Cahaya?

[ WARNING ]

1. BANYAK KATA - KATA KASAR.

2. KARYA PERTAMA, MAKLUMI KALAU ADA KESALAHAN DALAM DIKSI.

3. MAKLUMI TYPO.

4. KOMENTAR YANG SOPAN.

5. HARGAI KARYA PENULIS.

TERIMAKASIH!!

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -...

Alvarez membuka mata nya perlahan, kepala nya sedikit pusing. Ia merasa aneh dengan tubuh nya sendiri. Kaki nya yang biasa di rantai, kini terbebas. Ia yang biasa nya selalu tidur di lantai yang dingin dan keras, kini ia berbaring di tempat yang empuk, juga dengan selimut.

Ia meraba tempat ia berbaring sekarang, 'I-ini dimana?'

"Makanya, jangan buta bodoh. Jadi gatau apa - apa kan."

"Menurut lo, dimana?"

Suara - suara itu masuk ke dalam rungu nya. Ia memejamkan mata, berharap suara itu hilang. Namun, suara itu tetap ada. Sampai, suara pintu di buka menghentikan suara berisik di kepala nya.

Ceklek...

Pintu terbuka, Alvarez duduk. Ia menajamkan indera penciuman nya, tidak. Itu bukan Aurel, bukan juga bi Siti ataupun ayah nya. Karena, kalau bi Siti, ia pasti akan langsung bicara saat masuk. Kalau Robert, dia juga pasti akan langsung berteriak. Tapi, orang yang membuka pintu itu diam, melangkah pelan menuju Alvarez.

Alvarez memundurkan tubuh nya takut - takut. "S-siapa?" Tanya nya dengan suara pelan.

"A-aurel mana.." Lanjut nya.

Wanita itu tersenyum, tersenyum lembut, ada sirat kerinduan dan kasih sayang di mata nya. "Aurel di luar.." Ujar nya lembut.

Alvarez terdiam. Suara nya tak asing. Ia seperti pernah mendengar suara itu. Itu seperti suara seseorang. Alvarez berusaha mengingat nya. Mata nya terlihat gelisah. Bayang - bayang kecelakaan nya waktu kecil terlintas begitu saja di dalam pikiran nya. Itu.. Itu suara mama nya, kan?

Alina semakin mendekat pada Alvarez, menyentuh pipi sang putra, tapi, Alvarez mundur menjauh, takut.

"Ini mama, Varez.." Ucap Alina sendu.

"M-mama?"

"Iya, ini mama sayang.. Ini mama Alina, mama kamu.." Suara Alina bergetar, menahan tangis.

"M-mama.. udah gada.. V-varez udah ga punya mama.." Suara nya pelan, lebih seperti berbisik, namun, Alina masih bisa mendengar nya. Air mata nya turun membasahi wajah nya. "Mama masih ada Varez.. Mama disini.."

Alvarez terdiam sejenak, terlihat bingung, antara percaya dan tak percaya. Tapi, lagi - lagi, bayangan kecelakaan waktu ia kecil, terlintas kembali.

"M-mama.. B-bukan Varez y-yang bikin mama meninggal.." Ujar Alvarez pelan.

"Iya.. Bukan kamu sayang. Mama ga meninggal, mama masih hidup." Alina meraih pipi Alvarez, mengusap nya dengan lembut.

"Mama disini.. Maafin mama, mama ninggalin kamu terlalu lama sama baj*ngan itu."

"Mama.." Netra Alvarez bergetar, berkaca - kaca. Ia tidak tau harus bicara apa. Suara nya seakan tertelan hilang begitu saja. Ia meraih tangan Alina di pipi nya, "M-mama.. hiks.." Tidak ada kata yang ia ucapkan, selain memanggil mama nya berulang - ulang dengan suara lirih.

"Iya Varez.. Ini mama." Alina terus mengusap pipi Alvarez, lalu memeluk nya dengan penuh kasih. Sudah bertahun - tahun lama nya. Akhirnya, ia bertemu kembali dengan putra nya. Ia senang, tapi juga sedih dengan kondisi putra nya.

Alvarez menangis, dada nya sesak. Air mata terus mengucur membasahi wajah nya. Ia rindu.. rindu pelukan ini. Ia tidak tau, mama nya saat ini nyata atau tidak. Tapi, jika tidak nyata, ia ingin selama nya berada di ketidak nyataan ini.

"Hiks.. M-mama ja-jangan tinggalin V-varez.. hiks.."

"P-papa ga- ga sayang V-varez.. hiks.." Alvarez berbicara dengan terputus - putus, karena menahan isakan nya. Alina ikut meneteskan air mata nya juga, "Mama ga akan ninggalin Varez lagi.." Ujar Alina meyakinkan.

"Hiks.. hiks.." Tangan Alvarez memeluk erat sang mama, begitu juga sang mama. Ibu dan anak itu saling melepas kerinduan mereka.

...----------------...

Dari pintu kaca ruangan itu, Aurel dan Rion menonton kejadian di dalam. Aurel tersenyum, "Akhirnya, mereka ketemu lagi, setelah sekian lama."

"Gue terharu." Ucap Rion.

"Gue jadi pengen di peluk juga nih. Lo mau gue peluk?" Tanya Rion menaik - turunkan alis nya. Aurel bergidik, menatap Rion sinis, "Ogah. Peluk tembok sana." Ia menekan tubuh Rion hingga menempel tembok, lalu berjalan pergi.

"Lo mau kemana, Rel?"

"Infoin ke dokter, Varez udah sadar."

Iya, saat ini, mereka sedang berada di rumah sakit jiwa. Mereka ingin Alvarez bisa sembuh. Hari ini, akan di lakukan pengecekan, lalu untuk penyembuhan, Alina ingin, Alvarez di rawat di rumah saja. Karena, menurut nya, meninggalkan Alvarez sendirian di rumah sakit jiwa itu terlalu kejam. Biarkan Alvarez sembuh perlahan di rumah. Tentu nya, ia sudah menyiapkan dokter khusus.

.

.

.

...•BERSAMBUNG•...