 
                            Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.
Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."
Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Kemana Dania pergi?
Hari ini merupakan hari yang sibuk bagi Alden. Toko rotinya semakin ramai serta banyaknya pesanan pelanggan yang belum diambil.
Alden mencoba untuk fokus kali ini, tidak ingin mengulangi kesalahan di hari sebelumnya. Meskipun ia tidak bisa menyangkal bahwa ia mulai merindukan kehadiran Dania.
Alden merindukan semua yang ada pada diri Dania, terlebih sifatnya yang ceria membuat Alden ingin selalu ada di sisinya.
Tapi, semua itu telah sirna. Dania memilih untuk menjauh membuat Alden bertanya-tanya, apa yang salah pada dirinya?
"Terima kasih sudah berkunjung, kak. Datang lagi di lain waktu." Ujar Alden ramah pada beberapa pelanggan baru, dengan senyum terpaksa tentunya.
Detik berganti menit, menit pun bertukar menjadi jam. Toko yang sebelumnya ramai kini berangsur sepi.
Alden menyandarkan tubuhnya di sebuah kursi, ia menghela nafas panjang. Antara lelah dan tidak bersemangat, begitulah yang Alden rasakan saat ini.
"Kamu masih memikirkan Dania, nak?" ujar ibu Alden yang tiba-tiba menyentuh pundak nya.
Alden yang terkejut langsung menoleh ke arah ibunya. Terlihat jelas ekspresi wajahnya yang banyak pikiran di mata sang ibu.
Belum mengatakan apa-apa, ibunya langsung duduk di sebelahnya. Seolah memahami apa yang dipikirkan Alden, ibunya pun langsung menasihati.
"Ibu paham apa yang kamu rasakan, nak. Kalau kamu masih sayang sama Dania, cari tahu apa yang salah. Jangan berdiam diri, hidup ini penuh dengan kemungkinan. Kita enggak pernah tahu jawabannya sebelum kita mencoba untuk mencari tahu."
Kata-kata yang keluar dari mulut ibunya memberikan sedikit motivasi dan semangat baru dalam diri Alden. Alden mengangguk perlahan, membenarkan perkataan ibunya.
"Terima kasih, Bu. Aku paham apa yang harus aku lakukan." ujarnya dengan seutas senyum.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
Malam ini, Alden memantapkan diri untuk pergi ke rumah Dania lagi. Ia harus berbicara dengan Dania, bagaimanapun caranya. Berharap Dania mau berbicara dengannya setidaknya untuk saat ini.
Tiba di rumah Dania, Alden melihat pemandangan yang masih sama. Dan yang pastinya ia akan dilarang masuk oleh satpam yang berjaga.
Alden mencoba meyakinkan diri, ia harus berbicara dengan Dania dan meluruskan hubungan mereka. Tidak peduli apapun yang terjadi.
"Permisi, Pak. Apa saya boleh berbicara dengan Dania?" ujar Alden kepada satpam itu. "Saya tau, saya gak diperbolehkan masuk. Tapi saya mohon Pak, izinkan saya berbicara dengan Dania sebentar saja."
"Maaf mas Alden, nona Dania sedang tidak ada di rumah." ujar satpam itu dengan nada serius.
Alden merasa ini hanya akal-akalan Dania saja yang meminta satpam itu untuk mengatakan demikian. Dan Alden merasa bahwa Dania benar-benar tidak ingin berbicara apapun lagi padanya.
"Saya mohon, Pak. Saya ingin berbicara dengan Dania, sebentar aja Pak." ujar Alden memohon.
Satpam itu menatap Alden dengan tatapan serius. Tak ada sedikitpun raut wajah bercanda atau bohong di balik wajah keriputnya.
"Maaf mas, nona Dania benar-benar tidak ada di rumah. Tadi pagi nona Dania pergi bersama ibu bapak, dan saya tidak tahu kemana mereka pergi." jelas satpam itu.
Alden terdiam, perkataan pria paruh baya di depannya sudah cukup jelas di telinganya. Alden menoleh ke arah rumah itu dan ia sama sekali tidak menemukan tanda-tanda Dania atau keluarganya ada di rumah.
Yang terlihat hanya keheningan malam, serta beberapa orang yang tinggal di rumah itu sebagai pekerja. Alden menghela nafas, lagi-lagi kunjungannya hanya sia-sia saja.
"Terima kasih, Pak. Maaf sudah mengganggu waktunya, mari." ujar Alden sopan dan membungkuk sedikit sebelum akhirnya berjalan pergi.
"Kamu pergi kemana, Dania?" batinnya.
Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba seseorang memanggilnya, membuat langkahnya terhenti. Alden menoleh, mendapati Rani yang sedang berlari ke arahnya dengan seutas senyum di bibirnya.
"Hai Al, dari mana?"
"Dari rumah Dania, kamu tau kemana dia?" ujar Alden langsung pada intinya.
Rani mendengus kesal dan Alden bisa mendengar jelas itu. Alden mengernyitkan dahinya, ia semakin merasa aneh dengan gadis di hadapannya ini.
"Ngapain sih masih mikirin Dania, Al? Dia yang putusin kamu, dia yang enggak mau kamu ada di sisinya. Ngapain ngejar-ngejar sih!" ujar Rani sedikit meninggi.
Rani yang menyadari perkataannya langsung menutup mulutnya dengan tangan. Ia tidak sengaja menunjukkan sisi aslinya yang ia coba sembunyikan dari Alden.
"Wajar dong aku ngejar-ngejar Dania, karena aku sayang sama dia." ujar Alden santai mencoba untuk memancing apa yang akan dikatakan Rani selanjutnya.
Rani yang mendengar kata-kata Alden, langsung terdiam. Ia menatap Alden dengan mata yang sedikit melebar. Ia mencoba menyembunyikan rasa kesal dan cemburu yang mulai menguasai hatinya.
"Kenapa Rani, kok diam sih? Jangan-jangan memang bener, kamu ada kaitannya dengan ini?" ujar Alden.
"A-apa sih maksud kamu Al. Kok bisa mikir kayak gitu coba." ujar Rani gugup.
Rani yang tadinya terlihat santai, kini justru meremas roknya sangat erat. Terlihat jelas ia sedang mengontrol emosinya, membuat Alden semakin yakin dengan asumsinya.
"Aku yakin ada sesuatu yang Dania sembunyikan, aku yakin dia kayak gini karena terpaksa." ujar Alden santai sambil menaikkan alisnya.
Alden sengaja memancing emosi Rani, penasaran apakah kecurigaannya itu benar adanya atau hanya justru kesalahpahaman saja.
Alden memperhatikan tangan Rani yang sekarang justru terkepal. Tidak salah lagi, Alden yakin bahwa Rani yang menghasut Dania untuk pergi meninggalkan nya. Mengingat sikap Rani yang begitu berani mendekatinya akhir-akhir ini.
"Kamu nuduh aku, Al?" ujar Rani dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Aku gak nuduh, Ran. Tapi bertanya, tolong bedakan." ujar Alden masih dengan nada lembutnya.
Rani menatap Alden dengan tatapan yang sulit diartikan. Bahkan ia terlihat menitikkan air matanya, membuat Alden bingung. Air mata itu benar-benar karena dia sedih atau hanya berpura-pura.
"Aku hanya khawatir sama kamu, Al. Kamu harusnya move on dari Dania. Dia enggak layak untukmu!" ujar Rani yang tidak bisa menahan emosinya lagi.
"Kenapa sih kamu masih mikirin gadis lemah fisik itu?! Kamu gak liat tulusnya perasaan aku untuk kamu, Al. Perhatian kamu dulu untuk apa? Aku sayang sama kamu!"
Alden merasa marah mendengar perkataan Rani. Jadi memang benar, Dania yang menjauh ada kaitannya dengan Rani. Alden tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Rani, orang yang paling dekat dengan Dania bisa menghinanya seperti itu.
"Oke fine. Cukup tau aja, Rani. Jadi sekarang aku tahu siapa kamu sebenarnya." ujar Alden sambil berlalu pergi.
Rani terdiam di tempat, perasaannya campur aduk. Apa yang ditakutkannya kini telah terjadi. Alden menjauh, ketika ia mengutarakan perasaannya.
Sementara Alden, ia sudah berjalan menjauh meninggalkan gadis itu sendirian. Pikirannya memikirkan tentang dimana Dania berada saat ini.
Alden ingin berbicara dengan Dania dan meyakinkannya bahwa ia akan selalu ada untuk Dania apapun yang akan terjadi. Ia juga ingin meyakinkan Dania bahwa perkataan Rani harusnya tidak mempengaruhi pola pikirnya.
Tapi, sulit bagi Alden untuk mendapatkan hati Dania lagi. Terlebih gadis itu yang selalu menjauh dan kini entah pergi kemana.
"Tolong jangan seperti ini, Dania." gumam Alden lirih pada dirinya sendiri.
^^^Bersambung...^^^
recomend banget pokoknya😍
Happy reading 😊