Kiara dan Axel berteman sejak kecil, tinggal bersebelahan dan tak terpisahkan hingga masa SMP. Diam-diam, Kiara menyimpan rasa pada Axel, sampai suatu hari Axel tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri. Tanpa memberitahu Kiara, keduanya tak saling berhubungan sejak itu. Beberapa tahun berlalu, dan Axel kembali. Tapi anak laki-laki yang dulu ceria kini berubah menjadi sosok dingin dan misterius. Bisakah Kiara mengembalikan kehangatan yang pernah mereka miliki, ataukah cinta pertama hanya tinggal kenangan?
*
*
*
Yuk, ikuti kisah mereka berdua. Selain kisah cinta pertama yang manis dan menarik, disini kita juga akan mengikuti cerita Axel yang penuh misteri. Apa yang membuatnya pindah dan kembali secara tiba-tiba. Kenapa ia memutus hubungan dengan Kiara?.
MOHON DUKUNGANNYA TEMAN-TEMAN, JANGAN LUPA LIKE, DAN KOMEN.
Untuk menyemangati Author menulis.
Salam Hangat dari tanah JAWA TENGAH.❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Story Yuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Godaan Gadis Polos
Kiara dan kedua orang tuanya masuk ke rumah, Adam dan Desy langsung duduk dengan rapi di ruang tengah, sementara Kiara duduk di hadapan mereka.
“Ara… maafin Bunda,” ucap Desy lirih, menatap sendu putrinya, jemarinya terus meremas selembar kertas yang mengguncang perasaan Kiara.
Kiara masih terdiam, wajahnya menunduk menyembunyikan air matanya yang nyaris terjatuh. Kedua tangannya terus menggenggam erat ujung bajunya, ia terus menggigit bibir bawahnya. Jujur saja, ia takut mendengar keputusan yang akan diambil oleh Ayah dan Bundanya.
“Ara… Ayah tahu, keputusan ini… kamu pasti menentangnya. Tapi nak, kami sudah cukup lama hiatus menjadi relawan, dan sekarang… mereka membutuhkan kami,” ujar Adam, bicaranya sangat hati-hati, takut akan membuat putrinya kecewa.
Desy lalu berdiri mendekati Kiara, ia menggenggam erat tangannya. “Tapi… kalau Kiara tidak setuju, Bunda akan membatalkan partisipasi. Bagi Bunda, Kiara yang lebih penting,” ucapnya dengan lembut, berusaha meyakinkan putrinya bahwa dialah yang paling berharga baginya lebih dari apapun.
Kiara masih tertunduk, “Ara… akan mengerti kalau Ayah dan Bunda mendiskusikannya dengan baik, tapi ini… lusa, itu sangat mendadak buat Kiara,” ucapnya terbata, tangisnya pecah malam itu. Tangisan kecewa sekaligus lega akhirnya bisa mengutarakan isi pikirannya di depan orang tuanya.
Ia memeluk bundanya dengan erat, seolah ingin menahannya agar tak pergi. Tapi sadar, menjadi relawan adalah tugas mulia yang harus mereka lakukan sebagai seorang dokter.
Adam tak kuasa menahan tangisnya, perlahan air matanya jatuh melihat kedua perempuan yang ia cintai berpelukan dengan haru, seolah menjadi tanda pamitan sebelum akan berpisah lama.
Dua bulan, waktu yang ditetapkan untuk Adam dan Desy bertugas di negara terpencil itu. Jelas saja bukan waktu yang singkat, Kiara harus menahan rindu selama itu seperti beberapa tahun lalu saat kedua orang tuanya aktif berpartisipasi menjadi relawan.
Malam itu akhirnya mereka berdamai, dan Kiara sudah merelakan kedua orang tuanya untuk mengemban tugas mulia di belahan bumi lain.
****
Dua hari kemudian, tiba keberangkatan Adam dan Desy.
Pagi itu riuh sekali, di rumahnya, Desy dan Adam tengah sibuk bersiap untuk keberangkatan. Kiara membantu mengemas perlengkapan ayah dan bundanya. Wajahnya tampak berbinar meski hatinya menyimpan rasa sesak mendalam.
“Bunda, sudah Ara kemas semua, dan ini kotak P3K sederhana,” ucapnya sembari menyodorkan sebuah kotak kecil berisi lengkap obat-obatan ringan.
Desy mengangkat alisnya, “Wah… Ara menyiapkan ini?” tanyanya menatap haru putri semata wayangnya itu.
Kiara mengangguk bangga, “Iya, Ara sengaja nyiapin ini, bunda sama ayah jangan sampai terluka disana,” sahutnya, meminta kedua orang tuanya untuk berhati-hati saat bertugas.
Adam langsung mendongak mendengar ucapan Kiara, ia melihat kotak kecil yang di dekap istrinya. “Ara benar, kita akan sangat butuh kotak P3K,” ujarnya sambil menyusun beberapa obat lengkap satu koper penuh.
Kiara menoleh lalu mendengus malas, “Ayah ini… ngeledek?” jawabnya kesal dengan nada manja, tahu bahwa ayahnya hanya menggoda dan mengejeknya.
Adam kemudian berdiri dan terkekeh menghampiri putrinya. “Bukan… maaf, ayah bangga padamu,” ujarnya lembut lalu memeluk erat Kiara.
****
Setelah selesai bersiap, Adam dan Desy lalu mengantar Kiara ke rumah Axel.
Di depan rumahnya, Widia sudah menunggu dengan antusias tak sabar menyambut Kiara yang akan tinggal dengannya dan Axel.
“Sini sayang…” sambutnya ramah langsung menarik koper Kiara.
Kiara tersenyum tipis melangkah mendekati Widia.
“Maaf ya Wid, jadi ngerepotin kamu lagi,” ujar Desy, merasa tak enak harus menitipkan anak gadisnya di rumah tetangganya.
Desy menggeleng cepat, “Oh tidak mbak, sama sekali nggak ngerepotin kok,” balasnya dengan tersenyum ramah.
Desy kemudian memegang tangan putrinya. “Jangan bandel loh sama tante Widia, jangan ribut sama Axel,” pesan Desy menekankan agar Kiara tak merepotkan tetangganya.
Kiara mengangguk, “Bunda tenang saja, hati-hati di jalan,” ucapnya berusaha meyakinkan orang tuanya.
“Axel!” seru Widia memanggil anaknya yang sedari tadi berdiam diri di dalam kamar.
“Iya ma…” suara Axel terdengar dari lantai atas.
Tak lama, Axel turun dan menemui orang-orang yang berkumpul di teras rumahnya. Matanya langsung tertuju pada Kiara dan sebuah koper yang di pegangnya. Ia mengangkat alisnya, menatap bingung semua orang.
“Ini… tante sama om mau berangkat sekarang,” ujar Widia memberitahu Axel Desy dan Adam akan pergi hari ini.
Axel hanya mengangguk. “Hati-hati, Om, Tante,” ucapnya sambil menjabat tangan keduanya dengan sopan.
“Titip Kiara ya, Nak Axel,” balas Desy sambil menepuk bahu pemuda itu.
Axel refleks melotot. “Hah?!” serunya kaget, seolah tak percaya kenapa dirinya tiba-tiba dititipi seorang gadis.
Widia menyela dari belakangnya, “Kiara akan tinggal bersama kita, selama om dan tante bertugas di luar negeri,” jelasnya, membuat Axel semakin membelalak.
“Ingat… jaga jarak kalian berdua, jangan sering-sering berduaan,” tegas Adam penuh penekanan, ia menatap tajam pemuda yang menjadi idaman putrinya itu.
Desy spontan menyenggol bahu suaminya, “Apa sih kamu ini, kita sudah cukup merepotkan mereka. Kamu nggak lihat, sebenarnya Axel yang dalam bahaya bukan Kiara,” bisiknya pelan di samping telinga suaminya.
“Tapi…”
“Mas Adam dan mbak Desy tenang saja, lagipula ada saya. Nggak akan saya biarkan Axel menyentuh Kiara,” ujar Widia berusaha menenangkan kedua orang tua Kiara.
Sementara para orang tua sedang berdebat, Axel dan Kiara hanya berdiam diri di sudut teras, Axel meliriknya sekilas lalu cepat mengalihkan pandangannya. Begitu juga dengan Kiara, hanya berani mencuri pandang dan tersenyum tipis menahan rasa gugupnya, seolah tak percaya ia akan tinggal serumah dengan crushnya.
Adam dan Desy buru-buru masuk ke mobil karena waktu penerbangan sudah mepet, setelah pelukan perpisahan akhirnya Kiara benar-benar melepas pergi kedua orang tuanya.
****
Axel membantu mengangkat koper Kiara dan mengantar ke kamarnya.
“Aku nggak tau kalau kamu akan tinggal disini,” ucap Axel masih tak menyangka ia akan tinggal seatap dengan Kiara.
“Kamu nggak nyaman, aku disini?” balas Kiara sambil menaiki tangga di belakang Axel.
“Itu… aku masih belum terbiasa,” jawabnya tanpa menoleh pada gadis di belakangnya.
Tiba di depan kamar Kiara, Axel membuka pintu dan menyilahkan gadis itu untuk masuk. Ia meletakkan koper Kiara di sudut kamar dekat lemari.
“Kamu butuh bantuan lain?” tanya Axel datar, berusaha mempertahankan image coolnya, meski sebenarnya jantungnya dugun-dugun.
Kiara menggeleng pelan, “Makasih.”
Tiba-tiba Axel berdiri menyandarkan bahunya di dinding, kedua tangannya menyilang di dada. Ia menatap lekat Kiara, membuat gadis itu salah tingkah.
“Kamu cukup istimewa bagi Mama, bahkan punya kamar sendiri di rumah ini,” ucapnya tajam menyipitkan kedua matanya, jelas terheran.
Kiara menelan ludah, lalu mengangkat wajahnya perlahan. “Kamu… nggak suka aku punya kamar disini?”
“Maksudku, apa yang kamu lakukan sampai membuat Mamaku lebih menyukaimu di banding aku anak kandungnya,” tanya Axel merasa heran, ibunya pilih kasih.
“Kamu nggak suka, tante Widia lebih menyukaiku?” balas Kiara, matanya terus berkedip sok imut.
Axel menelan ludah melihat kegemasan gadis itu, ia terpaku sejenak, tapi langsung memutar bola matanya mengalihkan pandangan.
“Kenapa kamu terus menanyakan suka atau tidak? Kamu kehabisan kosa kata?!” sarkasnya, memarahi Kiara yang terus melontarkan pertanyaan itu-itu saja.
Kiara langsung terbelalak. “Hah?! Oh, maaf,” ujarnya lirih, lalu menggigit ujung telunjuknya dengan manja, jelas-jelas sengaja menggoda Axel.
...****************...
Bersambung...
Mohon Dukungannya Teman-teman Sekalian...
Jangan Lupa Like, Vote dan Coment! Untuk Menyemangati Penulis.
Salam Hangat Dari Author, 🥰🥰
🤣
ak pasti menunggunya thor
otakku baru bangun nih