Di negara barat, menyewa rahim sudah menjadi hal lumrah dan sering didapatkan.
Yuliana adalah sosok ibu tunggal satu anak. Demi pengobatan sang anak, ia mendaftarkan diri sebagai ibu yang menyewa rahimnya, hingga ia dipilih oleh satu pasangan.
Dengan bantuan alat medis canggih, tanpa hubungan badan ia berhasil hamil.
Bagaimana, Yuliana menjalani kehamilan tersebut? Akankah pihak pasangan itu menyenangkan hatinya agar anak tumbuh baik, atau justru ia tertekan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan
"Jangan mengatakan pada siapapun yang terjadi malam ini," ucap Sean yang sudah kembali memakai pakaiannya.
Yuliana tidak menjawab. Ia hanya diam membisu, sembari menutupi tubuhnya dengan selimut.
Sean memakai kemejanya kembali, menatap wajahnya di pantulan cermin, sekaligus melirik ke arah Yuliana di pantulan cermin juga.
"Kenapa kau menyesal?" tanya Sean.
Yuliana menoleh, membalas tatapan Sean di balik pantulan cermin.
"Kenapa menyesal? Aku tidak menyerahkan diriku. Kau memperk*saku," balasnya dengan ketus.
Sean mengangkat sebelah alisnya. Ia sedikit merasa tidak setuju dengan ucapan Yuliana. "Kau menikmatinya."
"Aku wanita normal," jawab Yuliana cepat.
Sean membalikkan tubuh menatap Yuliana dan bersedekap dada. "Sekalipun kau wanita normal, kalau kau tidak setuju, kau tidak akan mendesah kenikmatan dan mengikuti instruksiku."
Wajah Yuliana terasa panas, merasa malu mendengarnya, wanita itu memalingkan wajahnya sembari merapatkan selimut menutupi tubuh. Membuat Sean tersenyum puas.
"Jadi aku tidak memperk*samu, aku hanya sedikit memaksamu awalnya saja," sahut Sean memperjelas apa yang terjadi.
"Sama saja!" balas Yuliana dengan ketus.
"Tidak itu beda."
"Pergilah!" usir Yuliana dengan sedikit berteriak.
Sean menaikkan sebelah alisnya, memandang Yuliana tanpa rasa bersalah.
"Ingat, jangan ceritakan pada siapapun!" ucapnya dengan penuh peringatan.
Yuliana tidak menjawab. Ia hanya menatap Sean yang berjalan santai keluar dari kamarnya. Saat pintu terbuka. Yuliana turut melihat seseorang yang hendak lewat, ia bisa melihat jelas Sean yang tampak terkejut.
"Mommy, Daddy," sahut Sean dengan suara lirih, segera menutup pintu kamar saat kedua orang tuanya menengok ke arah dalam kamar.
"Mati," batin Yuliana segera menutup seluruh tubuhnya.
"Apa yang kamu lakukan?" ucap William menatap tajam putranya.
"Bukan apa-apa," jawab Sean cepat.
"Sean, apa yang kamu lakukan pada Anna?" tanya Jessy dengan suara meninggi.
Jessy tidak sempat melihat Yuliana di dalam tadi. Ia yang khawatir Anna kenapa-napa, segera mendorong Sean untuk pindah.
"Mommy, dia baik-baik saja," ucap Sean berusaha menahan pintu agar tidak dibuka sang ibu.
Bugg ....
Betis Sean langsung di tendang kuat oleh William membuat Sean meringis kesakitan, sontak menjatuhkan tubuhnya.
"Aduh Daddy!" ringisnya hanya bisa pasrah melihat sang ibu sudah masuk ke dalam kamar.
William meraih kerah baju Sean dan mencengkramnya kuat. "Katakan, kamu melukai Anna? Apa kau mencoba agar dia celaka?" tuduh William.
"Aku menidurinya!" jawab Sean dengan ketus menarik kerah bajunya hingga berakhir robek tapi juga berhasil lepas dari cengkraman William.
William diam dengan mulut terbuka menatap putranya tak percaya. Jelas ia tak mampu percaya, mengingat putranya itu sangat mencintai sosok istrinya dan tidak mungkin mengkhianatinya.
Sean mendengkus, melirik sang ayah. Ia menatap kemeja putihnya yang robek itu, dengan ekspresi kesal.
Tidak lama pintu pun terbuka memperlihatkan Jessy yang keluar dengan ekspresi yang sama dengan William. Jessy memandang tidak percaya pada putranya.
"Bagaimana bisa melakukan itu?" tanya Jessy menatap tajam Sean.
"Tidak tau. Terjadi begitu saja," jawab Sean seadanya namun juga jujur.
Jessy menutup pintu kamar, menarik tangan Sean sedikit menjauh dari kamar Yuliana, William yang penasaran pun turut ikut.
Tangan Jessy teranyun memukul lengan Sean. "Kenapa kamu melakukan itu?" ucapnya mengulang pertanyaannya yang sama.
Dengan berdecak malas Sean menjawab. "Tidak tau Mommy."
"Kamu mabuk?" tanya Jessy mendekatkan wajahnya mencoba mencium aroma nafas Sean.
"Tidak Mommy aku dalam keadaan sadar," jawab Sean malas.
"Ya ampun anak ini," Jessy menggeram gemas menerima kabar tak terduga itu.
"Coba ceritakan bagaimana sebenarnya? Dan jangan bilang Yuliana menggodamu karena Mommy tau dia bukan seperti itu, dan kamu bukan orang yang mudah tergoda!" desak Jessy dengan tegas menuntut jawaban.
Sean berdecak, ia berjalan ke arah sofa, mendudukkan tubuhnya di sana. "Aku yang menggodanya, untuk sekedar menjahilinya, agar dia tidak tahan berada di sini. Itu di mulai tadi pagi, tapi dua kali menggodanya tadi pagi, aku tidak bisa menahan diri. Makanya ku lakukan ketiga kalinya. Karena aku juga tidak tau, ke mana harus melampiaskan nafsuku!" sahut Sean begitu jujur menjelaskan apa yang terjadi, tanpa niat menjelekkan Yuliana.
Jessy dan William sama-sama diam, keduanya saling memandang sekilas, lalu menatap kembali putra mereka.
"Memangnya ke mana mana Clara? Jangan bilang dia pergi liburan lagi?" tanya Jessy sudah lebih dulu menebak dengan tepat.
Sean tidak menjawab membuat Jessy sudah tau jawabannya adalah iya. Wanita itu berdecak. "Setiap bulan dia selalu saja pergi satu dua Minggu dan tidak mengajakmu. Bagaimana bisa sih, dia melakukan itu?"
"Sudahlah Mommy, Clara memang butuh hiburan. Jika tidak, dia akan stress, apalagi Mommy membawa wanita itu. Setiap hari Clara menangis membahasnya," sahut Sean dengan malas bicara, tapi bersikap tegas membela istrinya.
"Mommy heran, kenapa kamu selalu membiarkan Clara pergi? Bagaimana bisa kamu bertahan tidak menyentuhnya selama itu?"
Sean berdecak malas, tidak menanggapi. Jika ia lelah karena Clara yang selalu pergi lama meninggalkannya setiap bulan. Jelas ia rasakan. Namun, ia tak tega untuk menolak. Khususnya untuk kali ini. Melihat tatapan berkaca-kaca Clara membuatnya merasa sakit.
"Jangan terlalu memanjakan Clara, Sean. Mommy itu curiga dia punya pria lain," ucap Jessy yang telah mengatakan kesekian kalinya membuat Sean mendelik jengkel.
"Mommy berhenti menuduh istriku. Dia itu sangat baik dan sempurna. Dia mencintaiku. Berhenti menuduhnya tanpa bukti!" sahut Sean dengan ketus karena sang Mommy selalu mengulang hal yang sama, menuduh tanpa bukti.
"Sean, pelan-pelan bicara dengan Mommy!" sahut William dengan tegas menegur putranya.
"Huh, terserah!" sungut Sean lebih ketus pada sang Daddy.
"Jangan pernah mengulangi hal seperti itu lagi pada Anna!" Sahut William dengan tegas memperingati putranya.
Sean diam beberapa saat, teringat adegan beberapa menit lalu, ia lalu menatap Jessy.
"Mommy, apa benar dia seorang Ibu? Aku rasa dia membohongimu," sahutnya segera mengungkapkan kecurigaannya.
"Kenapa begitu?" tanya Jessy mengerutkan keningnya heran, sembari menerka-nerka jawaban putranya.
"Dia terlalu kecil Mommy. Diantara wanita-wanita yang pernah bermain denganku hanya dialah yang seorang Ibu. Tapi, justru dia yang terasa lebih kecil. Meskipun dia sudah lama tidak berhubungan, tapi lamanya tidak berhubungan tidak membuat miliknya menyempit kan?" ungkap Sean seadanya. Ia mengatakan begitu saja apa yang dipikirkannya.
Jessy melebarkan mata ia terkejut, kesal tapi juga ingin tertawa mendengar penuturan putranya. Jessy mengambil dan membuang nafas kasar.
"Setiap wanita itu berbeda. Tapi, yang pasti Anna adalah seorang Ibu dan melahirkan dengan normal. Mommy sudah menyelidiki hal itu, sebelum memilihnya. Jadi, jangan membahas hal itu lagi!" sahut Jessy dengan tegas.
"Daddy ayo istirahat," ajaknya memilih meninggalkan putranya di sana.
Sean diam, menatap kedua orang tuanya pergi dengan kerutan tajam di keningnya.
"Aku pikir, aku akan dibunuh," batinnya, karena dirinya hanya diintrogasi ringan.
Sean kembali memandang pintu kamar Yuliana. Matanya memicing tajam. "Aku harus menemuinya lagi. Apa yang dia katakan pada Mommy?"
up yg bnyk y Thor