NovelToon NovelToon
Makin Benci, Makin Cinta

Makin Benci, Makin Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Playboy / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:1.6M
Nilai: 5
Nama Author: dtyas

Kata orang, beda antara cinta dan benci itu sangat tipis. Kita bisa begitu mencintai dan sangat mudah berubah menjadi benci, begitu pula sebaliknya.

Begitupun kisah Cinta Arjuna, dimana benci mengalahkan logika. Namun, berubah menjadi cinta yang tidak terkira dan sangat pas rasanya disebut budak Cinta.

Zealia Cinta yang harus menderita dengan mengorbankan hidupnya menikah dengan Gavin Mahendra agar perusahaan yang dirintis oleh Omar Hasan (ayahnya) tetap stabil. Hidupnya semakin kacau saat dia menggugat cerai Gavin dan menjadi kandidat pengganti CEO di perusahaan tempatnya bekerja.

Arjuna Kamil, putra pemilik perusahaan menuduh Zea ada main dengan Papanya. Berusaha mendekati Zea untuk membuktikan dugaannya.

Siapa dan bagaimana rasa benci dan cinta mereka akhirnya berbalik arah? Simak terus kelanjutan kisah Zea, Arjuna dan Gavin.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Marah Tapi Cemburu

Zea berusaha tidak memperlihatkan kekaguman atau mungkin perasaan pada pria dihadapannya dan saat ini sedang memegang tangan Zea. Debar  jantung Zea pun berdetak tidak karuan, dia berharap Arjuna tidak mendengarnya karena posisi mereka sangat dekat.

“Nggak apa-apa,” jawab Arjuna.

Zea pun menghela nafas lega. Sepertinya dia khawatir jika Arjuna mengatakan hal yang membuatnya semakin berdebar.

“Aku aja yang ketuk pintu.” Arjuna melepaskan tangan Zea, lalu mengetuk pintu kamar Leo. Tidak lama pintu pun dibuka oleh Mery, sedangkan Leo dan Henry sedang dalam diskusi serius. Wajah Mery tampak sumringah memandang Arjuna.

“Room service,” canda Arjuna lalu melangkah masuk begitupun Zea.

“Dari mana sih Bu, ditunggu dari tadi?”

“Dari resto, kamu pikir dari mana.”

“Juna, coba ambil map yang di atas ranjang, kasihkan ke Ibu Zea.”

“Asiap.”

Mery kembali ikut berdiskusi dengan Leo dan Henry. Arjuna menyerahkan berkas sambil menggoda Zea dengan mengerlingkan matanya. Saat Zea masih asyik dan fokus dengan berkasnya, Henry pun pamit ke kamar begitu pula dengan Mery.

“Bye Juna, jangan lupa pesan aku tadi ya.”

“Oke,” jawab Juna tanpa menoleh karena fokus pada ponsel.

“Itu kendala yang ada di cabang. Baru operasional sekitar tiga bulanan, kamu pelajari dan besok bisa kita cek langsung ke lokasi,” titah Leo. Zea mengangguk paham sambil terus fokus pada berkas dihadapannya.

Bruk.

Arjuna menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Zea yang tidak tahu kalau Arjuna dan Leo sedang berdrama dan mereka sebenarnya dekat pun terkejut.

“Juna, ini kamar Pak Leo. Sedang apa kamu disitu?”

“Eh, maaf. Keblablasan gitu, kirain di kamar sendiri,” jawab Arjuna lalu beranjak duduk di samping Zea. Leo menatap horor ke arah Arjuna, sedangkan yang ditatap hanya mengerlingkan matanya dan menunjuk Zea dengan dagunya.

“Maaf Ibu Zea, kita sudahi dulu. Ibu Zea bisa beristirahat.”

“Oh, baik Pak.”

Arjuna berdecak mendengar Leo mengusir Zea, padahal Arjuna ingin berlama Zea tetap di sini. Zea yang sudah berdiri menoleh karena ucapan Leo.

“Ibu Zea, pastikan kamarnya terkunci. Jangan sampai ada hal yang tidak diinginkan.”

“Siap Pak.”

Setelah Zea keluar, Arjuna melemparkan bantal sofa kepada Leo. Entah apa maksud Leo, tapi seakan menyinggung dan mengejek dirinya.

“Apaan maksudnya hal yang tidak diinginkan? Kalau gue sama dia sama-sama ingin, gimana?”

“Aku bukan bicara tentang kamu, tapi hal yang tidak diinginkan. Kamu kemana aja sih baru muncul, aku hubungi nggak dijawab.”

“Ketiduran.”

“Asisten kamu hubungi aku, mungkin ada masalah di sana,” ujar Leo.

“Sudah beres, tadi sudah nyambung.”

Arjuna yang sudah berada di kamarnya sendiri, bahkan sedang berbaring menatap layar ponselnya. Saat membuka room chat dengan Zea, ternyata Zea sedang online.

[Belum tidur]

Arjuna menunggu pesannya dibaca dan dibalas. Cukup lama, akhirnya ada pesan balasan.

[Belum]

Arjuna kembali mengetik untuk membalas pesan Zea.

[atau mau ditiduri, ]

Terkekeh sendiri membayangkan Zea yang misah misuh karena ulahnya.

[Dasar omes]

Zea sudah tidak online lagi, Arjuna pun menyimpan kembali ponselnya.

... ***...

“Zea mana?” bisik Arjuna. Dia dan Leo sedang berada di buffet untuk mengambil sarapannya. “Cuma ada si botak doang,” ujarnya lagi.

“Sudah duluan ke perusahaan dengan Merry.”

“Hahh, kenapa udah duluan. Emang dia tahu daerah sini,” keluh Arjuna mengandung perhatian.

Leo menoleh dan melirik sinis, “Kamu pikir Zea anak kecil yang nggak ngerti jalan. Aku ingatkan, saat ini ada teknologi namanya GPS.”

Leo meninggalkan Arjuna, karena piringnya sudah terisi dengan menu yang menggugah seleranya. Henry pun terlihat sudah selesai dengan sarapannya dan sedang berada di smoking area. Arjuna bergegas mengambil sarapan dan ikut duduk satu meja dengan Leo. Bagi yang tidak tahu hubungan Leo dengan Arjuna, akan menganggap Arjuna bersikap kurang ajar karena berani satu meja dengan atasannya.

“Tugas gue ngapain? Nggak mungkin angkat-angkat galon atau bikin minum.”

Leo memilih menikmati sarapannya dibanding menjawab pertanyaan Arjuna. Keikutsertaan pria itu dalam perjalanan dinas karena permintaannya sendiri, tapi sekarang dia ribut dengan apa yang akan dikerjakan. Memang Arjuna hanya menyusahkan saja.

“Eh, gue dampingi Zea aja ya. Lo ‘kan bisa bilang Zea itu kandidat CEO, jadi gue akan bantu dan dampingi tugas dia.”

Leo menyeka bibirnya dengan tisu, lalu meneguk air yang sudah dia siapkan. “Enggak sekalian kamu sampaikan kalau kamu calon suami Zea, kalau wanita itu sudah bercerai.”

“Gila lo, mana ada kayak gitu. Gue Cuma mau bantu tugas dia dan memudahkan lo aja.”

Leo meletakkan sendok dan garpunya, lalu menatap Arjuna.

“Yang memaksa ingin ikut itu kamu, artinya kami gak ada masalah walaupun kamu nggak ikut. Jadi nggak ada cerita kamu memudahkan tugas kami yang ada malah bikin ribet,” jelas Leo.

“Bener-bener minta dimutasi ya lo, tinggal bilang nanti mau dimutasi kemana,” ancam Arjuna.

Leo hanya menggelengkan kepala lalu menghabiskan sarapannya. Arjuna bergegas dan mengekor langkah Leo. Bersama dengan Henry menuju kantor cabang dimana Zea sudah lebih dulu tiba.

 Leo dan rekan sudah tiba di perusahaan. Arjuna menatap sekeliling, tentu saja mencari keberadaan Zea. Dia masih bersama Leo, berada di ruang pimpinan cabang. Cukup lama ikut serta dalam diskusi, membuat Arjuna jenuh dan kesal. Leo yang melihat gelagat Arjuna dan khawatir pria itu akan berulah, meminta Arjuna menemui Zea dan menyampaikan pesan agar segera menemui Leo jika arahan darinya sudah dikerjakan.

Mendapat arahan yang berhubungan dengan Zea, membuat Arjuna penuh semangat. Semangat empat lima, segera menuju divisi marketing dimana Zea sekarang berada. Ternyata Zea dan Mery berada di ruang meeting, Arjuna pun ikut bergabung.

Zea sedang serius jadi tidak merespon kehadiran Arjuna. Berbeda dengan Mery yang langsung tersenyum bahkan menunjuk kursi di sampingnya agar Arjuna duduk.

“Bisa disesuaikan lagi dengan konsep marketing yang sudah kita terapkan, tidak ada masalah dengan daya beli masyarakat atau pun kondisi dan lingkungan. Karena ini sudah kami kaji ulang,” jelas Zea.

Pihak cabang pun siap menerima arahan dari Zea perwakilan kantor pusat. “Ibu Mery juga sudah menyampaikan konsep kerjanya, nanti bisa langsung konsultasikan dengan beliau,” tutur Zea lagi.

“Baik, Bu. Mungkin setelah ini kami akan banyak berkonsultasi.”

Zea agak kesal karena Mery malah terlihat saling berbisik dengan Arjuna, bukan karena iri tapi terlihat tidak profesional. Apalagi mereka tamu dan tim pusat, rasanya agak aneh kalau menunjukkan ketidak seriusan.

“Kita break dulu ya, saya perlu kopi,” ujar Zea.

“Kalian ini kenapa sih?” tanya Zea setelah ruangan hanya ada dirinya, Arjuna dan Mery.

“Kenapa apanya?” tanya Mery.

“Kita tuh tamu dan perwakilan pusat, masa kasih contoh cengengesan kayak tadi,” sahut Zea.

Arjuna hanya tersenyum melihat Zea yang menegur dengan rasa bersalah. Berbeda dengan Mery dan Arjuna yang biasa saja tidak ingin menimpali teguran Zea.

Arjuna menghampiri Zea yang sedang menyeduh kopi instan.

“Sini biar saya yang buatkan, itu ‘kan pekerjaan saya.”

Zea melirik sinis, “Aku bisa sendiri,” ujar Zea ketus. Arjuna menggaruk kepalanya melihat sikap Zea, baru kali ini dia melihat wanita itu emosi dan menjawab dengan ketus.

Ini sih bukan marah, tapi cemburu, batin Arjuna.

                                                                                      

1
Siti Masitah
nih..tua tua keparat..mwnya stroke aj
Siti Masitah
ya wes men ke wae..paling kena penyakit kelamin si juna
Anonymous
qu suka kegigihanmu juna.../Facepalm/
Siti Masitah
thor..napa pemeran lk2nya suka celap celup sih..kasian pemeran pr nya dpat seken..
Lin Frie
kamu memang gentelman sesuai namamu arjuna...☺☺☺
Lin Frie
arjuna🤣🤣🤣
Lin Frie
kasihan zea sungguh sulit..
Lin Frie
😔😔😔😔
Dwi apri
ya Allah kasihan zea...
kpn kira2 zea bisa bahagia thor...
Dwi apri
hah...
angel wes..angel..

piye jun....
Dwi apri
terimakasih thor..novelmu bisa membuat q ketawa.ketiwi...
Dwi apri
kePDan yg hakiki ya jun....🤣🤣🤣🤣
Dwi apri
hemm😌😌😌mode menyesal atau cuman modus
Dwi apri
minta di slepet nih si juna
Dwi apri
wah bakalan ketawa ngakak jungkir balik nih si mauren klo beneran calon suaminya arjuna🤣🤣🤣🤣
Dwi apri
gendeng si juna
Dwi apri
dan....
bersambung....
Dwi apri
gonjang ganjing dunia persilatan
Dwi apri
kepedean si juna...berharap dicemburui zea
Dwi apri
semakin tertantang si juna sm bu zea
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!