Karena pengaruh obat, Atharya sampai menjadikan gadis desa sebagai pelampiasan nafsunya. Tanpa di sadari dia telah menghancurkan masa depan seorang gadis cantik, yaitu Hulya Ramadhani.
Akan kah Hulya ihklas menerima ini semua? Apakah Atharya akan bertanggung jawab?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marah dan Cemburu
Papih Al memberitahu Athar, jika Hulya sudah di jadwalkan untuk terapi bersama dokter Ikke minggu ini. Hulya pun setuju, ia berjanji akan sembuh dari traumanya.
"Terima kasih yah pih, mih." Ucap Hulya lembut.
Athar dan Hulya pamit pagi itu, keduanya akan ke tempat kerja Athar. "Udah dari tempat latihan, kit_"
DRRT DRRT DRRT
Ketika di jalan ponsel Athar bergetar, rupanya Maira menghubunginya lagi. Tatapan Hulya penuh curiga. Namun ia menahannya. Ia tak ingin suudzon.
Athar menghentikkan mobilnya. Dan menjawab telepon dari Maira. "Halo, Mai.. Kenapa?"
"Kak... Tolong aku... Hiks hiks hiks... Aku_aku."
"Kamu kenapa, Maira? Jawab aku!" Athar sedikit membentak Maira di telepon. Ia merasa sedikit cemas karena mendengar suara rintihan dan tangisan Maira.
Hulya memalingkan wajahnya ke kaca mobil. Ia melepaskan tangannya dari tangan suaminya. Athar baru menyadari jika istrinya marah. Ia segera menutup ponselnya dan memegang lengan istrinya.
"Sa-sayang... Maksud aku enggak gitu. Aku cu_"
"Khawatir!" Jawab Hulya singkat.
Athar menghela nafasnya. Ia merasa bersalah pada istrinya padahal tadi Maira sendiri belum menjawabnya. "Sayang, aku minta maaf. Oke...aku jujur. Aku khawatir sama Maira, tapi hanya sebagai sahabat."
"Tidak ada persahabatan murni antara pria dan wanita mas. Itu yang aku baca di novel." Jawab Hulya ketus.
Dada Hulya bergemuruh, seakan ingin meledak. Bisa bisanya Athar mengkhawatirkan perempuan lain di depan istrinya.
Athar gelagapan ia tak tahu harus menjawab apa. "Aku mau pulang! Mas bisa temuin wanita itu! Aku bisa pakai taksi, alamat rumah kamu udah aku simpan di hp ku!" Hulya keluar dari mobil suaminya.
"Enggak, Hulya!" Teriak Athar. Ia bergegas keluar menyusul istrinya.
Hulya berjalan cepat tanpa memperdulikan suaminya. Namun ia kalah cepat. Athar menarik lengan istrinya dan memeluknya.
"Jangan pergi...aku minta maaf. Tolong jangan pergi." Lirih Athar.
"Lepasin mas...lepasin!" Hulya memberontak dari pelukan suaminya. Ia menangis tersedu sedu. Lama kelamaan ia lelah namun ia tak membalas pelukan suaminya.
Athar terus memohon maaf pada istrinya. Sungguh ia takut jika kehilangan Hulya. Apalagi istrinya sedang hamil. Pikirannya sudah melayang kemana mana.
"Kita lanjut jalan yah.. Mau kan?"
Hulya tak menjawab matanya sembab. Ia melepaskan dirinya dari pelukan suaminya dan berjalan masuk ke dalam mobil. Athar dengan hati yang lemas menyusul istrinya.
Keduanya melanjutkan perjalanan. Baik Athar maupun Hulya tak ada yang bicara sedikit pun semenjak kejadian tadi. Sesampainya di tempat kerja Athar, Hulya keluar duluan dan berjalan ke dalam tanpan menunggu suaminya.
Athar menghela nafasnya dalam dalam, ternyata susah juga menaklukan istrinya yang sedang marah dan cemburu. Ia menyusul istrinya ke dalam.
Namun saat masuk ke dalam, ia melihat Hulya sedang mengobrol dengan temannya yaitu Sean.
"Thar...jadi ini istrimu? Wah kau ini... Sorry ya aku tak sempat datang ke pernikahan mu." Ucap Sean.
Pria belasteran ini begitu kagum memandang Hulya. Sewaktu Hulya ke dalam. Ia langsung menyapa Hulya dengan ramah. Sean pikir Hulya salah satu pegawai disini. Ternyata istri dari sahabatnya.
"Hmm...!" Jawab Athar singkat.
"Permisi ya kak." Hulya pamit pada Sean, ia ke atas duluan menuju ruangan suaminya.
Athar dan Sean kompak menatap kepergian Hulya. "Hei...jaga pandangan mu! Dia istriku." Ucap Athar ketus.
"Akan ku jaga! Kecuali...!"
"Kecuali apa?" Tanya Athar sinis.
"Kecuali kalau kau menyakitinya, mungkin aku akan merebut istri dari sahabat ku ini." Jawab Sean, dengan nada bercanda. Namun tatapan matanya berbeda, seperti mengisyaratkan sesuatu.
GLEG
Athar menahan emosinya, tak mungkin kan ia meluapkan di sini. "Ada apa kau kemari?" Tanyanya.
"Oh come on... Jangan jutek gitulah. Aku kan memang sering ke sini. Kau lupa, aku juga menjadi salah satu investor di tempat ini." Celetuk Sean, ia langsung pergi dari hadapan Athar.
Athar pergi dari sana menyusul istrinya ke atas. Namun ia menoleh lagi menatap Sean dari kejauhan dengan sorot mata tajamnya. Ia tahu Sean adalah lelaki yang tak pernah puas dengan satu wanita.
Setelah cukup lama menatap, Athar pergi dan masuk ke dalam ruangannya. Hulya tak menggubris ia lebih memilih membaca majalah dari pada bertatap muka dengan suaminya.
Athar memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Ia menatap istrinya yang masih cemberut.
"Sayang..."
"Hmm iya mas..." Jawab Hulya malas.
"Aku enggak suka kamu dekat sama Sean! Mengerti?"
Hulya menutup majalahnya dan balik menatap suaminya. "Bukannya mas yang dekat sama wanita lain? Sampai khawatir segala. Iya kan?" Ucapnya, dengan sangat menohok.
Tatapan Athar seketika berubah menjadi mengerikan. Ia seperti akan memangsa lawannya. Ia tidak suka ketika Hulya mengatakan hal konyol seperti itu.
Hulya menunduk ketika melihat respon suaminya. Athar melewatinya begitu saja tanpa menjawab. Hulya pun duduk kembali meskipun jantungnya berdegup kencang.
Sepertinya pertengkaran mereka akan berlanjut hingga nanti. Hulya menelan salivanya dan membuka majalah yang tadi ia baca untuk menetralkan hatinya.
Athar fokus di meja kerjanya tanpa menoleh ke arah istrinya sedikit pun. Tak lama ponsel Hulya bunyi. Rupanya kakak iparnya yang menghubunginya.
"Assalamualaikum, kak."
"Kamu dimana, Hulya? Jadi ke rumah sakit kan?" Tanya Alana di sebrang telepon.
"Jadi kak jadwalnya sore."
Alana menawarkan mau dijemput atau tidak. Tadinya mereka akan bersama ke rumah sakit. Namun Mikha, anaknya Alana ingin main dulu ke playground. Hulya tak masalah, ia akan pergi bersama suaminya.
Panggilan itu di akhiri. Tak lama pintu ruangan kerja suaminya terbuka, muncul Sean dengan ramahnya.
CEKLEK
"Ehm... Sibuk boss?" Celetuk Sean yang masih berdiri.
Athar menoleh dan menatapnya. "Iya sibuk."
DRRT DRRT DRRT
Ponsel Athar bergetar lagi. Sean dan Hulya melirik Athar berbarengan. Terlihat nama Maira dengan emoticon hamster.
"Wow... Sudah menikah tapi masih berhubungan dengan Maira! Jadi kalian menikah pura pura?" Celetuk Sean dengan asal.
Mata Hulya sudah berkaca kaca menatap suaminya. Ia mematung menunggu jawaban suaminya.
"Jaga bicaramu, Sean!" Ucap Athar yang sudah tersulut emosi.
"Aku tahu kamu sangat mencintai Maira dari dulu. Bahkan sewaktu Maira menikah, kamu sampai mabuk mabukkan dan tertidur di mobil, sampai asisten orang tuamu menjemput mu. Kamu lupa?" Ucap Sean lagi, dengan menohok.
GLEG
Hulya berdiri dan segera beranjak pergi, namun Athar lebih cepat dari istrinya. Ia menghadang istrinya keluar dan mengunci pintunya.
"Sayang... Dengarkan aku! Sean lebih baik kamu pergi dari sini. Jangan pancing sesuatu yang akan membuatmu menyesal." Geram Athar.
"Minggir mas... Aku mau pulang! Maira sudah menunggu mu mas. Bukannya tadi kamu khawatir kan sama dia? Ayo sana angkat teleponnya!" Ucap Hulya, air matanya sudah tak terbendung lagi. Ia menangis sesegukkan.
Sean tersenyum tipis sekali melihat pertengkaran Athar dan istrinya itu. Athar memeluk istrinya erat namun Hulya tak membalasnya. Hatinya sakit. Ternyata dulu suaminya sangat mencintai Maira. Entah perasaan itu masih ada atau tidak.
"Oke... Aku pulang! Hulya.. Kalau kamu butuh teman, kamu bisa hubungi aku!" Seringai Sean sambil membuka kunci pintu ruangan Athar dan pergi.
Hulya dan Athar menoleh sebentar ke arah Sean. Lalu Athar membawa istrinya pergi dari sana. Ternyata Sean tidak benar benar pergi. Ia memilih menunggu di mobil dan memantau.
"Hulya... Kamu target ku!"