NovelToon NovelToon
Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Permainan Kematian / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP
Popularitas:515
Nilai: 5
Nama Author: Dev_riel

Sebuah kota dilanda teror pembunuh berantai yang misterius.
Dante Connor, seorang pria tampan dan cerdas, menyembunyikan rahasia gelap: dia adalah salah satu dari pembunuh berantai itu.
Tapi, Dante hanya membunuh para pendosa yang lolos dari hukum.
Sementara itu, adiknya, Nadia Connor, seorang detektif cantik dan pintar, ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuh berantai ini.
Nadia semakin dekat dengan kebenaran.
Ketika Nadia menemukan petunjuk yang mengarah ke Dante, dia harus memilih: menangkap Dante atau membiarkannya terus membunuh para pendosa...
Tapi, ada satu hal yang tidak diketahui Nadia: pembunuh berantai sebenarnya sedang berusaha menculiknya untuk dijadikan salah satu korbannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dev_riel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Temuan Bukti Baru

Benakku cerah lagi. Saking kepikiran dengan masalahku sendiri---dimulai dari mimpi dan fakta bahwa maknanya lebih dari sekedar itu, dilanjutkan dengan peristiwa horor dengan sofia---sampai lupa bahwa tindakanku telah mempersulit Nadia. Aku tidak berbagi info. Pantas saja dia marah.

"Bukan petunjuk, Nad. Tidak semantap itu. Cuma... firasat. Dugaan. Itu saja. Sungguh bukan apa-apa." Aku coba menyejukkan kejengkelannya sedikit.

Dia mendorong lagi. "Tapi ternyata mantap kan? Kamu temukan dia."

"Hmm, aku sendiri tidak yakin soal itu. Aku pikir malah sebaliknya... dia yang menemukanku."

"Jangan sok pintar."

"Maaf, Nad. Beneran, aku pikir firasat semalam tidak penting, makanya aku tidak menghubungi kamu. Cuma perasaan. Sumpah."

Mendadak sebuah ide tercipta. Kurendahkan suara.

"Mungkin kamu bisa bantu sedikit. Aku harus bilang apa kalau mereka memutuskan bertanya apa yang aku lakukan keluyuran jam empat pagi?"

"Sofia udah mewawancarai kamu?"

"Sangat mendalam," jawabku menahan gemetar.

Nadia memasang wajah jijik. "Dan dia tidak menanyakan itu."

"Aku yakin sang Detektif sedang banyak pikiran saja. Tapi cepat atau lambat, pasti bakal ada yang bertanya. Bahkan mungkin Sersan Daniel." Imbuhku dengan nada ngeri sungguhan.

Nadia mengangguk. "Dia polisi bagus. Kalau saja kasarnya bisa dikurangi."

"Kekasaran yang sudah mendarah daging. Entah kenapa dia sangat membenciku. Dia pasti bakal tanya macam-macam hanya untuk membuat aku kelabakan."

"Kalau begitu, jawab saja sejujurnya. Tapi bilang sama aku dulu," ujar Nadia sambil menonjok rusukku.

"Tolonglah, Nad. Tau sendiri badanku gampang memar."

"Aku tidak tau. Tapi aku lagi coba cari tau."

"Tidak akan terjadi lagi, Nad. Janji. Semalam itu cuma dorongan inspirasi sesaat. Apa kamu suka kalau aku cerita dan ternyata tidak ada apa-apa?"

"Yang terjadi sebaliknya, kan? Dahsyat sekali, malah." Sembari menonjok.

"Mana aku tau bakal begitu? Bodoh sekali menyeret kamu kalau ternyata hasilnya percuma."

"Coba bayangkan bagaimana perasaan aku kalau sampai dia bunuh kamu." Ujar Nadia.

Ucapan itu membuat aku kaget. Aku bahkan tidak mampu membayangkan bagaimana perasaannya jika itu sungguh terjadi. Menyesal? Kecewa? Marah? Hal-hal itu sungguh di luar pemahamanku.

"Aku minta maaf, Nad. Tapi setidaknya truk berpendingin itu beneran ada." Ujarku.

Nadia berkedip dungu. "Truknya ada?" Dia membeo.

"Oh, Nad. Mereka tidak cerita?" Desahku kaget.

Dia menonjok aku lebih keras. "Berengsek kamu Dante! Ceritakan soal truk itu!" Desisnya murka.

"Truknya ada, Nad. Beneran. Si pembunuh yang menyetir truk, saat melempar kepala itu ke mobilku." Jadi malu sendiri melihat reaksi berlebihan Nadia. Juga oleh fakta bahwa aku sedang di omeli wanita cantik.

Nadia melotot, mencengkeram lenganku. "Yang bener loe Bang!" Desisnya lagi.

"Sumpah."

"Ya ampun...!" Matanya mengawang. Aku yakin sedang melihat promosi jabatan mengapung di atas kepalaku. Nadia sudah hendak melanjutkan, namun keburu didahului seruan Alejandro. Suaranya menggema keras di dalam stadion.

"Detektif!" Dia memanggil Sofia.

Suara yang aneh. Jeritan tertahan dari seorang lelaki yang tidak pernah bersuara lantang di depan publik.

Membuat seisi ruangan senyap seketika. Berkesan kaget sekaligus senang. Seluruh mata menatap. Alejandro mengangguk ke arah pria botak berjongkok yang perlahan-lahan menyingkap sesuatu dari bungkusan mayat paling atas.

Si botak mengangkat benda itu ke atas, tapi terjatuh berguling di lantai. Dengan cepat dia meraihnya tapi terjatuh lagi, dikejar terus benda menggelinding itu sampai akhirnya terantuk di papan. Dengan gemetar, Alejandro bantu menangkap benda itu, lalu diangkat ke atas.

Kesenyapan seisi gedung berubah jadi ketakjuban. Semua menahan nafas seperti melihat lukisan indah seorang jenius.

Benda di tangan Alejandro adalah kaca spion dari truk berpendingin.

Selimut kesunyian berlangsung hanya sesaat. Di susul celoteh bersamaan seluruh orang di dalam stadion makin ramai.

Semua ikut melihat, berusaha menjelaskan dan berspekulasi.

Cermin. Apa maksudnya ini?

Pertanyaan bagus. Meski ikut bergerak, aku sendiri belum punya teori. Apakah bermakna simbolisme mendalam? Pesan terselubung? Mustahil menebak sekarang.

Bagiku sendiri, ini tidak langsung jadi pertanyaan penting. Biar orang lain yang ribut soal bagaimana benda itu bisa tersasar kemari. Mungkin saja hanya sekedar patah dan si pembunuh memutuskan untuk membuangnya di kantong sampah terdekat yang kebetulan juga berisi mayat?

Mustahil begitu. Jelas ada alasan penting kenapa benda itu dihadirkan. Hal itu tidak terhitung kantong sampah buat dia, terbukti dengan citra elegan yang ditunjukkan sekarang di lapangan. Tidak asal dalam hal detail.

Dan karenanya aku mulai berpikir tentang makna cermin itu. Di posisi ini aku harus yakin bahwa bagaimana pun improvisasinya, peletakan benda itu bersama mayat korban memang disengaja.

Aku punya perasaan atau lebih tepatnya dugaan batin bahwa ini memang pesan terselubung yang ditata amat hati-hati dan pribadi.

Untukku?

Kalau memang bukan untukku, lantas buat siapa?

Kaca spion sebuah truk jelas bukan bagian dari pertanyaan itu. Memutilasi tubuh, mengeringkan darah memang segmen penting dan dilakukan dengan anggun.

Tapi cermin itu, khususnya jika ternyata memang berasal dari truk yang kukejar pagi ini, jelas mengandung maksud berbeda. Jika memang berasal dari truk berpendingin, pasti memang ditujukan untukku.

Apa artinya ya?

"Apa maksudnya itu? Kaca spion. Kenapa harus Kaca spion?" Suara Nadia seperti menggemakan jeritanku sendiri.

"Entah. Tapi aku berani bertaruh, pasti berasal dari truk berpendingin." Jawabku.

"Pasti. Dan setidaknya ini menjawab satu pertanyaan penting." Angguk Nadia.

Aku menoleh kaget. Mungkinkah Nadine punya lompatan intuitif yang terlewat olehku?

"Pertanyaan apa, Nad?"

Nadia mengangguk ke kawanan polisi yang masih berkerumun di pinggir lapangan. "Kasus ini milik kita. Ayo kita lihat."

Sekilas, Detektif Sofia tampak tidak terkesan dengan hadirnya bukti baru ini.

"Nadia. Tumben pakaian kamu beres. Aku sampai tidak mengenali." Sapa Sofia pada Nadia.

"Aku rasa sangat mungkin orang-orang melewatkan sesuatu, Detektif." Sembur Nadia sebelum sempat aku cegah.

"Memang. Itu sebabnya beberapa dari kita tidak pernah berhasil jadi Detektif." Jawaban kemenangan total seorang Sofia dengan sadisnya.

Lalu bicara pada Daniel. "Cari tau siapa yang pegang kunci stadion. Siapa yang bisa dengan mudah keluar masuk."

"Baik. Sekalian periksa pintu, kalau-kalau ada tanda perusakan?" Angguk Daniel.

"Bukan. Sekarang kita dapat jawaban soal unsur es di mayat terakhir. Truk berpendingin itu pasti hanya untuk mengecoh kita. Kerusakan jaringan berasal dari eksposisi hawa dingin es di tempat ini. Jadi si pembunuh pasti terkait dengan stadion. Bukan truk berpendingin." Ujar si bodoh Sofia.

"Baik." Angguk Daniel.

Sofia melihatku. "Kamu boleh pulang, Dante. Aku tau rumahmu. Nanti aku hubungi."

Nadia mengantarku ke pintu keluar stadion. "Kalau terus begini, aku bakal jadi satpam dalam setahun." Dia menggerutu.

"Tidak mungkin, Nad. Paling lama dua bulan."

"Terima kasih."

"Kamu juga sih. Nantang terang-terangan begitu. Tidak liat contoh dari Daniel? Main halus sedikit, dong."

"Main halus. Dengar, Dante. Ini bukan main-main." Nadia mencengkeram lenganku.

"Justru iya, Nad. Namanya permainan politik. Dan kamu tidak bermain dengan benar."

"Aku tidak bermain apa pun! Nyawa orang jadi taruhan di sini. Ada pembantai sinting lepas kendali, dan akan tetap begitu selama Sofia idiot berkuasa." Desis Nadia.

Sesaat luapan harapan kutahan di lidah. "Mungkin begitu..."

"Memang begitu!" Tegas Nadia.

"... tapi Nad, kamu tidak akan bisa mengubah itu dengan turun pangkat jadi polisi lalu lintas."

"Memang tidak. Hanya bisa aku ubah dengan menemukan si pembunuh."

Nah, ini. Yang begini ini gawat. Beberapa orang tidak tau bagaimana dunia bekerja. Nadia sebenarnya orang yang cerdas. Dia mewarisi banyak watak Victor menghadapi segala hal dengan tegas, tapi sayangnya tidak diimbangi kebijaksanaan.

1
Yue Sid
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Dev_riel: Besok kelanjutannya ya😄🙏
total 1 replies
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
Dev_riel: Makasih🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!