NovelToon NovelToon
Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seira A.S

Mu Yao, seorang prajurit pasukan khusus, mengalami kecelakaan pesawat saat menjalankan misi. Secara tak terduga, ia menjelajah ruang dan waktu. Dari seorang yatim piatu tanpa ayah dan ibu, ia berubah menjadi anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya. Ia bahkan memiliki seorang adik laki-laki yang sangat menyayanginya dan selalu mengikutinya ke mana pun pergi.

Mu Yao kecil secara tidak sengaja menyelamatkan seorang anak laki-laki yang terluka parah selama perjalanan berburu. Sejak saat itu, kehidupan barunya yang mendebarkan dan penuh kebahagiaan pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seira A.S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 : Kilas Balik Masa Lalu

Melihat putrinya duduk di atas tubuh babi hutan, sudut mulut Mu Cheng langsung berkedut. Nak, itu kan babi hutan! Walaupun sudah mati, bukan berarti bisa dijadikan kursi, dong!

Tapi Mu Yao cuek banget dengan pandangan ayahnya. Dia malah menepuk tempat kosong di sebelahnya sambil berseru riang, “Ayah, sini duduk! Enak banget, lho!”

Mu Cheng sempat ragu, tapi akhirnya duduk juga dengan hati-hati. Eh, ternyata lumayan juga. Meski tubuh si babi agak kaku, duduk di atasnya jauh lebih nyaman daripada di tanah yang dingin.

Melihat ekspresi ayahnya yang tegang, Mu Yao langsung tahu kalau ayahnya pasti belum pernah duduk di atas bangkai binatang. Tapi dirinya? Dia bahkan pernah tidur di pelukan harimau, lho!

Di kehidupan sebelumnya, Mu Yao pernah dalam misi membunuh seorang pejabat tinggi yang berkhianat pada negara. Begitu berhasil memelintir leher si pengkhianat, alarm tersembunyi di kamar langsung menyala. Dalam sekejap, lebih dari sepuluh tentara bayaran bersenjata lengkap mengepungnya. Mu Yao menghabiskan semua pelurunya baru bisa menyingkirkan mereka, tapi lengannya juga tertembak. Saat langkah kaki dari luar makin ramai, dia terpaksa kabur lewat jendela.

Di luar rumah hanya ada hutan belantara sejauh mata memandang. Mu Yao langsung lari menuju bagian hutan yang paling rimbun. Tak lama kemudian, suara langkah kaki mulai terdengar dari belakang. Dia terus lari entah berapa lama. Hutan makin gelap, nyaris tak ada cahaya, tapi penglihatan Mu Yao sangat tajam. Meskipun tak seterang siang hari, dia tetap bisa melihat cukup jelas.

Bermodal pengalaman tempurnya di hutan dan semangat pantang menyerah, Mu Yao berhasil membunuh puluhan orang hanya dengan pisau kecil dan memanfaatkan semak-semak. Akhirnya, musuhnya mundur.

Tapi tubuh Mu Yao sudah kelelahan. Dari pagi cuma makan dua potong roti dan minum segelas susu hangat. Dia memang nggak suka makanan Barat, tapi dalam misi, perut kenyang sudah cukup. Setelah baku hantam sepanjang hari, ditambah luka di lengannya yang terus mengalirkan darah, bisa bertahan sejauh ini saja sudah luar biasa.

Dia tahu kalau nggak segera menangani lukanya, bisa-bisa mati kehabisan darah. Tapi aroma darah bisa menarik binatang buas, dan sekarang dia sudah nggak punya tenaga buat bertarung lagi. Akhirnya, dia memanjat pohon terdekat dan duduk di cabangnya. Dengan pisau di tangan dan naluri tempurnya, dia mulai menggali peluru yang menancap di tulangnya.

Nggak ada obat bius, nggak ada alat medis. Bisa dibayangin betapa sakitnya. Tapi Mu Yao bertahan. Yang ada di pikirannya cuma satu: kalau pun mati, dia harus mati di tanah airnya sendiri. Setelah tiga kali menyodok, akhirnya peluru itu berhasil dikeluarkan, lengkap dengan daging. Mu Yao langsung mengoleskan obat luka, merobek lengan bajunya, lalu membalut luka. Meski masih sakit, setidaknya udah mendingan dibanding peluru nyangkut di dalam.

Tapi aroma darah yang pekat malah mengundang tamu tak diundang—seekor harimau lapar yang sedang berburu!

Mu Yao lagi mikir buat istirahat sebentar sebelum cari jalan keluar. Hutan gelap begini terlalu berbahaya, dan siapa tahu para tentara bayaran tadi balik lagi dengan bala bantuan. Dia masih harus pulang ke tanah air, nenek komandan nunggu ulang tahun ke-70, dan para rekrut barunya... jangan-jangan udah bikin pelatih mereka naik darah!

Baru aja dia tertidur sebentar, suara ranting patah dari kejauhan bikin Mu Yao langsung waspada. Mau tidur di rumah atau di medan perang, refleksnya udah kebentuk. Dia langsung lihat ke arah suara, dan tak lama kemudian, muncul kepala besar dari balik semak-semak—seekor harimau besar muncul, mendekat tanpa suara.

Harimau itu mencium bau darah dan langsung ke arah pohon tempat Mu Yao bersembunyi. Tingginya sekitar tiga meter dari tanah, jadi lompatan harimau nggak sampai. Tapi cakarnya yang besar berhasil meninggalkan bekas cakar di batang pohon. Harimau itu meraung marah, bikin binatang-binatang lain langsung kabur.

Mu Yao malah bikin wajah nyebelin ke harimau itu.

“Coba aja naik sini! Bisa apa cuma teriak-teriak?! Tante nggak takut sama kamu, tahu!”

Untung harimau nggak bisa manjat pohon, jadi Mu Yao nyantai aja.

Harimaunya kesal setengah mati.

Harimau: “Cih, dasar bocah tengil! Kalau aku bisa manjat, habis kamu!”

Harimau itu lompat berkali-kali, tapi gagal terus. Sayangnya, batang pohon yang dipanjat Mu Yao mulai kelihatan goyah. Dia baru sadar kalau pohon ini nggak cukup kuat buat nahan getaran berkali-kali. Mau pindah pohon juga udah nggak sempat, apalagi sekarang dia nggak bawa cambuk dan tubuhnya juga udah terlalu lemah buat lompat ke pohon lain.

Mu Yao mikir cepat. Kalau saja dia punya shuriken... Eh, tunggu, dia bisa bikin sendiri! Dia patahin beberapa ranting, raut jadi anak panah tajam, lalu melempar satu ke kepala harimau. Anak panah kayu itu nancep cukup dalam meski bukan senjata sungguhan.

Harimau itu makin kesal.

Harimau: “Berani-beraninya nyerang raja hutan! Awas kamu!”

Harimau melihat anak panah itu dengan rasa penasaran. Dia udah sering selamat dari jebakan dan peluru pemburu, tapi ini? Ranting aneh yang bisa nyakitin dia?

Dia sentuh pelan-pelan pakai cakar, lalu ambil dan perhatikan dekat-dekat.

Mu Yao ngikik sendiri lihat kelakuan harimau itu.

“Hei harimau bego, itu anak panah enak, lho! Mau coba?”

Walaupun nggak ngerti bahasa manusia, harimau itu paham kalau sedang ditertawakan. Dia ngamuk lagi dan langsung lompat. Kali ini, Mu Yao melempar dua anak panah sekaligus. Satu nancep di mata kanan si harimau, satu lagi masuk ke mulutnya yang terbuka!

Biasanya itu nggak langsung bikin harimau mati. Tapi Mu Yao yang kehabisan tenaga, malah jatuh dari pohon dan... duduk tepat di punggung si harimau! Berat badannya bikin anak panah terdorong masuk lebih dalam, menembus jantung. Mati di tempat!

Harimau raja hutan, tewas bukan karena senjata tajam... tapi karena pantat Mu Yao!

Mu Yao nyengir:

“Hutan segede ini kamu nggak mau cari mangsa lain, malah ngejar aku! Emangnya dagingku premium?”

Harimau: “Gue cuma kira kamu anak kecil! Siapa sangka bokongmu bisa membunuh!”

Mu Yao meringis kesakitan, luka di lengannya kebuka lagi gara-gara jatuh tadi. Dia kutuk si harimau dalam hati, dari kakek sampai cicit.

Karena udah nggak sanggup lagi berdiri, dia duduk aja di atas tubuh si harimau. Tapi perutnya keroncongan lagi. Mau cari makanan juga udah nggak kuat.

Lalu dia lirik si harimau...

Dengan pisau kecilnya, dia iris daging dari paha harimau. Nggak sempat masak-masak, langsung disobek dan digigit mentah. Rasanya amis dan alot, tapi daripada mati kelaparan... ya disikat juga!

Karena dagingnya susah ditelan, dia akhirnya minum darah dari luka di paha harimau. Aneh memang, tapi darah hangat itu bikin dia agak kenyang.

Begitu berdiri, perutnya mual luar biasa. Hampir muntah. Tapi Mu Yao tahan. “Udah masuk perut, nggak boleh keluar lagi!”

Demi bertahan hidup, dia pernah makan akar, serangga, apa aja. Jadi, minum darah? Bukan masalah.

Setelah mualnya reda, dia lelah setengah mati. Turun dari pohon jelas bukan pilihan, tapi tidur di tanah juga bisa bikin masuk angin, apalagi lagi luka begini.

Mu Yao lirik si harimau. “Ya udah, numpang tidur sini aja.”

Dia dorong tubuh harimau itu, lalu menyelip ke pelukannya. Kepala bersandar di paha harimau. Eh, hangat juga!

Akhirnya, Mu Yao ketiduran di sana. Untungnya, raungan terakhir si harimau sebelum mati bikin semua binatang lain takut mendekat. Mu Yao bisa tidur nyenyak sampai pagi!

1
Aisyah Suyuti
baguss
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
The first child
semangat terus nulisnya thor..
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
lanjut thorr...semangat....
Seira A.S: insyaallah kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
coba punya ruang dimensi atai sistem..
Seira A.S: gak punya kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!