Menjadi seorang Guru adalah panggilan hati. Dengan gaji yang tak banyak, tetapi banyak amanah. Itulah pilihan seorang gadis bernama Diajeng Rahayu. Putri dari seorang pedagang batik di pasar Klewer, dan lahir dari rahim seorang ibu yang kala itu berprofesi sebagai sinden, di sebuah komunitas karawitan.
Dari perjalanannya menjadi seorang guru bahasa Jawa, Diajeng dipertemukan dengan seorang murid yang cukup berkesan baginya. Hingga di suatu ketika, Diajeng dipertemukan kembali dengan muridnya, dengan penampilan yang berbeda, dengan suasana hati yang berbeda pula, di acara pernikahan mantan kekasih Diajeng.
Bagaimana perjalanan cinta Diajeng? Mari kita ikuti cerita karya Dede Dewi kali ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dede Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Pingsan
Atas permintaan Mika, Diajeng turut serta mengantarkan Adnan ke rumah sakit, dengan mengendarai mobilnya. Karena Diajeng tidak bisa membawa mobil Mika maupun mobil Adnan. Sesampainya di rumah sakit, Mika segera mendampingi Adnan ke ruang tindakan, sedangkan Diajeng diminta petugas IGD untuk mendaftarkan pasien.
"Nama pasien?" tanya petugas pendaftaran.
"Adnan Heriyanto." jawab Diajeng tidak ragu. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat baginya mengenal sosok Adnan, sehingga sudah sangat hafal nama lengkap pria itu dalam benaknya.
"Tempat tanggal lahir?" tanya petugas itu lagi. Dan Diajeng bisa menjawab semua pertanyaan petugas itu, karena kartu identitas Adnan semua tertinggal di sekolah. Adnan keluar dari ruang guru tanpa membawa apa-apa, hanya ponsel di tangannya saja yang tadi sempat terjatuh karena pingsan.
Setelah mendaftarkan Adnan, Diajeng berpamitan kepada Mika untuk ke mushola terlebih dahulu, dan setelah itu dia langsung pamit untuk pulang, karena dia belum menunaikan ibadah sholat maghrib. Sedangkan waktu sudah hampir menjelang Isya', membuat Diajeng tidak menunggu waktu lama lagi.
Sepanjang perjalanan, Diajeng masih terus kepikiran dengan kondisi Adnan, tetapi di sisi lain, dia berusaha menampik hal itu karena sudah ada istrinya yang mendampingi.
"Assalamu'alaikum pak." salam Diajeng lemah sambil membuka pintu rumah.
"Wa'alaikumussalam warohmatullah. Baru pulang, Nduk?" tanya pak Sabari.
"Iya pak, maaf ya Diajeng pulang terlambat lagi." Diajeng memohon sambil mencium punggung tangan sang ayah.
"Ya wis, gapapa. Ayo makan dulu, tadi mbak Nul sudah memasak sayur untuk kita." kata pak Sabari menjelaskan bahwa ART mereka yang hanya membantu ketika pagi hingga sore saja itu, telah menyiapkan makan malam untuk Diajeng dan pak Sabari.
"Alhamdulillah, ya pak." jawab Diajeng yang langsung melangkah ke dapur untuk mencuci tangan, kemudian kembali ke meja makan untuk menyantap hidangan makan malam bersama bapaknya tercinta.
"Kok tumben sampai semalam ini, Nduk?" tanya pak Sabari.
"Iya pak, maaf. Tadi Mas Adnan pingsan, karena sakit, makannya Ajeng antarkan dia ke rumah sakit dulu." jawab Diajeng jujur.
"Innalillahi. Lalu sekarang Adnan sama siapa, Nduk?" tanya Pak Sabari yang memang belum mengetahui kalau Adnan sudah menikah. Seketika Diajeng baru teringat akan hal itu, Diajeng pun menjawab dengan sedikit tidak jujur.
"Oh, ya sama keluarga nya dong pak." jawab Diajeng.
"Oh, lalu bagaimana perkembangannya? Apakah sudah lebih baik?" tanya pak Sabari lagi dengan raut khawatir.
"Alhamdulillah sudah lebih baik pak." jawab Diajeng dengan kurang jujur, karena saat dia pergi dari IGD tadi, Adnan masih dalam keadaan tidak sadarkan diri.
"Syukurlah." jawab pak Sabari.
Makan malam kali ini, rasanya hambar bagi Diajeng, karena dia harus berbohong di hadapan bapaknya yang mengira bahwa hubungan dirinya dan Adnan baik-baik saja.
💜💜💜💜💜
Sedangkan di ruang IGD yang dingin karena AC, seorang wanita tampak sangat kecewa tatkala suaminya mengigau di ruang bawah sadarnya menyebut nama wanita lain. Nama yang terus disebut suaminya tak lain adalah mantan kekasihnya yang sudah lama mengisi hari-harinya.
"Ajeng..." begitulah terus Adnan mengigau di ruang bawah sadarnya. Dada Mika begitu bergemuruh, ingin rasanya lelaki dihadapannya dia pukuli, karena telah menyebut nama wanita lain di hadapannya.
Setelah pihak keluarga datang, karena panggilan dari Mika, merekapun juga terkejut tatkala Adnan menyebut-nyebut nama Diajeng dalam ketidaksadarannya.
"Siapa Ajeng?" tanya dokter membuat Mika dan bu Indri saling bertatapan.
"Ehm, temannya dok." jawab bu Indri dengan deheman.
"Oh, temannya ya? Apakah dia berada di dekat sini? Jika iya, bisa dipanggilkan dulu ya, supaya pasien bisa kembali sadar dari pingsannya." titah dokter Ridwan yang menangani Adnan.
"Baik dok." jawab Mika.
Mika dengan hati dongkol, meminta Diajeng untuk datang ke rumah sakit, karena kata dokter, pasien baiknya dipertemukan dengan orang yang bersangkutan, supaya pasien bisa segera sadar.
"Halo." panggil Mika.
'Ini siapa?'
"Mika."
'Mbak Mika? Ada apa mbak malam-malam menelpon saya?'
"Kamu ke RS sekarang ya, penting. Aku tunggu."
'Lah, tapi ini sudah terlalu malam mbak.'
"Saya ga peduli, pokoknya sekarang juga kamu kembali ke RS!"
Tanpa menunggu jawaban apapun dari Diajeng, Mika menutup panggilannya. Mika melihat ke ruangan Adnan yang masih dipasangi selang-selang medis.
Tak menunggu waktu lama, Diajeng sudah tiba di Rumah sakit dan menghubungi Mika. Mika mengarahkan Diajeng untuk menuju ruang rawat inap di lantai empat. Diajeng pun muncul di deoan lift, yang sudah Mika tunggu sejak tadi.
"Ada apa mbak Mika?" tanya Diajeng.
"Adnan terus memanggil namamu." jawab Mika dengan menahan amarah dalam dada.
"Terus? Apa hubungannya sama saya?" tanya Diajeng Heran.
"Ya kamu samperin dia lah, biar dia sadar!" jawab Mika dengan nada ketus, kedua tangannya dilipat di dada.
"Kamu mau minta tolong apa mau ngajak berantem?" tanya Diajeng mulai kehilangan kesabaran.
"Maksud kamu apa, hah?"
"Aku udah berbaik hati malam-malam ke sini, sampai sini kamu suguhi dengan muka kamu yang sinis begitu, ga minta tolong malah main suruh aja. Emang aku budakmu?" tanya Diajeng mulai tersulut emosi. Bagaimana tidak emosi, Diajeng masih lelah, baru pulang, makan, mandi sholat isya', dan bersiap melanjutkan pekerjaan akreditasi, tetapi justru diminta kembali ke Rumah Sakit tempat Adnan dirawat. Sesampainya di lokasi, dia justru di sambut dengan wajah tak bersahabat.
"Udah deh, ga usah banyak ngomong. Mending sekarang kamu temui mas Adnan, kamu buat dia sadar. Terus kamu boleh pulang." kata Mika.
"What? Kamu suruh aku temui dia, buat dia sadar? Hello, istrinya itu siapa? Kenapa harus aku yang maju?" protes Diajeng.
"Maaf, ini rumah sakit. Bisakah mbak berdia tidak membuat keributan di sini?" tegur seorang petugas jaga bangsal.
"Maaf." gumam Mika.
"Udah ayo, ikut aku." pinta Mika.
Dengan terpaksa, Diajeng mendekati tubuh Adnan yang tergeletak lemas diatas hospital bad. Diajeng berdiri disampingnya, namun belum berkata apapun. Diajeng menoleh ke arah Mika dan bu Indri, mantan calon mertuanya.
Diajeng Menundukkan tubuhnya, membisikkan suara di dekat telinga Adnan, menyebutkan namanya. Dan tiga kali mencoba, akhirnya benar kata dokter, Adnan sudah kembali dari pingsanya.