Mantan pembunuh bayaran jadi pengasuh 4 anak mafia?
Selena Dakota, mantan pembunuh bayaran, mencoba mengubur masa lalunya dengan bekerja sebagai babysitter. Tapi pekerjaan barunya justru membawanya ke mansion Charlie Bellucci — mafia bengis yang disegani, sekaligus ayah angkat dari empat anak dengan luka masa lalu yang kelam.
Di balik peran barunya sebagai pengasuh, Selena harus berjuang menyembunyikan identitasnya. Namun semakin lama ia tinggal, semakin kuat tarikan gelap yang menyeretnya: intrik mafia, rahasia berdarah, hingga hubungan berbahaya dengan Charlie sendiri. Selena terjebak dalam dunia di mana cinta bisa sama mematikannya dengan peluru.
Bisakah Selena melindungi anak-anak itu tanpa mengorbankan dirinya… atau ia justru akan tenggelam dalam romansa terlarang dan permainan maut yang bisa menghancurkan mereka semua?
“Lakukan apa saja di sini, tapi jangan libatkan polisi.” Tegas Charlie Bellucci.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MMF — BAB 19
NEKAD & HUKUMAN YANG AKAN DATANG
Tatapan tajam dari pupil hijau Charlie membuat Selena mundur setapak. Nafasnya tertahan di tenggorokan saat pria itu tiba-tiba membuka pintu kamar dengan tenang — terlalu tenang untuk seorang yang baru saja memergokinya di depan pintu tengah malam.
Dari arah lampu redup ruangan, Selena bisa melihat dada bidang Charlie yang sedikit terbuka di balik jubah tidurnya. Garis ototnya samar terlihat saat pria itu menyilangkan tangan di dada, menatapnya seperti membaca isi pikirannya.
“Tidak… em, maksudku… ini soal Damian—”
“Dia memilih sesuai yang dia mau.” Suara Charlie datar, tenang tapi mengandung ancaman tersembunyi. “Dan perlu kuingatkan, jangan ikut campur.”
Nada itu membuat Selena menelan ludah. Ia tahu betul siapa Charlie Bellucci — mantan pewaris mafia Roma yang kini bersembunyi di balik topeng pebisnis properti, tapi masih memegang kuasa di dunia gelap.
Namun entah kenapa, saat pria itu berdiri hanya beberapa langkah di depannya, Selena merasakan sesuatu yang berbeda. Aura berbahaya yang bukan hanya menakutkan, tapi juga… memikat.
Ia menarik napas dalam-dalam. “Boleh aku mengatakan sesuatu, Mr. Charlie?”
“Bicara.”
“Apa tujuanmu merawat mereka?” tanya Selena hati-hati. “Apa kau ingin mereka tumbuh menjadi seorang pembunuh?”
Keheningan menyelimuti sejenak. Charlie menatapnya lama, pupil hijaunya seperti menembus kedalaman pikirannya. Dan jawaban yang keluar membuat darah Selena berdesir.
“Ya.”
Satu kata itu bagai petir yang menyambar di dada.
Selena tak bisa berkata-kata. “Kau… serius?” suaranya lirih.
Charlie melangkah maju perlahan. Setiap langkahnya berat, terukur, hingga jarak mereka hanya tinggal sejengkal.
“Dunia tidak butuh anak-anak lemah,” katanya rendah. “Aku tidak memelihara mereka untuk menjadi malaikat, Selena. Aku mengajari mereka bertahan hidup.”
Selena membalas tatapan itu. “Bertahan hidup, atau membalas dendam?”
Charlie diam. Tatapan mereka saling bertaut — tajam, penuh makna, dan tanpa kata-kata yang benar-benar menjelaskan.
Selena akhirnya mundur setengah langkah, berusaha menenangkan degup jantungnya yang mulai tak beraturan.
“Aku permisi.”
Namun sebelum sempat berbalik, suara berat itu kembali menghentikannya.
“Aku tidak menyuruhmu pergi.”
Selena menahan langkah. “Apa?”
Charlie menatapnya, wajahnya setengah tertutup bayangan lampu. “Jangan lupakan pertukaran hukuman yang kau ajukan.”
Jantung Selena berdetak cepat. Ingatan tentang perbincangan mereka siang tadi kembali — saat ia dengan berani mengatakan bahwa jika salah satu anak itu membuat masalah lagi, maka biarlah dia yang menanggung hukumannya.
“Aku tidak melupakannya, Mr. Charlie,” jawabnya pelan, menoleh sedikit. “Tapi sejujurnya, aku masih tidak tahu apa yang akan kau lakukan dengan ‘hukuman’ itu.”
Charlie mendekat, hingga aroma aftershave-nya menyentuh udara di antara mereka. Tangannya bertumpu di kusen pintu di sisi kepala Selena. “Hukuman tergantung pada kesalahan, bukan?”
Selena menatapnya dari bawah, merasa langkahnya terkunci. “Kau menakutiku.”
“Bagus,” bisik Charlie pelan, nyaris seperti racun manis. “Ketakutan membuat orang patuh.”
“Dan bagaimana kalau aku tidak takut?” Selena menantangnya, menatap balik dengan mata tajam.
Charlie menatapnya dalam diam. Sesuatu di antara mereka meletup tanpa suara — udara di koridor itu terasa lebih berat.
Selena bisa mendengar detak jantungnya sendiri, cepat dan tidak stabil.
“Tentu,” ucap Charlie akhirnya, suaranya turun menjadi lebih lembut. “Kalau begitu, kita lihat seberapa beraninya kau.”
Ia berbalik perlahan dan berjalan kembali ke dalam kamar, meninggalkan pintu sedikit terbuka. Selena masih terpaku di tempatnya, menatap punggung pria itu — tubuh tegap yang bergerak dengan wibawa seorang pemimpin, tapi juga misterius dan menakutkan.
“Tidurlah, Nona Dakota,” ucap Charlie tanpa menoleh. “Besok pagi kita akan bicara soal hukuman pertamamu.”
Selena akhirnya berbalik dan melangkah cepat menjauh, mencoba menenangkan dirinya. Tapi langkahnya berhenti di tangga besar ketika jantungnya belum juga mau tenang.
Sial. Pria itu… terlalu berbahaya.
Namun jauh di lubuk hatinya, ada bagian dari dirinya yang anehnya merasa hidup lagi — seperti sedang menari di tepi jurang.
Tak tinggal diam, Selena tak bisa tidur nyenyak saat dia masih menunggu kedatangan Damian dari luar sana. Sungguh, dia tahu bagaimana rasanya memburu dan diburu.
“Selamat malam!” kata Selena saat makan malam selesai. Clara dan Miles pasrah, hanya bisa menurut dan penuh tanya soal keberadaan Damian serta keadaan nya.
“Dia belum makan, apa kau tidak ingin membawakan makanan untuknya?” tanya Alma sebelum dia ke kamarnya.
“Who? (siapa)?”
“Charlie! Dia juga harus makan malam kan!” kata Alma tersenyum lebar dan ditatap oleh Selena dengan senyuman kecil.
“Aku ingin... Tapi aku juga tidak ingin membahayakan diriku sendiri!”
Mendengar itu Alma dan Selena sama-sama terkekeh kecil sehingga dari arah lain, Nora ikut tersenyum kecil melihat kedekatan anak itu dan Selena.
Dengan sopan dan senyuman lebar, Alma melambaikan tangannya ke Selena saat pelayan mengandeng nya dan mengantarnya ke kamar. Tentu, saat semua tugasnya sudah selesai, kini Selena harus keluar Mansion secara diam-diam.
“Apa ada sesuatu?” tanya Nora dengan kecurigaan.
Selena tersenyum dan menggeleng. “Tidak ada!”
Ya, jawaban singkat itu sudah berhasil membuat Nora pergi. Dan Selena segera meriah jaket hitamnya yang ia sembunyikan di bawah meja ruang tamu. Dengan bergegas dia keluar, namun bersamaan dengan itu, seseorang baru saja turun dari mobil hitam.
“Oh, hai! Selena!” sapa Isabelle tersenyum lebar.
“Yeah... Hai!”
Wanita berambut pendek itu berjalan menghampirinya dengan kerutan alis memperhatikan penampilan Selena. “Kau mau keluar?”
“Em... Iy—”
“Tenang saja. Aku tidak seperti Han dan Charlie! Pergilah, tapi aku tidak menjamin Charlie akan mengetahuinya. Dia memiliki banyak mata! Berhati-hatilah!” Jane Isabelle menepuk pundak Selena sembari masuk ke rumah mewah itu untuk keperluan bisnis.
Bukan waktunya untuk percaya atau tidak, yang penting saat ini dia harus segera keluar dari sana untuk menjemput seseorang yang bodoh dan keras kepala.
“Tuan Charlie yang menyuruhku!” kata Selena kepada penjaga gerbang Mansion yang seketika langsung membukakan gerbang untuk Selena.
Ya, dia memilih berjalan kaki dan akan naik taxi atau semacamnya. Namun kali ini Selena harus cepat karena langit yang sudah gelap.
Sementara di ruangan Charlie, Isabelle baru saja membahas sesuatu mengenai pelelangan yang dibuka oleh Jeniffer Jaitly secara mendadak. “Dia mengundang mu Tuan Charlie. Dan aku rasa ada sesuatu yang sebenarnya dia inginkan. Atau pancingan.” Kata Isabelle.
Pria tampan itu hanya diam menikmati minumannya sambil merokok santai di sofa singel nya. “Selagi dia tidak mengusik ku, aku tidak peduli.” Kata Charlie.
Isabelle menatap lekat bosnya seolah-olah ada sesuatu yang ingin dia katakan soal Selena. Namun ia urungkan kembali. “Bagaiman keadaan anak-anak? Aku lihat... Selena sangat berpengaruh terhadap mereka.”
“Ya.. Dia menggunakan kekerasan yang halus.”
Isabelle tersenyum kecil, dia dan Han juga sudah tahu soal Selena yang merupakan mantan pembunuh bayaran. Namun sama seperti Charlie, baik Han maupun Isabelle, keduanya hanya menunggu perintah dari Charlie Bellucci saja.
“Kau bertemu dengannya saat di luar?”
Seketika senyum Isabelle hilang saat Charlie kiji menatapnya tegas dengan pertanyaan yang seharusnya dia tutupi.