"Pada akhirnya, kamu adalah luka yang tidak ingin aku lepas. Dan obat yang tidak ingin aku dapat."
________________
Bagaimana rasanya berbagi hidup, satu atap, dan ranjang yang sama dengan seseorang yang kau benci?
Namun, sekaligus tak bisa kau lepaskan.
Nina Arunika terpaksa menikahi Jefan Arkansa lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Sosok yang ia benci karena sebuah alasan masa lalu, namun juga cinta pertamanya. Seseorang yang paling tidak ingin Nina temui, tetapi sekaligus orang yang selalu ia rindukan kehadirannya.
Yang tak pernah Nina mengerti adalah alasan Jefan mau menikahinya. Pria dingin itu tampak sama sekali tidak tertarik padanya, bahkan nyaris mengabaikan keberadaannya. Sikap acuh dan tatapan yang penuh jarak semakin menenggelamkan Nina ke dalam benci yang menyiksa.
Mampukah Nina bertahan dalam pernikahan tanpa kehangatan ini?
Ataukah cinta akan mengalahkan benci?
atau justru benci yang perlahan menghapus sisa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumachi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kue Istriku
"Wah, kurasa kau harus membuatkan Nina toko kue, dia memiliki bakat!" ujar Hera sembari mengunyah kue buatan Nina yang dititipkan pada Jefan tadi pagi.
Jefan mengetuk dagunya dengan telunjuk "Haruskah?"
Hera terkekeh pelan melihat Jefan yang menganggap serius pujian nya.
Jefan mengambil ponselnya dan menempelkannya ke telinga.
"Halo Nina, kau sud---"
Alis Jefan bertaut, wajahnya menjadi serius. Ia memperbesar volume ponselnya.
Tangannya mengepal saat terdengar suara yang sangat ia kenali dari balik ponsel.
"Oh, putriku, kau memang pintar sekali ya mengibaskan ekormu dimana-mana, kau banyak mendapat arjuna tampan yang kaya"
"T-tolo..ng jemput...aku.. "
Jefan mematikan ponselnya. Ia bangkit dari kursi dengan kasar.
"Undur rapat hari ini, aku mau jemput Nina"
Hera terperanjat, tangannya masih memegang kue yang Nina buat.
"Apa yang terjadi?"
Langkah Jefan tersendat, napasnya memburu dibalik jas yang dikenakannya "Parasit satu itu, dia ingin bermain denganku"
"Maksudmu... "
"Ah Sial! Haruskah aku memindahkan Nina ke luar negeri saja Hera? Agar orangtua sialan itu tak lagi bisa menganggu nya?"
Jefan mengacak rambutnya frustasi. Hera menghela napas panjang melihatnya, sepertinya hari tenang dalam kamus mereka tidak akan pernah ada.
Ini jadi menjalar ke kehidupan sendiri.
Dirinya pun jadi tak pernah tenang.
"Pergilah sekarang, aku akan mengurus semuanya" ujar Hera pada Jefan. Lelaki itu mengangguk dan pergi dengan cepat begitu Hera menginstruksi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jefan terhenti didepan kafe milik Jean.
Badannya terpatung tak bergerak. Ia memandang kebawah dengan nanar. Tangannya semakin mengepal kencang sampi kuku-kukunya memutih
Dari kejauhan samar-samar ia mendengar namanya dipanggil. Tapi mata dan kesadaran nya tak bisa beralih dari bawah sini.
"Jefan... "
Lelaki itu akhirnya bisa mengangkat kepalanya setelah tangannya digenggam oleh sosok yang dicarinya.
"Maaf, kau menunggu lama?"
Nina menggeleng, ia tersenyum tipis tapi tak menghilangkan kekalutan yang ada didalam benaknya.
Jefan mengelus pipi Nina lembut, "Masuklah dulu ke mobil, tunggu aku disana jangan kemana-mana"
"Mau kem.... "
"Jangan bertanya untuk sekarang, lakukan saja apa yang kuminta, oke?"
Nina mengangguk ragu. Tapi tetap menurut dengan membawa dirinya ke arah mobil Jefan parkir.
Sedangkan lelaki itu berjongkok dibawah untuk beberapa saat kemudian bangkit lagi dan berjalan memasuki Kafe.
Jefan mengetuk pintu Jean dua kali.
Pintu terbuka, wajah mereka masih sama-sama menengang karena bagaimana pun pertemuan terakhir mereka cukup tidak mengenakan.
Jean melirik sesuatu yang dibawa Jefan ditelapak tangannya, kemudian ia mempersilahkan masuk lewat gesture tubuh.
"Kenapa kau membawanya?"
"Ini kue istriku"
"Iya dan sudah jatuh ke tanah"
"Tetap, ini kue istriku"
"Kau mau memakannya?"
"Ya, untuk itu aku kesini, biarkan aku makan disini dan bicara denganmu"
Jefan mengambil posisi duduk dimana dulu istrinya duduk saat makan bersama Jean, tangannya membersihkan pasir-pasir yang menempel pada kue dengan perlahan dan memakannya.
"Apa yang terjadi tadi?"
Jean tertawa garing "Aku baru kali ini melihat sosok ayah yang seperti itu, apa benar dia ayah kandungnya?"
Jefan mengangguk, ia kembali membersihkan kue kedua dan langsung melahapnya "Sayangnya iya, jadi apa saja yang orangtua itu katakan pada, Nina?"
"Kau melarangnya bertemu, tidak hanya itu kau memberinya uang bulanan dan....ah sial~ aku malas mengulang ini...tapi katanya, itu kau seperti menyewa putrinya maksudnya istrimu"
"Sudah kau pukul?"
"Dua kali"
"Bagus juga kau ikut campur kali ini"
Jean menyipitkan matanya, tumben lelaki ini tidak emosi. Dirinya saja emosi mendengar perkataan ayah Nina yang gila itu.
"Hei, berikan aku minum"
Jean mendecak sebal, ia mengambil sebotol air dari kulkas mini di ruangannya dan memberikan pada Jefan.
Lagipula kenapa dia makan kue ubi secepat itu tanpa jeda.
"Oke, terimakasih tumpangan tempat makannya" ucap Jefan dan bangkit dari duduknya.
"Tunggu, apa kau tidak emosi? dia bahkan menghina anaknya sendiri, dia juga menyebut Nina penggoda"
Rahang Jefan beralih menonjol, "Ya sekarang aku sudah bisa emosi, tadi aku tidak bisa karena sedang memakan makanan yang Nina buat, ck! dia terlihat sangat menawan saat membuat kue ini semalam"
Jefan menyeringai "Dan untuk parasit tua itu, aku akan menghancurkan nya, benar-benar sampai hancur"
"Ternyata kau...benar-benar orang aneh"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...