Terpaksa menikah dengan CEO tampan? Rasanya tak mungkin. Siapa yang tidak ingin dinikahi CEO tampan? Mungkin tidak ada wanita yang akan menolak.
Tapi menjadi istri kedua dan hanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga sang CEO dengan istri pertamanya? Hanya untuk melahirkan keturunannya? Hanya untuk diabaikan dan direndahkan? Siapa yang akan bersedia?
Allena, benar-benar terpaksa menikah dengan CEO tampan itu. Dan mulai menjalani hidup sebagai istri kedua yang diabaikan dan harus melahirkan keturunan sang CEO.
Apakah Allena bisa bertahan menjalani rumah tangga yang penuh derita itu atau beralih pada CEO lain yang juga tampan dan tulus mencintainya?
Sebuah karya untuk Lomba Menulis bertema
#Berbagi Cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alitha Fransisca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 ~ Menerima ~
Valendino melamar Allena, gadis itu tidak sanggup menahan tangisnya. Ada rasa ingin bebas dari pernikahan yang membuatnya sangat menderita. Namun, Allena teringat siapa dirinya, gadis miskin yang sudah tidak suci lagi. Valendino yang sama sekali tidak tahu status Allena yang telah menikah selalu beranggapan gadis itu masih gadis perawan.
Valendino berjanji akan setia menunggunya hingga Allena siap menerimanya. Sambil memeluk gadis yang dicintainya itu, Valendino kembali menyodorkan cincin itu ke hadapan Allena. Gadis itu hanya menatap cincin itu ragu-ragu.
Valendino merenggangkan pelukannya lalu meraih tangan Allena. Saat menyelipkan cincin itu Allena menarik tangannya. Valendino kecewa, namun tetap berusaha membujuk.
"Kak Valen akan menyesal memilihku. Aku tidak pantas untukmu. Kakak pasti bisa menemukan gadis yang lebih baik dariku," ucap Allena tersenyum namun air mata mengalir dari sudut matanya.
Valendino tidak tahu apa yang menghalangi Allena menerimanya. Laki-laki itu bertanya namun tidak mendapat jawaban. Allena tidak bisa menjelaskan situasinya. Zefran tidak ingin pernikahannya diketahui teman-temannya, Allena terpaksa ikut menutupinya.
Valendino meletakkan cincin itu di atas etalase lalu melangkah meninggalkan toko. Allena mengambil cincin itu dan menahan tangan Valendino. Allena mengembalikannya namun Valendino tidak mau menerima.
"Aku tidak mengambil lagi apa yang telah aku berikan," ucap Valendino.
"Kak, aku tidak bisa menerimanya," ucap Allena sambil menangis.
"Kalau begitu buang saja," ucap Valendino berbalik menatap Allena.
Gadis itu menunduk menangis sesenggukan. Allena bingung harus bagaimana, membuang cincin itu jelas tidak mungkin, menerimanya pun dia tidak sanggup. Valendino kembali merasa iba dan memeluk gadis itu.
Allena, Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tidak terbuka padaku? Aku akan menerimamu apa adanya, batin Valendino.
"Aku tidak akan memaksa menikahimu sekarang," ucap Valendino mengulang janjinya agar hati gadis itu merasa tenang.
"Kakak akan menungguku sampai kapan pun? Tapi aku takut akan mengecewakanmu," ucap Allena menatap lurus ke mata Valendino.
Valendino menatap mata yang berlinang air mata itu.
"Menolakku sekarang sudah pasti mengecewakanku. Dengan menunggumu aku masih punya harapan. Tidak apa-apa menyuruhku menunggu, aku suka melakukannya untukmu," ucap Valendino sambil membelai rambut Allena dan menghapus air matanya.
Valendino mengambil cincin itu dan ingin menyelipkannya ke jari manis Allena namun Allena kembali menarik tangannya.
"Aku tidak bisa memakainya, maafkan aku," ucap Allena.
"Tapi kamu mau menerimanya 'kan?" tanya Valendino.
Allena mengangguk, Valendino mencari cara agar Allena bisa menyimpannya.
Allena tidak ingin jarinya memiliki cincin, ada apa sebenarnya? batin Valendino bertanya-tanya.
Tapi laki-laki itu tidak peduli lagi, yang terpenting baginya Allena mau menerima. Valendino melihat sebuah tali kur berwarna hitam, laki-laki itu tersenyum. Mengambil tali itu dan memasukkan cincin kedalamnya kemudian mengikatnya.
Laki-laki itu tersenyum sambil mengalungkan tali dengan liontin cincin itu. Allena menatap cincin itu sambil tersenyum. Valendino senang melihat senyum gadis itu telah kembali.
Valendino menarik Allena ke balik rak-rak bunga, segera laki-laki itu menempelkan bibirnya ke bibir Allena. Allena memejamkan mata, Valendino memeluknya erat dan ciumannya pun semakin dalam. Nafas mereka memburu, rasanya sangat ingin melakukannya lebih lama namun napas mereka telah tersengal-sengal. Valendino memeluk gadis yang dicintainya itu.
"Terima kasih sayang, hari ini adalah hari yang paling bahagia dalam hidupku," ucap Valendino dengan dada yang turun naik karena tersengal-sengal.
Allena menempelkan pipinya di dada laki-laki itu, menatap kosong ke depannya. Allena tidak tahu apa yang akan terjadi. Allena ingin bersama laki-laki yang mencintainya, mengharapkannya, menginginkannya.
Allena mengangkat wajahnya menatap laki-laki yang tersenyum padanya itu. Allena memejamkan matanya sekilas terbayang wajah suaminya. Laki-laki yang diharapkan dapat mencintainya karena takdir yang membuat mereka menjadi suami dan istri.
Namun, takdir tidak selamanya sesuai dengan harapan. Allena tidak bisa mengharapkan cinta dari suaminya. Namun justru mendapatkannya dari Valendino. Allena ingin membalas cinta laki-laki itu dan berusaha melenyapkan bayangan Zefran dari dalam hatinya. Berusaha mencintai Valendino dengan sepenuh hatinya.
Di sore hari, setelah jam kerjanya habis gadis itu pamit pada pemilik toko. Berjalan pelan menyusuri trotoar menuju halte bus. Allena dikagetkan oleh Valendino yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Gadis itu langsung mengurut dadanya.
"Sini aku bantu urut," ucap Valendino mengulurkan tangannya.
Allena langsung menepuk tangan itu sambil tertawa. Valendino berakting menangis seperti anak kecil. Allena tertawa. Laki-laki itu meraih tangan kekasihnya lalu berjalan menyusuri trotoar itu.
"Kakak ke sini naik apa?" tanya Allena.
"Mobil," jawab Valendino singkat.
"Terus sekarang mobilnya di mana?" tanya Allena lagi.
"Disana," jawabannya sambil menunjuk ke arah belakang.
"Mobilnya di sana kok malah jalan ke sini?" tanya Allena.
"Mau ikut kamu, kemana pun arahmu aku akan ikut denganmu," ucap Valendino sambil tersenyum.
"Itu salah, mobil Kakak ada di sana harusnya Kakak berjalan ke arah sana. Jika arahku berbeda dengan arah Kakak jangan diikuti. Kita pisah di sini saja," ucap Allena lalu melambaikan tangannya dan melanjutkan langkahnya seorang diri.
Valendino masih berdiri mematung memandangi Allena yang berjalan pelan seorang diri.
"Aku tidak peduli Allena, meski mengikutimu membuat aku salah arah. Aku bahagia berjalan di arah yang salah tapi tetap bersamamu daripada berjalan ke arah yang benar namun semakin menjauh darimu!" teriak Valendino.
Membuat langkah Allena terhenti, lalu membalik badan ke arah Valendino. Laki-laki itu setengah berlari melangkah ke arah Allena.
"Jika kita beda arah yang perlu kamu lakukan adalah tetap di sini dan menungguku. Aku akan memutar arahku agar bisa searah denganmu," ucap Valendino lalu berlari sekencang-kencangnya ke arah mobilnya.
Valendino berhenti di samping mobilnya dan menoleh ke arah Allena. Laki-laki itu bahagia karena melihat Allena yang masih berdiri di sana. Segera laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya dan memutar arah. Berhenti di depan Allena lalu turun dari mobilnya. Valendino membukakan pintu mobil untuk Allena, gadis itu langsung menggeleng dengan wajah panik.
"Aku tidak akan mengantarmu pulang, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," ucap Valendino sambil mengangguk.
Mendengar itu Allena akhirnya masuk ke mobil, Valendino kembali menutup pintu mobil lalu berjalan ke sisi yang lain. Tersenyum pada Allena saat dirinya telah duduk di belakang kemudi. Allena membalas senyum laki-laki tampan itu.
Valendino mendekat ke arah Allena, gadis itu diam membeku. Wajah Valendino mendekat dan semakin dekat, Allena menahan nafasnya. Laki-laki itu meraih seat belt dan bantu memasangnya. Allena menghembuskan napas lega, Valendino tertawa.
"Kita mau ke mana Kak?" tanya Allena.
"Nanti kamu juga tahu," ucap Valendino
Laki-laki itu menghentikan mobilnya di sebuah toko ponsel lalu keluar dari mobil. Allena diam di mobil karena mengira Valendino ada keperluan sebentar di toko ponsel itu. Tapi Valendino telah berdiri di samping pintu mobil dan membukakan pintu untuk Allena.
Gadis itu bingung namun akhirnya turun dari mobil. Valendino menekan tombol mengunci dan meraih tangan Allena untuk masuk ke dalam toko ponsel yang besar itu. Valendino tak melepaskan tangan gadis itu sedetik pun, Allena akhirnya mengikuti kemana pun langkah kaki Valendino.
Laki-laki itu memilih sebuah ponsel keluaran terbaru.
"Kamu suka yang ini?" tanya Valendino.
Allena yang asyik melirik ponsel-ponsel yang terpajang, terkejut saat Valendino mengajaknya bicara.
"Apa?" tanya Allena.
"Ponsel ini, apa kamu suka?" tanya Valendino kembali bertanya.
"Ah, tidak," ucap Allena kemudian memalingkan wajahnya.
Mendengar jawaban Allena, Valendino dan SPG itu merengut.
"Kamu ingin model yang lain?" tanya Valendino.
"Tidak, aku tidak membeli ponsel," ucapnya kembali melihat ke arah lain.
Valendino menarik bahu Allena agar menghadap ke arahnya.
"Sayang, aku butuh sebuah ponsel untukmu. Aku selalu menyesal karena tidak bisa menghubungimu. Jadi tolong pilihkan satu untukku," ucap Valendino.
"Aku tidak butuh ponsel," ucap Allena pelan.
"Tapi aku butuh untuk menghubungimu," ucap Valendino dengan wajah yang memohon.
Ekspresi Allena menunjukkan kebingungan. Akhirnya Valendino memilihkan ponsel keluaran terbaru dengan warna yang cocok untuk seorang gadis. Valendino menekan nomor ponselnya di kontak ponsel baru itu. Setelah bergetar laki-laki itu menyimpan nomor kontak baru itu ke ponselnya.
"Aku sudah menyimpan nomor ponselku di sana." Allena menerima ponsel itu dengan ragu-ragu. Valendino tersenyum lalu melingkarkan tangannya di pinggang Allena dan mengajaknya ke kasir untuk membayar tagihannya. Di depan toko, Valendino kembali meraih tangan Allena untuk melangkah kembali ke mobil. Allena duduk tertunduk.
"Kakak tidak perlu membelikan aku ponsel ini," ucap Allena pelan hampir tak terdengar.
"Aku ingin mengenalkanmu pada keluargaku," ucap Valendino.
"Apa?" teriak Allena panik.
"Kenapa Allena? Aku hanya ingin orang tuaku tahu kalau aku telah memiliki seseorang yang berarti dalam hidupku," ucap Valendino.
Mendengar ucapan Valendino bukannya membuat Allena tenang namun semakin membuat gadis itu terlihat panik. Air matanya bahkan langsung meleleh.
"Ada apa Allena?" ucap Valendino yang heran melihat sikap gadis itu.
"Jangan Kak, aku tidak pantas bertemu dengan mereka. Mereka akan membenciku, mereka tidak akan menerima perempuan sepertiku. Aku miskin, pekerjaanku memalukan. Mereka pasti akan memaksa kita berpisah," ucap Allena dengan air mata yang mengalir deras.
Valendino meraih tubuh Allena dan mendekap dalam pelukannya.
"Kamu terlalu banyak menonton drama, orang tuaku bukan orang yang seperti itu. Mereka tidak menilai orang dari hartanya. Dan yang terpenting dari itu mereka percaya sepenuhnya pada pilihanku," ucap Valendino pasti.
"Tapi mereka tidak tahu kalau kakak akan memilih perempuan sepertiku. Karena mereka tidak menyangka kalau kakak akan memilih seorang pelayan Night Club," ucap Allena semakin kuat menggelengkan kepala.
"Allena tenanglah, orang tuaku telah tahu pekerjaanmu. Mereka juga tahu kalau kamu berasal dari keluarga yang sederhana, aku telah menceritakannya. Tidak ada yang mempermasalahkan itu. Asalkan aku bahagia mereka akan mendukungku," ucap Valendino.
Allena tercenung, semua hal yang biasanya menjadi rintangan dalam suatu hubungan antara si kaya dan si miskin tidak menjadi masalah bagi keluarga Valendino.
Keluarga laki-laki itu justru penasaran ingin melihat gadis yang berhasil mencuri hati putra mereka. Valendino telah menceritakan semua yang dia tahu tentang Allena. Bagaimana mereka berkenalan dan kenapa Valendino menyukainya. Mereka mendukung dan penasaran ingin segera mengenal Allena.
"Jangan takut lagi, meski kita tidak bisa menikah dalam waktu dekat, tidak apa-apa. Aku dan keluargaku akan sabar menunggu. Hanya saja mereka benar-benar ingin berjumpa denganmu. Apa mungkin aku berlebihan bercerita? Hingga mereka begitu penasaran ingin bertemu denganmu," ucap Valendino sambil tertawa.
Allena diam menunduk tidak dapat berkata apa-apa lagi.
"Besok lusa mereka mengundangmu makan malam. Aku berharap bisa menghubungimu dan janjian di mana aku bisa menjemputmu," ucap Valendino.
Laki-laki itu merasa heran, Allena selalu menolak diantar pulang olehnya namun Valendino mengalah tidak mau memaksa jika Allena tidak bersedia diantar pulang olehnya.
Allena diam membisu, Valendino menggenggam tangan gadis yang dicintainya itu untuk memberi semangat dan kekuatan padanya. Agar Allena memiliki rasa percaya diri untuk bertemu dengan keluarganya.
Akhirnya Allena mengangguk, gadis itu pasrah. Jika takdir memang memberi kemudahan baginya untuk bersatu dengan Valendino maka keluarganya pasti akan menerima. Dan jika akhirnya keluarga itu membencinya Allena pun pasrah.
Valendino bahagia, Allena akhirnya setuju berkenalan dengan keluarganya. Mereka berembuk di mana Allena akan dijemput. Jam dan tempatnya pun telah mereka tentukan.
"Jika ada perubahan, kamu hubungi aku, Ok!" ucap Valendino yang dibalas dengan anggukan oleh Allena.
Valendino mengantar Allena hingga ke halte bus. Sebenarnya sedih meninggalkan gadis itu sendiri di situ, namun itulah yang diinginkan Allena. Valendino melajukan mobilnya menuju kediamannya. Di perjalanan laki-laki itu menghubungi Allena.
"Hati-hati di jalan ya sayang, sampai ketemu nanti malam di Night Club," ucap Valendino lalu menutup panggilan ponselnya sambil tersenyum.
Malam harinya di Night Club Luxury terlihat Valendino yang begitu bersemangat menceritakan perkembangan hubungannya dengan Allena.
"Kamu akan mengenalkan Allena pada keluargamu?" tanya Altop.
Valendino mengangguk pasti.
"Wow congratulation bro..," ucap Ronald.
Zefran diam sambil menahan geram.
Kamu pikir dia bisa kamu miliki? Allena itu milikku, dia istriku, dia tidak mungkin bisa bersamamu, jangan bermimpi Valen, batin Zefran dengan wajah tegang.
"Val, berarti kamu akan mengenal keluarganya juga?" tanya Ronald.
Valendino menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? Bukannya kamu menjemput Allena ke rumahnya? Tentu bisa bertemu dengan keluarganya," lanjut Altop.
"Dia sepertinya belum siap mengenalkan aku pada keluarganya. Kami janjian di taman kota, setelah jam kerjanya di toko bunga habis," cerita Valendino.
"Dia juga bekerja di toko bunga?" tanya Ronald kagum.
"Wow ... gadis yang pekerja keras," ucap Altop sambil menggelengkan kepala.
"Dia bahkan tidak mau bolos sehari pun demi uang kehadirannya. Dia ingin mengumpulkan uang itu untuk mengembalikan uang seseorang," jelas Valendino.
Mengembalikan uang seseorang? Apa maksudnya? Uang siapa yang ingin dikembalikannya? batin Zefran.
"Beruntung dulu kamu membelanya hingga dia tidak jadi dipecat dari sini," ucap Ronald.
"Ya, tapi untung juga Zefran tidak memperpanjang masalah. Kalau dia ngotot ingin memecat Allena, kasihan juga gadis itu," ucap Altop sambil tertawa.
Zefran masih penasaran dengan cerita Valendino tentang Allena yang ingin mengembalikan uang seseorang. Tapi tiba-tiba ponselnya bergetar.
Zefran membaca kontak yang menelponnya, ternyata Frisca yang menelpon meminta suaminya untuk meminum ramuan herbal itu.
"Kamu yakin? Apa pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Zefran melalui sambungan telepon.
"Ya sayang sebentar lagi aku pulang," ucap Frisca.
"Kalau begitu aku menunggumu di rumah," ucap Zefran.
"Jangan sayang, kita bertemu di kantormu saja. Aku ingin suasana yang lebih menantang. Aku ingin merasa seperti sekretaris yang berselingkuh dengan atasannya," ucap Frisca sambil tertawa.
Zefran juga ikut tertawa mendengar kelakar istrinya.
"Lagipula aku juga ingin mampir ke Luxury. Aku sudah lama tidak menyapa teman-temanmu," ucap Frisca.
"Baiklah aku tunggu sayang," ucap Zefran menutup sambungan teleponnya.
Tak lama kemudian Zefran beranjak dari tempat duduknya.
"Mau kemana?" tanya Altop yang selalu khawatir Zefran marah dan langsung pulang seperti sebelumnya.
"Toilet" ucap Zefran singkat.
Altop lega, Zefran pun melangkah ke toilet dan meminum ramuan herbal yang diberikan istrinya. Membuang botolnya ke tong sampah lalu kembali bergabung dengan teman-temannya. Berbincang ringan bersama teman-temannya sambil sesekali melirik ke jam tangannya. Zefran mulai resah. Laki-laki itu memutuskan menelpon istrinya.
"Kapan kamu ke sini?" tanya Zefran pada Frisca.
"Tunggu sebentar lagi, ada urusan mendadak," jawab Frisca dari seberang sana.
"Kalau begitu cepatlah selesaikan," ucap Zefran yang mulai kepanasan.
Laki-laki itu mulai melepas dasi, jas, melepas satu per satu kancing bajunya, mengeluarkan kemejanya. Namun rasa panas itu tetap terasa. Zefran menatap Allena yang datang menemui Valendino. Altop dan Ronald ingin mengucapkan selamat atas resminya hubungan mereka.
Allena melirik ke arah Zefran, sontak mengalihkan pandangannya setelah melihat mata Zefran yang menatap tajam ke arahnya.
"Kapan kalian akan berbaikan, Zefran, maafkanlah Allena. Dia ini sudah jadi pacar sahabat kita sekarang," ucap Altop yang melihat Zefran masih memandang sinis pada Allena.
Valendino tahu sejak awal bertemu mereka memang saling membenci. Valendino bertekad suatu saat akan mendamaikan mereka. Allena mengeluarkan ponsel barunya karena teman-teman Valendino meminta nomor ponsel gadis itu.
Valen membelikan ponsel untuknya, kurang ajar aku memberinya uang saku dan kartu kredit tanpa limit tapi dia justru menerima pemberian laki-laki itu? Kurang ajar kamu Allena, kamu sudah menghinaku, batin Zefran.
Laki-laki itu sudah tidak bisa menahan diri, kembali menelpon istrinya namun mendapat jawaban yang mengecewakannya.
"Aku tidak tahan lagi Frisca, cepatlah datang kesini!!!" ucap Zefran sambil mengatupkan giginya menahan amarah.
Allena pamit kembali bekerja, gadis itu kembali memunguti gelas-gelas yang kosong dan meletakkannya di bagian pencucian. Saat Allena kembali keluar, Zefran menarik lengannya dan menyeretnya keluar dari Night Club.
Valendino yang melihat kejadian itu langsung mengejarnya. Namun terlambat, Zefran dan Allena telah masuk ke dalam lift. Valendino menatap angka yang bergerak turun.
Kantor Zefran, apa yang dilakukannya? Kenapa membawa Allena ke sana? batin Valendino.
Penasaran laki-laki itu pun masuk ke dalam lift dan memilih lantai kantor Zefran. Laki-laki itu akhirnya kembali melihat Zefran dan Allena yang masuk ke dalam kantor Zefran. Kantor yang telah sepi itu membuat mereka leluasa masuk ke sana.
Valendino berdiri di balik dinding memperhatikan tingkah laku keduanya. Laki-laki itu terperangah dengan apa yang dilihatnya, Allena melepas seragamnya dan berdiri di hadapan Zefran. Zefran menarik tubuh gadis yang telah polos itu ke dalam pelukannya. Laki-laki itu langsung membenamkan bibirnya ke bibir Allena dengan begitu bernafsu. Zefran lalu membaringkan tubuh polos Allena di sofa.
...~ Bersambung ~...
kau surve 1000 pembaca lelaki
aku yakin 100% tidak akan ada mau punya istri kayak Alena
*istri tapi gampang meladeni pria lain
*istri tapi gampang kontak fisik (pelukan dengan pria lain, sudah tidak terhadap berapa kali Alena pelukan dengan pria lain
*istri yang tidak bisa menjaga perasaan suami dari cemburu
*istri yang lebih menentukan perasaan pria lain dari pada perasaan suaminya
*istri munafik suaminya cemburu dibilang cemburu buta tapi dia sendiri cemburu juga
*istri makan ada masalah sedikit pergi dari rumah, sudah dua kali Alena buat suaminya hampir mati karena kelakuan laknatnya
*fakta zebran sudah berkali makan hati dan mengeluarkan airmata karena Alena, dan sudah berap kalian zefran diremehkan dan direndahkan pria lain
*Alena istri yang tidak bisa menjaga harga diri suaminya didepan pria lain
wanita kayak gini yang kalian bangga kan
aku yakin 100% tidak akan ada lelaki yang mau punya istri kayak Alena
dan mirisnya novel ini membela dan membenarkan semua kelakuan Alena dan valen
jadi doaku semoga author dapat suami yang sifatnya kayak alena dan semoga author punya sahabat wanita yang sifat dan baiknya kayak valendino yang selalu baik dan perhatian pada suami author, amin
*saat Alena cembur 100% kesalahan zefran karena tidak bisa menjaga dan peka terhadap perasaan dan hati istrinya
kecemburuan Alena kalian benarkan, dan kalian menghujat zefran
*tapi saat zefran cemburu tetap 100% kesalahan zefran karena kalian anggap cemburu buta, tidak percaya istrinya,
otak egois kalian, kalian hanya pikir perasaaan Alena tapi kalian tidak sadar zefran juga punya perasaan.
suami mana tidak cemburu melihat istrinya dekat dengan pria lain bahkan sampai sering kontak fisik,
sadar tidak kelakuan Alena yang terlalu dekat pada lelaki lain itu juga melukai perasaan suami, ingat suami kalian juga punya perasaan
Thor pakai otak sedikit saja tempat kan lah salah ya salah benar ya benar jika zefran salah ya salah jika kelakuan Alena salah ya salah, jangan kalian selalu membela dan membenarkan kelakuan alena
salam akal waras wanita