Mila, seorang gadis modern yang cerdas tapi tertutup, meninggal karena kecelakaan mobil. Namun, takdir membawanya ke zaman kuno di sebuah kerajaan bernama Cine. Ia terbangun dalam tubuh Selir Qianru, selir rendah yang tak dianggap di istana dan kerap ditindas Permaisuri serta para selir lain. Meski awalnya bingung dan takut, Mila perlahan berubah—ia memanfaatkan kecerdasannya, ilmu bela diri yang entah dari mana muncul, serta sikap blak-blakan dan unik khas wanita modern untuk mengubah nasibnya. Dari yang tak dianggap, ia menjadi sekutu penting Kaisar dalam membongkar korupsi, penghianatan, dan konspirasi dalam istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Kebenaran yang Terkubur
Malam yang Sunyi
Udara malam di istana Kerajaan Cine mulai membawa hawa musim gugur yang dingin. Kabut tipis menyelimuti jalanan berbatu, lentera-lentera merah berayun perlahan, dan suara burung malam bersahut di kejauhan.
Di balik kedamaian itu, Qianru berlutut di depan altar kecil dalam kamarnya, menyusun serangkaian dokumen rahasia yang berhasil dikumpulkannya selama seminggu terakhir.
Ada peta bawah tanah istana, catatan pengiriman jamu yang mencurigakan, dan—yang paling penting—daftar nama pelayan yang hilang setelah diinterogasi oleh pihak Istana Permaisuri.
Beberapa di antaranya sebelumnya dikenal sebagai penyuka gosip. Mungkin mereka tahu sesuatu yang tak seharusnya.
Yan’er, pelayan setianya, melangkah masuk membawa teh. “Nona, tadi malam aku melihat Selir Zhao menyelinap ke arah Paviliun Duyung. Bukan jam biasa untuk seorang selir berjalan sendiri.”
“Paviliun Duyung... bukankah itu tempat istirahat putri angkat Permaisuri yang dikabarkan sakit-sakitan?” tanya Qianru sambil mencatat informasi itu.
“Benar. Tapi yang menarik, aku melihat seseorang berbaju penjaga keluar dari sisi belakang. Dia tak mengenakan lencana resmi istana.”
Qianru mengangkat alis. “Prajurit bayaran? Atau... mata-mata luar?”
Dia menatap langit malam di luar jendela. Permaisuri ternyata sudah memperluas cengkeramannya. Dan jika benar dia menyimpan sesuatu di Paviliun Duyung, maka itu bisa menjadi kunci untuk menjatuhkannya.
---
Tengah malam, Qianru mengenakan pakaian hitam panjang dengan tudung, dan menyusup bersama Ling Yue ke Paviliun Duyung. Mereka menghindari penjaga dan bergerak diam-diam di antara bayangan tiang dan pepohonan.
Paviliun itu terlihat biasa di permukaan. Kamar beraroma dupa, dengan tirai tipis menggantung dari langit-langit. Tapi Ling Yue menemukan celah mencurigakan di bawah rak buku.
“Di bawah lantai. Ada rongga,” bisiknya.
Qianru ikut membantu membuka papan lantai. Di bawahnya, lorong sempit mengarah ke ruang bawah tanah kecil. Cahaya remang memperlihatkan susunan rak yang penuh botol jamu, buku medis... dan satu peti kayu hitam dengan simbol naga yang dicakar.
Ling Yue membuka peti itu dengan hati-hati. Di dalamnya—tumpukan surat dan dokumen. Salah satunya berisi cap emas Kekaisaran.
Qianru menarik nafas dalam-dalam saat membaca isinya:
Perintah Pengasingan: Selir Lianhua dibuang secara diam-diam karena menolak menjadi alat politik Permaisuri. Dilarang disebarkan ke istana luar.
"Selir Lianhua…? Bukankah dia dikabarkan tewas bunuh diri tahun lalu?” tanya Qianru lirih.
“Tidak. Dia dibuang ke perbatasan barat. Ada bukti laporan penjaga yang mengantarnya ke Biara Wuji.”
Qianru menutup surat itu dengan mata membelalak. Ini... adalah skandal. Jika ia bisa membuktikan Selir Lianhua masih hidup, atau minimal surat ini asli, reputasi Permaisuri bisa hancur seketika.
Tapi langkah mereka terganggu.
Tap......Tap....... Tap......
Langkah kaki mendekat. Penjaga.
Tanpa membuang waktu, Qianru dan Ling Yue menutup kembali peti, menyusup keluar, dan kembali ke kediaman melalui rute tersembunyi.
---
Di tempat lain, Kaisar Liu gelisah. Ia kembali membaca laporan dari Menteri Dalam tentang para pelayan yang menghilang, dokumen-dokumen yang direkayasa, dan pemborosan anggaran untuk Paviliun Duyung.
Hatinya goyah.
Dulu ia selalu percaya pada kakaknya, Permaisuri, karena merekalah yang membesarkan satu sama lain di tengah perebutan tahta. Tapi kini, satu demi satu kejanggalan muncul. Dan setiap itu muncul, Qianru selalu ada di baliknya.
Ia memandangi lentera giok di sudut ruangan. Lentera itu hadiah dari Qianru beberapa waktu lalu, bertuliskan:
“Terang bukan hanya untuk melihat jalan, tapi juga menyingkap bayangan.”
“Qianru…” gumamnya. “Apa yang sedang kau lihat... yang belum aku lihat?”
---
Keesokan harinya, Qianru duduk bersama Ling Yue dan Tabib Tu di sebuah gubuk tua yang tersembunyi di belakang Dapur Istana. Di hadapannya, salinan surat perintah pengasingan, dan tiga surat lain yang akan dikirimkan.
Satu ke Menteri Dalam.
Satu ke Panglima Pasukan Timur.
Dan satu... untuk Kaisar sendiri.
“Jika ketiganya menerima bukti ini, Permaisuri takkan bisa membungkam semuanya,” kata Qianru.
“Tapi itu artinya perang terbuka,” Ling Yue memperingatkan.
“Ya,” jawab Qianru sambil menatap api di tungku. “Tapi lebih baik perang dengan terang, daripada mati pelan-pelan dalam kegelapan.”
---
Langit pagi menyala lembut di atas Istana Kerajaan Cine. Bagi kebanyakan orang, itu hanyalah awal hari biasa. Namun di balik dinding batu dan paviliun megah, badai mulai menggulung dalam diam.
Qianru berdiri di halaman kecil belakang kediamannya, menyaksikan kabut perlahan memudar. Di tangannya, sebuah gulungan kecil dengan segel giok Kaisar. Surat balasan telah datang.
Dengan napas tertahan, ia membuka gulungan itu.
“Bukti yang kau berikan akan diuji. Tapi hati-hati, pengkhianatan tidak hanya berwajah jahat, kadang datang dengan senyuman. – Liu.”
Qianru menggenggam kertas itu erat. Surat itu tidak menyatakan kepercayaan penuh, tetapi juga bukan penolakan. Itu berarti satu hal, Kaisar bersiap mengambil langkah… diam-diam.
---
Sementara itu, di Istana Phoenix, Permaisuri Li Mei duduk dengan anggun di tengah paviliun, dikelilingi para dayang. Namun wajahnya yang semula tenang menunjukkan sedikit kerutan.
“Sampaikan pada Kepala Pengawal Dalam, aku ingin laporan siapa saja yang keluar malam dua hari terakhir. Fokus pada Istana Giok Putih,” perintahnya dingin.
Selir Qianru.
Nama itu kini terpatri dalam pikirannya seperti duri kecil yang menyakitkan. Wanita yang dulu begitu lugu dan mudah dikendalikan, kini berubah menjadi sesuatu yang tak bisa diprediksi.
Dan itu… berbahaya.
Qianru tahu, setelah mengirim surat ke Kaisar, waktunya terbatas. Ia perlu menciptakan jaring sekutu lebih luas. Maka, ia menemui seseorang yang selama ini ia hindari Selir Ming, wanita bijak namun oportunis dari Istana Melati.
Di ruang teh yang sepi, mereka duduk saling berhadapan.
“Aku tahu kau tidak suka terlibat dalam konflik. Tapi dengarkan aku,” Qianru membuka pembicaraan.
“Permaisuri menyimpan sesuatu di Paviliun Duyung. Aku punya bukti pengusiran paksa Selir Lianhua, dan kemungkinan besar dia masih hidup.”
Mata Selir Ming membelalak.
“Aku tidak meminta bantuan tanpa imbalan. Jika aku berhasil, aku akan pastikan kau mendapat posisi sebagai Kepala Pelindung Putri Mahkota berikutnya. Tapi aku butuh dukunganmu untuk mengatur pertemuan rahasia para selir yang netral. Kita butuh kekuatan suara.”
Selir Ming menatapnya lama. “Kau berani sekali, Qianru.”
“Lebih berani daripada hanya menjadi korban.” jawab Qianru
---
Tiga malam kemudian, di halaman belakang Kuil Angin Timur yang jarang dikunjungi, lima selir berkumpul dalam bayangan lentera. Qianru berdiri di hadapan mereka.
“Kita semua tahu, selama ini Permaisuri bukan sekadar pengatur rumah tangga istana. Dia telah menyingkirkan banyak dari kita, secara diam-diam maupun terang-terangan,” katanya tenang.
“Namun hari ini, aku tidak datang hanya dengan kata-kata. Aku datang dengan bukti. Dan dengan rencana untuk mengakhiri kekuasaannya yang tidak adil.”
Ia menunjukkan surat-surat salinan, dan menceritakan kebenaran tentang Selir Lianhua. Ada keheningan. Beberapa menghela napas. Beberapa gemetar.
“Aku tidak minta kalian maju ke medan perang. Aku hanya minta suara kalian, jika saatnya tiba. Saat kebenaran harus dikatakan.”
Satu per satu, mereka mengangguk. Dan jaring pun terbentuk.
---
Pagi hari berikutnya, Ling Yue datang membawa kabar penting.
“Pasokan jamu dari Paviliun Duyung telah dipindahkan ke ruang rahasia di belakang perpustakaan kerajaan. Ada penjaga khusus yang ditugaskan langsung oleh Kepala Pengawal Dalam.” jelas Ling Yue
Qianru menatapnya tajam. “Itu berarti Permaisuri memindahkan barang bukti. Dia sudah tahu kita menyusup ke sana.”
“Ya. Tapi ada satu lagi,” Ling Yue berkata sambil mengeluarkan selembar kain putih dengan lambang terukir samar di sudutnya. “Ini terjatuh dari salah satu kotak ramuan yang mereka bawa—lambang keluarga Jenderal Gu.”
Qianru terdiam. Jenderal Gu adalah sekutu kuat Permaisuri. Jika ia terlibat dalam distribusi ramuan ilegal, maka ini bukan lagi sekadar masalah internal istana. Ini adalah konspirasi negara.
---
Kaisar Liu kini telah mengumpulkan informasi dari Menteri Dalam, dan juga menyaksikan sendiri salinan surat yang dikirim Qianru. Ia tahu waktunya sudah dekat.
Malam itu, ia memanggil Kepala Pengawal Rahasia.
“Aku ingin dua pasukan bayangan. Satu mengamankan perpustakaan kerajaan, satu lagi menyusup ke Biara Wuji.
Cari Selir Lianhua. Jika masih hidup, bawa dia. Jika tidak... bawa jenazahnya dan saksi yang menguburkannya.”
“Dan Yang Mulia… bagaimana dengan Permaisuri?”
Kaisar terdiam sejenak. “Biarkan dia berpikir dirinya masih mengendalikan segalanya.”
---
Qianru telah memulai pertempuran dalam bayangan. Sekutu terbentuk, kebenaran mulai terbuka, dan sang Kaisar telah mengambil langkah rahasia. Namun semua belum selesai.
Sebab sang Permaisuri... belum mengeluarkan seluruh taringnya.