Aku yang selama ini gila kerjaan, saat ini juga akan angkat kaki dari dunia kerja untuk menikmati kekayaanku. Aku sudah menyia-nyiakan masa mudaku dan kini usiaku bahkan sudah 45 tahun namun masih belum menikah juga karena terlalu sibuk mencari harta.
"Aku sungguh menyesal hidup hanya mendekam di ruang operasi!" Seketika mataku berkunang-kunang lalu..
'Klap'.
"Argh... uangku! Hidup mewahku! Dimana kalian semua."
Untuk kelanjutannya, yuk ikuti perjalanan ku di dunia lain untuk mendapatkan kembali harta, tahta dan lelaki tampan.
Lelaki tampan manakah yang akan ku pilih dan lelaki tampan mana yang kalian pilih?
Info ~
Karya yang saya buat ini hanya untuk hiburan semata dan berdasar pada karangan imajinasi penulis MuTaz. Saya membagikan hasil karya ini agar pembaca bisa menikmatinya.
Selamat membaca.. dan salam kenal..
Terimakasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MuTaz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tabib Sombong
Tidak jauh dari tenda darurat, terdapat satu tenda lagi yang baru saja di bangun untuk menampung korban dengan luka ringan.
Di dalamnya sudah ada para tabib yang sedang mengobati luka, mereka baru tiba di sini saat matahari mulai terbit. mereka mengobati pasien dengan memberikan ramuan obat berwarna hijau yang dibalurkan di sekitar luka.
"Ah.. Argh... sakit sekali.. obat macam apa yang kau berikan padaku." Teriak pasien yang terluka.
"Tentu saja obat penyembuh luka, jika mau sembuh menurut saja padaku." Ucap tabib berperut buncit.
"Ah.. sial, sakit sekali." Teriak Pasien lainnya yang diobati menggunakan ramuan yang sama.
"Aku tidak mau memakai obat menjijikanmu itu, dasar tabib tak tau diri! kalian tidak usah berpura-pura mengobati kami. Bukankah di mata kalian nyawa kami itu tidak berharga sama sekali." Omel pasien yang sudah lanjut usia. Sepertinya dia memiliki masalah pribadi dengan tabib itu.
"Dasar orang tua tidak tau diuntung, mau mati saja sok-sokan menolak pengobatanku." Ucap tabib berperut buncit.
"Tuan, apa kamu benar-benar akan mengobati mereka?" Ucap tabib lainnya berbisik pada tabib berperut buncit, sepertinya dia bawahan tabib sombong itu.
"Tentu saja, Ketua Klan akan datang ke sini. Sana cepat kamu obati orang-orang miskin ini." Ucap tabib berperut buncit.
Aku dan Paman Guan saat ini berdiri tepat di pintu tenda menyaksikan keributan yang dibuat oleh tabib itu.
"Siapa tabib itu Paman? Kenapa dia bertingkah seperti itu pada pasien." Tanyaku pada Paman Guan.
"Dia itu bernama Ujang, seluruh anggota keluarganya menjadi tabib karena dulu kakeknya merupakan salah satu tabib lulusan terbaik di akademi." Ucap Paman Guan.
"Jadi yang sebenarnya tabib itu kakeknya? lalu kenapa dia berbangga diri sekali dan berpura-pura menjadi tabib?" Tanyaku penasaran. Ternyata tabib itu mendengar apa yang sedang aku perbincangkan dengan Paman Guan.
"Apa kamu tidak tau nak? di wilayah ini sangat jarang sekali orang yang bisa ilmu pengobatan, sedangkan keluarga mereka yang ahli pengobatan selalu meminta bayaran yang sangat tinggi pada pasien. Karena hal itu, semua orang miskin seperti kami, bahkan seumur hidup tidak akan bisa mendapatkan pengobatan yang layak." Ucap pasien yang berada di dekatku.
"Lalu bagaimana jika ada orang yang sakit seperti saat ini? Kenapa dia bersedia mengobati kalian?" Tanyaku penasaran.
"Tentu saja dia bersedia, semua orang miskin bisa menerima pengobatan hanya jika Ketua Klan membuka pengobatan gratis karena mereka sudah dibayar oleh Ketua Klan, setelah itu barulah keluarga mereka mau mengobati semua orang itu pun tetap saja secara asal-asalan."Jelas Pasien lainnya.
Mendengar perbincangan kami, tiba-tiba tabib bernama Ujang itu berjalan mendekat ke arahku dengan wajah merah padam menahan marah.
"Hey siapa kalian berani-beraninya orang rendahan seperti kalian membicarakan keluargaku." Ucap Ujang marah-marah.
"Asal kalian tau keluargaku sudah turun temurun menjadi tabib, ilmu pengobatan kami lebih unggul dari siapapun di dataran ini." Ucap Ujang dengan sombong.
"Benarkah? Jadi, apakah kamu yang mengobati semua orang di tenda darurat di sebelah sana?" Ucap seseorang yang muncul dari pintu tenda tepat di belakangku.
Aku dan Paman Guan spontan menengok ke belakang dan memberikan jalan ke pada orang berpenampilan sangat rapih dan berwibawa ini yang tidak lain adalah Ketua Klan Asran.
"E-em.. iya tentu saja Tuan, Saya dari kecil sudah diajari ilmu pengobatan dengan sangat ketat oleh kakekku. Sudah pasti aku sangat ahli pengobatan di usiaku yang baru 24 tahun ini." Ucap Ujang dengan bangga.
"Hah? bukankah yang mengobati mereka itu aku?" Ucapku dalam hati.
"Salam Tuan, saya Guan penjaga gerbang benteng. Maafkan saya tidak bisa mencegah binatang buas itu datang kemari." Ucap Paman Guan sambil menunduk.
"Tidak apa-apa, itu bukan salah siapapun. Semua orang di sini hanyalah korban dari perbuatan seseorang." Ucap Ketua Klan.
"Jadi semua ini karena ada seseorang yang memicu binatang buas menjadi tidak terkendali?" Ucap Paman Guan penuh amarah.
"Hal itu masih diselidiki lagi, yang terpenting untuk sekarang adalah pengobatan untuk korban yang terluka." Ucap Ketua Klan dengan tegas.
"Ada satu hal lagi yang perlu saya tegaskan Tuan, maaf jika saya lancang." Ucap Paman Guan.
"Tidak, silahkan apa yang ingin kamu katakan." Ucap Ketua Klan.
"Para korban di tenda sebelah sudah diobati sejak tadi malam, sedangkan para tabib baru tiba di sini tadi pagi." Ucap Paman Guan sambil menunduk.
"Benarkah? lalu siapa yang mengobati mereka? apa ada tabib lain?" Tanya Ketua Klan penasaran.
"Hohoho.. tentu saja tabib itu dari keluargaku Tuan. Tadi malam keluarga kami mengirim utusan diam-diam untuk datang ke sini, dia rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan semua orang." Ucap Ujang dengan dramatis.
"Lalu dimana dia sekarang? bisakah aku bertemu dengan tabib hebat itu?" Ucap Ketua Klan.
"Tentu saja Tuan, silahkan ikuti saya. Dia tabib yang bekerja di bawah komandoku." Ucap Ujang penuh kebohongan.
Aku sangat geram dengan tingkah tabib gadungan itu begitupun dengan Paman Guan yang saat ini sedang mengepalkan tangannya seperti ingin memukul wajah tabib itu.
Paman melihat ke arahku matanya seakan berbicara, dia meminta persetujuanku untuk memperbolehkan memberitahu semua orang kalau akulah yang sudah mengobati para pasien itu. Akan tetapi aku tidak mau hidup terlalu dikenal banyak orang.
"Tetapi aku ingin sekali koin emas itu.. argh.. apa aku curi saja peti itu." Gumamku dalam hati.
"Tidak-tidak, aku tidak sebodoh itu sampai harus mencuri uang dari orang lain. Aku bahkan bisa dengan mudah mendapatkan uang lebih dari yang ada di peti." gumamku lagi.
Aku pun pergi meninggalkan tenda, malas sekali harus satu ruangan dengan manusia seperti itu.
"Hosh-hosh.. Rayna.. ternyata kamu di sini, huft.. itu tolong nyawa anak kecil di sana. Kakinya terluka, tubuhnya juga demam tinggi." Ucap Paman Topan berlari-lari mencari keberadaanku.
"Baiklah antar aku ke sana Paman." Ucapku, kami pun berlari menuju tempat anak yang dimaksud Paman Topan.
Di arah yang kami tuju sekarang, di depan sana ada sebuah bangunan yang selamat dari serangan binatang buas. Bangunan itu di alih fungsikan sebagai tempat menampung para korban yang terluka juga.
Aku masuk ke dalam bangunan itu mengikuti langkah Paman Topan.
"Huwah.. hiks-hiks, kakak.. bangun.. Sisi takut." Tangis seorang anak perempuan yang duduk di samping tempat tidur kakak laki-lakinya yang sedang terbaring dalam kondisi terluka dan demam.
Ternyata anak yang dimaksud Paman Topan itu Liam. Dia sudah tidak sadarkan diri karena hampir kehabisan darah.
'Brukk'
Tiba-tiba Sisi jatuh pingsan di samping kakaknya.
malas nak cakap cerita bagus tapi tolong jangan banyak adegan 18sx
tolong yang athor
jadi nak baca tidak syok kalau banyak sangat 18sxnya
/Pray//Pray//Pray//Pray//Pray/