"Kamu itu cuma anak haram, ayah kamu enggak tahu siapa dan ibu kamu sekarang di rumah sakit jiwa. Jangan mimpi untuk menikahi anakku, kamu sama sekali tidak pantas, Luna."
** **
"Menikah dengan saya, dan saya akan berikan apa yang tidak bisa dia berikan."
"Tapi, Pak ... saya ini cuma anak haram, saya miskin dan ...."
"Terima tawaran saya atau saya hancurkan bisnis Budhemu!"
"Ba-baik, Pak. Saya Mau."
Guy's, jangan lupa follow IG author @anita_hisyam FB : Anita Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasianya
"Astaghfirullah."
Danar buru-buru berbalik saat melihat adegan tidak manusiawi di depannya. Jantung pria itu berdebar tak karuan, buru-buru ia menutup pintu, berdiri di depannya dengan napas terengah.
"Apa emang kelakuan semua pengantin baru begini? Gimana ceritanya mereka bisa ...." Kalimatnya terhenti begitu dia melihat sesuatu. Dari arah kanan, sosok yang sangat dikenalnya berjalan ke arah ruang rapat. "Loh, si sok alim ngapain ke sini. Ekhemmm!" Danar mencoba memberikan isyarat, bahkan mengetuk pintu dengan sengaja. Namun ... Ketika dia mengintip, orang-orang itu masih ....
"Pak Danar," sapa Aditya ramah. "Bapak belum pulang?"
"Saya masih nunggu Boss saya," sahut Danar. "Pak Adit kenapa belum pulang?"
"Ada barang saya yang ketinggalan di dalam, Pak. Mau saya ambil dulu." Ia agak melongok ke arah pintu, tapi Danar menjaga pintu tersebut, dan sengaja berdiri di dekat handle, takut kalau Aditya tiba-tiba masuk.
Kening Aditya berkerut, jelas dia heran. Untuk apa Danar seperti ini, padahal dia hanya ingin masuk ke ruang rapat, itu termasuk fasilitas umum.
"Barangnya benar-benar harus saya ambil sekarang, Pak."
"Enggak bisa, Pak. Nanti saya ambilkan." Danar mulai agak kesal.
Di dalam ruangan, Luna sudah akan pergi ketika Arsen tiba-tiba mendudukan dia di meja. Tatapan mereka kembali bertemu dan Arsen meraup bibir Luna untuk sesaat. Hanya sesaat, setelah itu dia membantu Luna untuk merapikan penampilannya.
"Saya sudah bilang, kamu tidak akan bisa mengelak, Luna. Jangan berusaha untuk melupakan dia, tapi relakan Dia ...."
Luna seketika terdiam, dia tidak bisa berkata-kata saat Arsen dengan gerakan tenang dan tatapan mata tegasnya merapikan ikatan rambutnya yang longgar.
"Kamu tahu, semua manusia itu berharga. Kalau mereka tidak bisa menghargaimu, bukan berarti kamu tidak berharga, tapi kamu salah tempat."
Hei, lihat jari jemarinya yang membersihkan pinggiran bibir Luna.
"Tegakkan kepalamu, kamu mungkin tidak memiliki apa yang dia miliki, tapi kamu masih punya ini!" Ia menujuk dada sebelah kiri Luna, lalu kepalanya. "Dan ini, kamu wanita cerdas, Luna. Percaya sama saya, kamu tidak akan rugi apa-apa."
Setelah mengatakan itu, Luna masih terdiam, sementara Arsen pergi ke kursi sebelah, mengambil tas kecil yang isinya undangan dan membawanya ke pintu.
Ketika pintu terbuka, Aditya melihat Luna yang masih diam mematung, jelas penampilannya tidak serapi tadi, bahkan dia tampak ketakutan? Benarkah itu rasa takut? Atau?
"Ambil ini!" ujar Arsen, satu tangan ada di saku celana, sedangkan tangan lain menyodorkan barang milik Aditya. "Jangan sampai ada yang terlewat," sindirnya dengan senyum menyeringai.
Tatapan mata Aditya masih sempat melirik ke arah Luna, tapi kemudian Arsen bergeser dan menghalangi pandangannya dengan tubuhnya.
Karena tidak memiliki kesempatan, akhirnya Aditya mengambil barangnya, mengucapkan terima kasih kemudian pergi dari sana.
** **
Saat malam hari tiba, Aditya kini sedang duduk di ruang keluarga, bersama dengan ibunya, ayahnya, dan juga dengan adiknya. Orang-orang itu tampak sedang membahas acara pernikahan, sementara Aditya masih fokus pada pekerjaannya.
"Kenapa masih kerja, Dit?" tanya Pak Hendra . "Ini udah malem, kenapa sih kamu sibuk terus?"
"Ya namanya jadi project manager begini, Yah. Lagipula, kerjaan apapun, tanggung jawabnya sama-sama besar."
"Setuju!" kata Nayara. Dia yang sedang memilih beberapa dekorasi tambahan langsung mencondongkan tubuhnya ke depan. "Oh iya, Kak. Aku denger, Bossnya Kak Adit duda, ya? Aku cari di internet enggak ada fotonya. Nanti pas Kakak nikah diundang, kan?" tanyanya antusias.
Bu Dewi menarik ujung bibirnya. Dia meletakan buah di depan Aditya kemudian tersenyum.
"Pasti dateng , dong. Bossnya kakak kamu kan tamu terhormat, bisa dibilang ya tamu nomor satu kita. Kita harus benar-benar menyambut dan menjamu Pak Arsen dengan baik, siapa tahu nanti kakak kamu bisa naik jabatan."
Aditya hanya menggelengkan kepalanya. Mendengar nama Arsen, dia jadi teringat sesuatu. Kejadian di dalam ruang rapat tadi, apa benar yang selama ini dia dengar kalau Luna memiliki hubungan dengan Arsen? Tapi, Aditya tidak mungkin salah dengar, Luna selalu bilang kalau dia sangat mencintainya.
Namun, saat Arsen melakukan pelecehan itu, kenapa dia diam saja. Apa mungkin Luna diancam? Ya Tuhan, dia harus bagaimana sekarang? Harusnya dia tidak meninggalkan perempuan itu, andai dia tidak ingkar janji, dia pasti bisa menyelamatkan Luna dari Boss bejat seperti Arsen.
"Eh, Kak. Kalau boleh, kapan-kapan aku mau dong dikenalin sama Bossnya Kak Adit, siapa tahu kan dia kepincut kecantikan adikmu yang paripurna ini."
Bu Dewi dan Pak Hendra sama-sama tertawa mendengar celotehan anak perempuannya.
"Kalau Ayah sih setuju-setuju aja, malah bersyukur banget kalau kamu bisa disukai sama Pak Arsen. Beliau itu orang terhormat, dia kaya raya, hartanya enggak bakal habis 7 turunan, selain itu, Ayah juga udah cari tahu banyak tentangnya tapi belum pernah denger kalau Pak Arsen suka main perempuan. Setelah cerai dari istrinya, beliau selalu sendiri dan hanya fokus pada pekerjaannya saja."
Aditya menggeleng, mereka meninggikan Arsen tanpa pernah tahu kalau Luna juga bekerja dengannya. Saking tidak sukanya mereka, bahkan untuk mencari tahu Luna bekerja untuk siapa saja mereka tidak mau.
"Oke!" kata Nayara dengan penuh semangat. "Sekarang aku udah tahu cita-cita aku mau jadi apa?"
Mata Bu Dewi memicing, dia menatap anaknya penasaran.
"Aku mau jadi istri Boss Duda yang kaya raya, hidup enak dan terjamin sampai tujuh turunan."
"Aamiin!" sahut Pak Hendra dan Bu Dewi, tapi setelah itu mereka tertawa bersama. Aditya hanya menarik ujung bibirnya, Dia tahu Nayara bisa mengatakan itu karena belum pernah melihat Arsen secara langsung, jika sudah pernah bertemu, Nayara pasti tidak akan mau menyatakan hal seperti ini.
** **
Di sisi lain ... Orang yang sedang mereka bicarakan justru sedang sibuk memilih pakaian.
Luna sudah sangat lelah, entah berapa baju yang dia coba, tapi tidak satupun cocok di mata Arsen.
"Pak, aku capek."
Luna yang sudah tidak tahan duduk di sofa, di samping Arsen yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya. Pria itu tersenyum tipis lalu beranjak.
"Saya yang pilihkan, kamu istirahatlah!"
Bukan hanya Luna, tapi Danar juga tampak sudah mengangguk. Sejak tadi dia hanya duduk di pojokan, di sebuah sofa single sambil terkantuk-kantuk.
"Saya mau yang ini, ini sama ini," katanya. Pelayan butik mengambilkan apa yang Arsen tunjuk, tapi ketika dia berbalik, dia melihat Luna sudah tidur di sofa seraya duduk dan kepalanya berada di kepala sofa. Lagi-lagi Arsen tersenyum, tapi ketika hendak menghampiri Luna, ponselnya berdering, dia mengambil ponsel itu, hendak mematikan ponselnya tapi yang menelepon adalah orang yang ....
"Ada apa?" tanya Arsen khawatir. "Apa, kenapa kalian biarkan itu terjadi? Saya ke sana sekarang!"
Dia ingin pamit, tapi tidak bisa, akhirnya hanya menyelimuti Luna dengan jasnya, menatap wajah itu sebentar sebelum berjalan ke arah luar.
"Pak Boss ....!"
"Jaga dia, Danar. Jangan sampai lecet sedikitpun, saya harus pulang."
Danar menghela napasnya, pria itu meringis membayangkan apa yang mungkin terjadi di rumah utama.
"Kenapa lagi?"
jadi maksudnya apa ya?????
berteman boleh royal bego mah jangan...😄😄😄🤭