – tempat kediaman nenek Zofan.
Ting!
Balasan dari Zofan, dan aku hanya menyeringai tipis membacanya dalam hati, tapi kemudian senyumanku pudar membaca kalimat terakhir.
“Cih. Yang terakhir itu modusmu saja, Natarin! Ayo bertemu di kafe dekat sekolah, nanti sore, dan tidak ada Sora,” begitu bunyi teks yang tertera di balon pesannya.
Apa? Tidak!
Segera kubalas pesannya: “Kalau begitu, bicara di kelasku saja setelah pulang. Kau pasti tak bolehkan aku membawa teman, dan aku tak mau hanya berdua denganmu! (dan penggemarmu yang terus mengintil)”
Zfn Angktn : “Baiklah! Nanti sore aku langsung ke kelasmu, dan tetap tidak ada Sora. Dia tidak datang ke sekolah hari ini, dan aku tidak tahu ke mana.”
Dengusan kasar lepas dari indra pernapasanku.
Pantas dia tidak terlihat seharian ini. Apa dia baik-baik saja?
Oh, atau mungkin dia terlambat bangun seperti Klara? Dan aku.
∞
Sesuai kesepakatan, aku dan Zofan bertemu di kelasku seusai jam sekolah. Sudah pasti menunggu keadaan sepi untuk bisa membicarakan urusan kami, lebih tepatnya urusan Zofan. Kita semua tahu, dia sangat merahasiakan misinya ini.
Setelah yakin keadaan sudah aman, langsung saja kusampaikan segala yang kuketahui dari hasil pengamatanku saat di rumah nenek Zofan tempo lalu.
Seperti yang sudah kutebak, Zofan kaget mendengar pengakuanku tentang gulungan kertas yang kemungkinan bisa berjumlah lebih dari satu buah, yang semuanya tersembunyi di satu ruangan yang sama dengan tempat dia mencari kemarin.
Meski itu baru dugaanku saja, masih berdasarkan kejanggalan yang kutemukan dari beberapa titik sudut rumah nenek Zofan, tapi tak ada salahnya memastikan. Kalau pun bukan gulungan kertas itu yang didapat nanti, mungkin saja ada sesuatu penting lainnya tersembunyi di sana.
“Oke! Aku akan memeriksanya lagi sepulang ini. Terima kasih, Nata!”
Decihan samar kulontarkan melihat reaksi antusias Zofan, “aku perlu ikut lagi?”
Sambil mengutak-atik ponselnya, entah melakukan apa, Zofan menggeleng cepat tanpa melihatku. Wajahnya tampak sangat serius, seakan ada proyek besar yang sedang menunggunya.
Dia menjawab sekenanya dengan “tidak usah, kali ini aku akan diam-diam dari nenek,” lalu berlari tergesa-gesa meninggalkan kelasku.
Aku masih diam untuk beberapa detik melihat tingkahnya, kemudian kedua bahuku terangkat tak acuh.
Baru saja aku berniat mengemas barangku, tiba-tiba pintu kelas kembali terbuka dengan kepala Zofan yang menyembul di baliknya. “Aku akan mengabarimu setelah aku mendapatkan ketiga gulungan kertas itu, bersiap lah!”
Pernyataannya lekas membuat keningku mengernyit, aku hampir lupa kalau masih ada yang harus kulakukan untuk bocah bemulut remix itu.
Bola mataku memutar sebal, menyadari aku masih harus berurusan dengannya sampai beberapa waktu ke depan.
Ah, sudah lah, terserah dia saja. Aku tinggal meminta pertanggungjawaban darinya nanti, kalau terjadi sesuatu padaku selama menjalankan misinya itu. Yang penting, aku tahu dulu, rumus apa yang ada di dalam gulungan kertas itu.
Jujur, di dalam lubuk hatiku, aku juga sedikit antusias dengan rasa penasaranku. Kalau rumus-rumus itu memang melegenda, ini bisa jadi kesempatanku pula untuk meningkatkan level kemampuanku.
...
Bersambung