hana, seorang gadis remaja yang tiba-tiba menikah dengan seorang mafia tampan karena desakan posisinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vatic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sentuhan memabukkan
Tangan Sean refleks bergerak, menyentuh lalu membelai lembut sisi tubuh Hana.
Gerakannya pelan, penuh kehati-hatian, namun cukup untuk membuat tubuh Hana yang semula kaku perlahan meremang.
Ciuman mereka yang kian dalam menyalakan reaksi demi reaksi, hingga kehangatan asing menjalar dan menguasai setiap helaan napas.
Sensasi itu menyeret Hana ke dalam pusaran tanpa sadar, tubuhnya seolah mengikuti alur tanpa bisa melawan, diiringi desahan lirih yang tak mampu ia tahan.
Sean lalu mengangkat tubuh Hana, mendudukkannya di pangkuannya tanpa menghentikan ciuman yang masih menempel erat. Suara lembut dari bibir yang bersentuhan terdengar jelas, menambah suasana semakin mendebarkan.
Kedua kaki Hana terbuka tanpa sengaja, kain tipis yang dikenakannya tersingkap sedikit, memperlihatkan bagian yang membuat pipinya memanas. Seketika rasa gugup merambat, terutama saat ia sadar betapa dirinya begitu rentan di hadapan Sean. Ia mencoba menahan, namun sentuhan Sean membuat usahanya seolah tak berarti.
Hana berusaha menjauh, tetapi Sean menahan kepalanya, memperdalam ciuman itu. Lidahnya menuntun, membuat napas Hana tersengal, antara ingin menolak namun tak kuasa menepis gejolak yang sudah terlanjur tumbuh.
Tak ada rasa jijik, hanya helaan napas dan desah yang keluar dari bibir Hana, seiring wajahnya yang mulai memerah. Sean, dengan sorot mata yang tak pernah lepas, menatap setiap detail ekspresi itu seolah ingin mengabadikannya.
Panas di tubuh Hana seakan menular padanya, membuat perasaan Sean semakin membuncah. Ia tahu benar apa yang tengah terjadi, namun pesona di hadapannya membuatnya sulit mengendalikan diri.
Hana mendekap leher Sean erat, suaranya bergetar saat berbisik,
“Sean… kenapa tubuhku terasa berbeda…?”
Sean terdiam sesaat, lalu menjawab dengan suara dalam yang bergetar,
“Apakah kau ingin kita melanjutkan…?”
Hana mengangguk ragu, wajahnya masih diselimuti malu sekaligus penasaran. Ia sendiri tak sepenuhnya mengerti, hanya merasakan sesuatu yang baru dan mengikat di hatinya.
Mendapat jawaban itu, Sean kembali meraih bibir Hana, kali ini lebih dalam dan penuh gairah. Tangannya menyusuri punggungnya, sesekali mengusap lembut seolah ingin menenangkan sekaligus meyakinkan.
Desahan Hana kian lirih, tubuhnya tak lagi bisa berbohong. Ia hanya bisa bersandar, membiarkan Sean menuntunnya pada rasa yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Aaahhhk…!”
Hana tak kuasa menahan lirih suaranya ketika Sean mengecup penuh kelembutan, seolah ingin menyalurkan seluruh kasih sayangnya. Sentuhan itu membuat tubuhnya bergetar, menghadirkan sensasi baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Di dalam dadanya, debaran kian tak terkendali. Ada getaran asing, seakan sesuatu yang tersimpan lama akhirnya terbangun.
“Sean… aahh… kenapa tubuhku terasa berbeda…?” ucapnya terbata, penuh kegelisahan.
Sean yang peka akan kebimbangan itu segera meraih wajah Hana, menatapnya lekat sambil berbisik lembut,
“Tenanglah… aku di sini.”
Hana menutup matanya, meremas leher Sean erat, mencoba menahan perasaan yang mengalir deras. Namanya keluar berulang dari bibirnya, disertai helaan napas yang panjang dan bergetar.
“Seaan… ahhh… Sean…”
Getaran itu kian menguasai dirinya, membuat kaki Hana lemas, tubuhnya seolah kehilangan kendali, dan napasnya menderu-deru di telinga Sean yang tetap memeluknya erat.
Cup…
Sebuah kecupan singkat singgah di pipi Hana. “Apakah kamu merasa bahagia?” tanya Sean dengan suara penuh kasih.
Hana buru-buru menyembunyikan wajahnya di leher Sean, tersenyum malu. Sean tahu, itu adalah jawabannya.
“Kenapa… apa kamu mau lagi?” godanya pelan.
Bugh! Hana memukul dada Sean dengan manja.
“Dasar! Jangan usil!”
Sean terkekeh, lalu mencuri kesempatan untuk menggoda dengan menahan tangannya. Hana berontak sambil tertawa, menjerit geli ketika Sean kembali mengusiknya. Tawa keduanya pecah, renyah dan hangat, memenuhi ruangan dengan kebahagiaan sederhana.
Saat akhirnya Sean melepaskan genggamannya, Hana gantian menggoda, pura-pura membalas dengan meniru tingkahnya tadi. Namun Sean hanya tersenyum tenang, matanya justru menatap Hana dalam-dalam.
Merasa kalah, Hana pun mencari cara lain—dan sukses membuat Sean tertawa terpingkal-pingkal. Hingga akhirnya keduanya terdiam, masih terengah, saling menatap dengan tatapan yang tak lagi bisa disembunyikan.
“Hana…” panggil Sean pelan, suaranya dalam.
“Iya…” jawab Hana dengan suara hampir berbisik.
Sean mengusap lembut rambut yang menutupi wajahnya, lalu menatapnya lekat.
“Cantik… Hana-ku sangat cantik.”
Pipi Hana kembali memerah, ia pun menyembunyikan wajahnya di leher Sean. Namun dalam hati, ia tahu sesuatu telah berubah. Ada rasa yang menuntun, sesuatu yang mulai tumbuh dan sulit diingkari.
Cup…
Sebuah ciuman singkat kembali mendarat di bibir Hana, membuatnya tersentak malu. Sean tersenyum, lalu berbisik penuh ketulusan,
“Sekarang… aku ingin kita benar-benar memulainya.”
Kata-kata itu membuat Hana terdiam. Ia mencoba menahan, tapi bujukan lembut Sean perlahan melemahkan pertahanannya… hingga akhirnya ia hanya bisa bersandar, membiarkan rasa itu membawanya pergi.