pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Grace
Hari-hari Thanzi di Akademi berlalu dengan kombinasi yang unik: belajar, berlatih bakat ilusi resonansinya, mencari jejak Seruling Giok Hitam secara rahasia, dan secara halus mengganggu alur plot para 'pahlawan'. Ia adalah seorang dalang di balik tirai, menarik benang-benang takdir dengan hati-hati. Aella dan Reo menjadi satu-satunya jembatan sosialnya, dua sahabat dalam bayangan yang memberinya informasi dan terkadang, hanya sekadar jeda dari kesendirian.
Semuanya berjalan sesuai rencana, pikir Thanzi suatu sore, saat ia sedang menelusuri lorong sepi menuju bagian terlarang perpustakaan, mencari arsip kuno tentang artefak. Plot mulai sedikit goyah, para pahlawan mulai menghadapi rintangan kecil, dan aku semakin menguasai bakatku.
Namun, saat ia berbelok di sebuah sudut, ia menabrak seseorang.
BUGH!
Sebuah tumpukan buku jatuh berserakan di lantai, dan aroma bunga lavender yang lembut segera menguar di udara. Thanzi mendongak, siap meminta maaf, namun kata-kata itu tercekat di tenggorokannya.
Di depannya berdiri seorang gadis yang nyaris tak terlukiskan kecantikannya. Rambutnya selembut sutra, berwarna perak keemasan yang berkilau di bawah cahaya yang temaram. Matanya hijau zamrud, memancarkan kehangatan dan kebaikan yang tulus. Gaun sederhana berwarna putih yang ia kenakan tidak mengurangi sedikit pun aura kemurnian dan pesonanya.
Tidak mungkin... ini dia. Jantung Thanzi berdesir samar. Grace.
Gadis itu adalah Grace, putri seorang Baron yang tidak terlalu menonjol di kalangan bangsawan, namun memiliki bakat yang sangat langka dan hebat: kekuatan penyembuhan. Dalam novel yang Thanzi baca, Grace adalah tokoh penting yang menjadi idaman setiap tokoh utama pria. Dia adalah sang malaikat berhati emas, yang kebaikannya tak terbatas dan kecantikannya tak terbantahkan. Dialah yang selalu menjadi sumber motivasi, inspirasi, dan harapan bagi Michael, Pangeran Lyra, dan Elian.
Thanzi juga tahu, dalam plot aslinya, Grace pada akhirnya akan menjadi pasangan pertama Michael. Pangeran Lyra dan Elian, yang juga memiliki perasaan padanya, akan 'mengalah' dan 'merelakan' Grace untuk Michael, percaya bahwa Michael adalah yang paling pantas mendapatkan kebaikan Grace. Itu adalah salah satu plot klise yang selalu membuat Thanzi kesal.
"Oh, maafkan aku!" suara Grace lembut dan menenangkan, seolah setiap katanya adalah melodi. Ia segera berlutut, membantu Thanzi mengumpulkan buku-buku yang berserakan. "Aku tidak melihatmu. Aku sangat ceroboh."
Thanzi cepat-cepat ikut berlutut, membantu mengumpulkan buku-buku itu. Dekat dengannya, aroma lavender itu semakin kuat, dan aura kebaikan dari Grace seolah bisa menyembuhkan luka batin sekalipun. Thanzi merasakan sedikit efek dari resonansi jiwanya, merasakan getaran emosi positif yang sangat kuat dari Grace. Gadis ini benar-benar murni.
Dia bahkan lebih cantik dan 'malaikat' dari yang kuduga di novel, batin Thanzi, sambil diam-diam menganalisis. Kekuatan penyembuhan yang hebat... dan hati yang tulus. Sangat wajar dia menjadi idaman. Tapi dia akan menjadi penghalang besar bagi rencanaku jika dia hanya menjadi alat plot untuk Michael.
"Tidak, aku yang salah," kata Thanzi, suaranya sedikit lebih lembut dari biasanya, tanpa nada dingin yang biasa ia gunakan pada orang lain. Tetap tenang, Thanzi. Ini bukan waktunya untuk menjadi 'villain'. "Aku terlalu fokus."
Grace tersenyum, senyumnya sehangat mentari pagi. "Tidak apa-apa. Kau pasti sedang mencari sesuatu yang penting, ya? Aku sering melihatmu di perpustakaan. Kau sangat rajin."
Thanzi mengangkat alisnya. Ia terkejut Grace memperhatikannya. "Hanya mencari informasi."
"Namaku Grace," kata gadis itu, mengulurkan tangannya dengan ramah. "Putri Baron Eldwood."
Thanzi ragu sejenak. Ia tahu siapa dirinya di mata orang lain. Monster. Anak buangan. Penjahat. Menjabat tangan seorang 'malaikat' seperti Grace bisa terasa aneh. Tapi ini adalah kesempatan.
"Thanzi," jawab Thanzi, menjabat tangan Grace. Sentuhannya terasa lembut dan hangat. Ada sedikit getaran energi yang aneh darinya, resonansi kebaikan yang menular.
"Thanzi?" Grace sedikit terkejut, namun senyumnya tidak pudar. "Aku pernah dengar tentangmu. Kau sangat cerdas, bukan?"
Dia bahkan tidak bereaksi dengan jijik. Ini menarik. Thanzi hanya mengangguk samar.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Michael, Pangeran Lyra, dan Elian muncul di ujung lorong, sedang berjalan bersama. Mereka langsung melihat Thanzi dan Grace yang sedang berlutut di antara buku-buku yang berserakan.
Mata Michael langsung membulat. "Grace!" Ia bergegas mendekat, wajahnya penuh kekhawatiran. "Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi? Thanzi, apa yang kau lakukan pada Grace?!" Ada nada tuduhan yang jelas dalam suaranya.
Pangeran Lyra dan Elian juga segera mendekat, tatapan mereka tajam dan protektif terhadap Grace, dan penuh kecurigaan terhadap Thanzi.
"Jangan menuduh," Grace menengahi dengan lembut, senyumnya masih terjaga. "Michael, aku yang tidak sengaja menabrak Thanzi. Dia membantuku mengumpulkan buku-buku ini."
Michael terlihat lega, namun tatapan curiga pada Thanzi masih ada. "Syukurlah kau baik-baik saja, Grace."
Pangeran Lyra, dengan sikap yang lebih bijaksana, menatap Thanzi. "Apa yang kau lakukan di sini, Thanzi?"
"Mencari informasi," jawab Thanzi singkat, ia sudah selesai mengumpulkan buku-buku. Ia bangkit, tidak menunggu.
Elian, yang selalu blak-blakan, tidak bisa menahan diri. "Kau pasti menyelinap. Kau tidak punya izin untuk berada di bagian perpustakaan ini!"
Lihatlah mereka. Betapa protektifnya. Wajar saja mereka semua jatuh cinta pada Grace, batin Thanzi, mengamati interaksi mereka. Ini adalah dinamika yang harus ia ubah. Jika Grace menjadi pasangan Michael, plot akan menjadi sangat kuat.
"Aku punya izin," balas Thanzi datar, menatap Elian. "Jika kau punya waktu untuk mengawasiku, mungkin kau harusnya membaca lebih banyak peraturan perpustakaan."
Elian menggeram, siap melangkah maju, namun Pangeran Lyra menahannya.
Grace, yang merasakan ketegangan, segera mengubah topik. "Kalian semua mau ke mana?"
"Kami akan ke kelas praktik pedang," jawab Michael. "Grace, mau ikut? Setelah itu kita bisa makan siang bersama!"
Grace tersenyum manis. "Tentu, kedengarannya menyenangkan."
Sebelum mereka pergi, Grace menatap Thanzi lagi. "Senang bertemu denganmu, Thanzi. Aku harap kita bisa bertemu lagi." Senyum tulus itu membuat Thanzi sedikit terkejut. Tidak ada rasa jijik, tidak ada ketakutan, hanya kebaikan murni.
Thanzi hanya mengangguk kecil. Ia memperhatikan saat Michael, Pangeran Lyra, dan Elian mengelilingi Grace, seolah melindunginya dari Thanzi yang 'berbahaya'. Thanzi melihat betapa mudahnya Grace mencairkan suasana di antara mereka, betapa mereka semua mengaguminya.
Jadi, Grace. Permainan ini akan menjadi sangat menarik.
Thanzi tahu, untuk menyeimbangkan plot, ia tidak bisa membiarkan Grace hanya menjadi 'hadiah' bagi Michael, dan membuat Pangeran Lyra serta Elian menyerah begitu saja. Dinamika ini harus dipecah. Entah bagaimana, ia harus memastikan Grace tidak sepenuhnya berada di orbit Michael, atau setidaknya, memastikan Michael tidak mendapatkan semuanya dengan mudah. Ini adalah salah satu kunci untuk mencegah Michael menjadi overpower dan untuk menunjukkan konsekuensi dari kepolosannya.
Dan untuk itu, ia harus tetap berada di bayangan, menarik benang-benang takdir dengan hati-hati, memastikan bahwa drama yang sesungguhnya baru saja dimulai. Grace telah muncul, dan Thanzi, sang raja drama, sudah siap untuk memainkan perannya.