Setelah dua tahun menikah, Laras tidak juga dicintai Erik. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan cinta suaminya tapi semua sia-sia. Laras mulai lelah, cinta Erik hanya untuk Diana. Hatinya semakin sakit, saat melihat suaminya bermesraan dengan Dewi, sahabat yang telah dia tolong.
Pengkhianatan itu membuat hatinya hancur, ditambah hinaan ibu mertuanya yang menuduhnya mandul. Laras tidak lagi bersikap manja, dia mulai merencanakan pembalasan. Semua berjalan dengan baik, sikap dinginnya mulai menarik perhatian Erik tapi ketika Diana kembali, Erik kembali menghancurkan hatinya.
Saat itu juga, dia mulai merencanakan perceraian yang Elegan, dibantu oleh Briant, pria yang diam-diam mencintainya. Akankah rencananya berhasil sedangkan Erik tidak mau menceraikannya karena sudah ada perasaan dihatinya untuk Laras?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Jangan Lupa Puaskan Suamiku
Laras sibuk menatap layar komputernya. Tangannya lincah menyusun strategi, mencari proyek strategis yang akan ia sodorkan kepada Dewi. Ia harus merencanakannya dengan matang: mencarikan klien yang sulit, proyek yang mustahil didekati, agar Dewi benar-benar diuji. Hanya dengan begitu kesombongan wanita itu bisa dibungkam.
Beberapa nama perusahaan muncul dalam benaknya. Perusahaan besar, keras kepala, yang dulu pernah ia perjuangkan sendiri hingga akhirnya menjalin kerja sama. Laras masih ingat betapa sulitnya proses itu, dan kini, ia tersenyum tipis. Itu akan menjadi tantangan yang tepat untuk si gundik.
Senyum licik mengembang di wajahnya. Seorang gundik ingin melawan istri sah? Dewi benar-benar salah perhitungan. Laras bukan lagi wanita yang berteriak penuh emosi seperti dulu. Perselingkuhan Erik telah mengajarinya cara menjadi lebih tenang, lebih berbahaya, dalam menghadapi wanita seperti Dewi.
Tok… tok…
Ketukan di pintu membuatnya menoleh.
“Bu Laras, Pak Erik memanggil Anda ke ruangannya,” ucap salah seorang staf.
Laras menarik napas panjang. “Aku segera ke sana.” Ia cepat merapikan berkas, mematikan komputer. Tak ada yang boleh menyentuh ruangannya. Tak boleh ada yang mengacaukan rencananya.
Di ruang kerjanya, Erik tampak uring-uringan. Sejak tadi pikirannya tidak bisa fokus, tubuh Laras yang ia lihat tadi pagi masih saja membayang. Ia sendiri tak mengerti kenapa ia memanggil istrinya.
Pintu terbuka. Laras masuk dengan tatapan dingin, menyapu ruangan itu seakan mencari keberadaan Dewi. Rupanya Erik sendirian.
“Tumben,” ujarnya sinis. “Aku pikir akan melihat kau bermesraan dengan Dewi lagi, seperti biasanya.”
Erik menegang. “Aku tidak ada urusan dengan Dewi sekarang. Urusanku hanya denganmu.”
“Urusan apa? Kalau tidak penting, tak usah memanggilku.”
“Laras, kau memang istriku. Tapi di kantor ini kau hanyalah bawahanku. Jadi jangan bersikap semena-mena padaku!”
Laras mendengus kecil. “Aku tahu itu, tidak perlu kau katakan. Kebetulan aku memang ingin memberitahu jika nanti siang aku harus pergi menemui Pak Nugraha.”
Ekspresi Erik berubah drastis. Ada cemburu yang samar, bercampur amarah. “Untuk apa?”
“Tentu saja untuk membicarakan bisnis. Bukankah aku telah mengatakannya jika aku harus memperbaiki proposal itu dan dia bersedia membantu? Ini kesempatannya, kau bisa menyia-nyiakannya jika kau tidak mau menjalin bisnis dengannya.”
Erik menutup mata sejenak, memijit pelipis. Mereka membicarakannya kemarin, tapi entah mengapa cemburu buta kembali menghantam.
“Dan satu hal lagi,” Laras menambahkan dengan tenang namun menusuk, “Aku akan sibuk beberapa hari ke depan. Jadi, carilah Dewi. Dia bisa membantumu. Urusan kantor, bahkan urusan ranjang. Dia bisa melakukannya.”
“Untuk apa berbicara seperti itu? Apakah harus mengucapkan perkataan itu untuk menyinggungku?” Erik menatap tajam.
"Ups," Laras tersenyum miring, “Pak Wijaya, aku tidak bermaksud menyinggung apalagi membuatmu marah. Yang aku katakan memang tidak salah, kan?"
Erik menghela napas panjang. Kepalanya terasa berat tiap kali berhadapan dengan Laras.
“Cukup. Jangan bahas itu lagi. Katakan saja kenapa kau sibuk akhir-akhir ini. Tidak mungkin kau akan menemui Pak Nugraha setiap hari.”
“Itulah yang harus kulakukan. Aku perlu waktu untuk menyelesaikan proposal ini. Jangan khawatir, aku bukan perempuan gatal seperti selingkuhanmu itu.”
Kata-kata itu dingin, namun tajam menusuk. Erik tak sanggup membalas.
“Baiklah,” gumamnya akhirnya. “Tapi jangan lupakan pekerjaan lain. Jangan terlalu fokus pada pria itu.”
“Aku tahu. Aku juga sedang menangani proyek lain. Ada tawaran dari rekan bisnis lama.”
“Siapa?” Erik menatap curiga.
“Akan kuberitahu nanti. Jika tidak ada hal lain, aku pergi.” Dia harus memiliki waktu untuk membuat strategi.
Dengan berpura-pura bekerja, memperbaiki proposal dengan Brian Nugraha, maka tidak akan ada satu orang pun yang curiga dengan rencana busuknya untuk mengakhiri permainan Dewi.
Ia berbalik, melangkah menuju pintu tanpa bertanya kenapa Erik memanggilnya.
“Laras.”
Langkahnya terhenti. “Apa lagi?” tanyanya dingin.
Erik terdiam sejenak. Namun akhirnya hanya menggeleng. “Tidak. Tidak ada apa-apa.”
Mata Laras menyipit. Ia memandanginya penuh curiga, namun memilih melanjutkan langkah. Pintu tertutup di belakangnya, meninggalkan Erik yang menunduk frustasi. Tangannya menghantam meja. Ada apa dengannya? Hanya melihat Laras tanpa sehelai benang pun sudah membuatku kehilangan akal. Jika Laras tahu… dia akan menertawakannya.
Sementara itu, Laras melangkah tegap kembali ke ruangannya. Ia tidak peduli alasan Erik memanggilnya. Tak ada yang penting darinya lagi.
Di koridor, ia berpapasan dengan Dewi. Wanita itu sengaja menabrakkan bahu, lalu tersenyum sinis.
“Ups, tidak sengaja,” ucapnya dengan nada mengejek.
“Tidak apa-apa,” jawab Laras datar. Tangannya menepuk bahu, seakan membersihkan diri dari sentuhan. “Wanita murahan memang begitu. Tak bisa melihat pria beristri, lalu dengan tak tahu malu menggoda.”
“Jangan menghina aku, Laras!”
“Tanpa perlu kuhina, kau sudah terhina sendiri,” balas Laras tenang. “Cepatlah masuk. Erik bilang sudah tidak tahan ingin merasakan belaianmu. Jangan lupa puaskan suamiku.” Senyum miring mengakhiri kata-katanya sebelum ia melangkah pergi.
Dewi mematung, wajahnya merah padam. Ucapan itu jelas penghinaan. Dengan hati terbakar, ia masuk ke ruangan Erik.
Erik masih termenung, pikirannya kacau. Dewi menghampiri, menyentuh lengannya. “Ada apa denganmu? Bertengkar lagi dengan Laras?”
“Itu sudah biasa. Untuk apa kau datang?”
“Tentu saja menagih janji. Kau bilang akan memberiku proyek. Kapan?”
Erik memijit pelipisnya, padahal Dewi belum memiliki kemampuan tapi dia tetap bersikeras.
"Erik, jangan katakan kau tidak jadi memberikan aku sebuah proyek dan meragukan kemampuanku!"
Erik menatapnya dengan letih. “Tidak. Laras bilang dia sedang menangani sebuah proyek. Setelah dia mendapatkan kepastian, aku akan membiarkanmu menangani proyek itu.”
“Benarkah?” Mata Dewi berbinar. Ia segera duduk di pangkuannya, tangannya mengusap dada Erik. “Aku sangat senang mendengarnya, Erik.”
Ia mendekat, berbisik manja. “Malam ini… maukah kau datang ke rumahku? Sudah lama kita tidak melakukannya. Kau tidak rindu?”
Erik diam. Bayangan tubuh Laras kembali menguasai pikirannya. Haruskah dia melampiaskannya pada Dewi?
“Kenapa tidak menjawab? Apa kau tidak mau?”
“Bukan begitu.” Erik menarik napas panjang. “Baiklah. Aku akan datang malam ini.”
“Oh, Erik. Aku sangat senang mendengarnya…” Dewi tersenyum puas lalu memeluknya erat. Senyum sinis melintas di wajahnya.
Laras mungkin istri sah, tapi dia yang sebenarnya dibutuhkan Erik. Dia yang akan menang. Apa artinya seorang istri, bila tak pernah disentuh?
Mirisnya, Laras hanya pion. Dimanfaatkan demi perusahaan dan wanita itu seperti orang bodoh yang tidak mengetahuinya. Bagi Dewi, itu hanya membuatnya terlihat semakin menyedihkan.
Erik tampak enggan. Mungkin setelah melewatkan malam dengan Dewi, dapat membuatnya lupa dengan tubuh seksi istrinya. Terus terang, dia tidak mau dihantui hal itu terus menerus yang bisa membuatnya tidak bisa konsentrasi bekerja.
hayuu Erik n Ratna cemuuuunguut utk tujuan kalian yg bersebrangan 🤣🤣
semangat utk mendapat luka Erik 🤣
hayuuu Briant gaskeun 😁
buat Erik kebakaran jenggot 🤣🤣