Season 2 'Married With Ketos'
Menjalani hubungan jarak jauh itu susah dijalani bagi sebagian orang yang tidak kuat menahan rindu. Seperti kata Dylan, rindu itu berat dan..
Begitu juga yang sedang dijalani oleh pasangan muda Alsava dan Gerald. Ibarat kata baru diajak terbang tinggi kemudian harus terhempas pada sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa salah satu dari mereka harus mengejar cita-cita dan impian.
Lalu bagaimana pertemuan mereka setelah lama terpisah? masih samakah hati yang dulu dirasa?
Jawabannya ada di kisah cinta mereka yang baru ya gaes 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baku Hantam
Wajah itu terlihat sangat damai
Sangat memikat dan
Sangat membuatku ingin selalu melihat tawanya tanpa ada tangi**s
Gerald mengecup lembut kening Alsa yang sudah terlelap. Lalu tangannya mengusap lembut bagian pucuk kepala. Alsa mengingkari janjinya untuk menunggu Gerald. Tetapi melihat arah jarum jam saat ini membuat Gerald menggeleng.
Pilihan Alsa benar untuk tidak terjaga dan menunggunya. Karena Gerald pulang sudah lewat tengah malam.
Kemericik air membuat mata Gerald terlelap. Ucapan seseorang yang tadi dia temui sangat menganggunya.
"Brengs*k!" sebuah tinju cukup keras melesat di dinding kamar mandi.
Tidak ada luka pada tangannya. Hanya sedikit merah akibat tindakannya. Tetapi hati Gerald saat ini sangat terluka. Terluka untuk Alsa.
Pagi ini cukup cerah. Alsa terbangun dari tidurnya karena sinar matahari yang masuk lewat celah jendela kamar menganggunya. Tubuhnya sempat menengang menyadari ada seseorang yang sedang memeluknya dari belakang.
Terdengar helaan napas setelah sadar jika itu tangan kekar Gerald yang memeluknya. Hidup 2 tahun tanpa Gerald di sisinya cukup membuat Alsa merasa beda saat ini dan setelah kembalinya Gerald.
Tubuhnya memutar menghadap ke arah Gerald. Menatap lamat wajah tampan dengan mata yang masih terpejam. Senyumnya tertarik ke atas melihat wajah teduh itu. Dekat dengan Gerald sangat membuatnya nyaman saat ini.
"Tadi malam pulang jam berapa?" Alsa bertanya seolah Gerald mendengarkan.
Jemarinya usil mengelus alis tebal Gerald yang terlihat sangat rapih.
"Sorry ya gue nggak kuat buat tungguin lo," lanjutnya lagi masih dengan senyum. Sebelum wajahnya berubah masam mengingat kepindahan Gerald ke kampusnya.
"Ketlay, motif lo apa sih sampai ninggalin kampus terbaik dan terhalu untuk gue sama yang lain?"
"Atau jangan-jangan lo mau mata-matain gue ya? atau...lo bener-bener udah pengen anak dari gu-"
Kalimat Alsa terpotong melihat sudut bibir Gerald tertarik ke atas. Sebelum Alsa dibuat tegang karena mata terbuka Gerald.
"Iya," singkat Gerald menatap Alsa dengan separuh nyawanya yang belum sepenuhnya terkumpul.
Untuk beberapa detik mereka saling beradu pandang. Sampai akhirnya Gerald sudah berhasil mengecup singkat bibir Alsa. Sekali lagi Alsa dibuat tegang karena Gerald. Dan sialnya, Alsa malah seakan terhipnotis dengan membiarkan apa yang ingin Gerald lakukan.
"Gue ingin anak dari lo Al," bisik Gerald membuat Alsa melotot.
Sementara Gerald tertawa lirih melihat wajah Alsa yang semakin tegang.
"Kenapa?" tanya Gerald yang hanya mendapat gelengan kepala dari Alsa.
"Boleh kan?" lanjut Gerald lagi. Dan sekali lagi Alsa menganggukan kepalanya.
"Sekarang ayo kita proses Al," lirih Gerald membuat Alsa tersadar.
"Gerald gue ada kuliah pag- emmhhhh..." Alsa tidak bisa melanjutkan ucapannya karena bekapan dari bibir Gerald yang kini mulai menyapu di sekitar bibirnya.
_______
Alsa duduk di sebelah kursi kemudi dengan wajah sedikit masam. Gerald membuatnya telat pagi ini. Dan Alsa tidak mau sampai tidak diterima dosen karena ulah Gerald.
"Ngambek tapi tetep cantik." Gerald melajukan mobilnya untuk mengantar Alsa ke kampus.
Gerald masih harus mengurus beberapa formulir agar bisa segera pindah.
"Nggak lucu!" tegas Alsa dan dijawab Gerald denga anggukan kepala.
"Gue emang nggak lagi ngelawak sih."
Alsa menatap Gerald kesal. "Pokoknya kalau gue sampai nggak di terima lo tanggung jawab Rald."
"Pasti. Jangankan nggak diterima, lo hamil juga gue pasti tanggung jawab Al," goda Gerald
"Gerald...!" kesal Alsa membuat Gerald tertawa.
"Sorry," ucap Gerald dengan nada berbeda. Gerald seperti menahan sesuatu. Jelas saja hal itu membuat Alsa menoleh ke arah Gerald yang kini sudah menampilkan mimik wajah berbeda. Gerald benar-benar terlihat sedih.
"Rald gue-"
"It's okay Al, gue tahu nggak seharuanya tadi minta sama lo."
"Bukan itu Rald, gue siap kapanpun lo minta," jawab Alsa membuat seringai terlihat dari wajah Gerald. Hanya saja tepat ketika Alsa tidak melihatnya.
"Tapi untuk anak, apa nggak terlalu cepat?" lanjut Alsa lirih. Alsa takut akan menjadi perdebatan panjang di antara mereka jika membahas tentang anak yang masih belum menemukan titik temu.
"Oke nunggu lo bener-bener siap," terdengar helaan napas dari Gerald.
"Rald gue-"
"Gue cuma ingin yang terbaik buat lo Al, dan gue sedang berusaha untuk itu," jelas Gerald membuat Alsa tersenyum.
Haru rasanya mendapat sosok laki-laki seperti Gerald. Lebih mementingkan kebahagiaan pasangan dari pada diri sendiri.
"Nggak mau keluar?" pertanyaan Gerald membuat Alsa mengernyit.
"Ngusir?" Alsa memasang wajah cemberut.
Gerald tertawa. "Nggak mungkin, tapi kalau lo masih di sini lo akan benar-benar telat Al," jelas Gerald membuat mata Alsa membola.
Mobil Gerald sudah berhenti tepat di depan gerbang kampus. Padahal tadi masih di jalanan. Alsa menggeleng mengingat keahlian yang Gerald miliki dan mungkin hanya dia dan orang terdekat yang tahu. Gerald memiliki keahlian dalam mengemudi.
"Gue serasa dibawa sama mas Rossi," komentar Alsa membuat sebelah alis Gerald terangkat.
"Bukannya dia GP ya?" Gerald membenarkan apa yang Alsa katakan.
Alsa mencebikan bibirnya. "Rossi fersi formula 1 Rald," bela Alsa membuat tawa Gerald meledak.
"Ish ngeselin.." kesal Alsa seraya turun dari mobil.
"Iya cantik," balas Gerlad menatap Alsa yang mulai melangkah jauh.
"Alsa!" panggil Gerald membuat Alsa menoleh.
"Makasih untuk pagi ini." Gerald tersenyum dengan kedipan sebelah matanya. Lalu pergi meninggalkan Alsa yang masih berdiri di tempatnya.
Antara ingin meledek Gerald dengan sebutan genit dan manis. Tetapi Alsa lebih memilih diam dan melanjutkan langkahnya.
Aman, tidak ada tanda-tanda Alsa telat, dan semua berkat keahlian mengemudi Gerald yang lagi-lagi bisa menyelamatkannya.
"Bege...lo nggak bakal telat Al kalau punya sopir sekelas Lewis Hamilton." Alsa merutuki dirinya yang tadi sempat kesal dengan Gerald takut akan telat. Itu karena Alsa yang lupa dengan keahlian yang Gerald miliki itu.
Selesai mata kuliah pertama Alsa berjalan sendiri menuju ke kantin. Tadi kedua sahabatnya sudah lebih dulu ke sana. Baru setengah jalan terlihat Viko yang sudah berdiri di depannya. Jika saja Alsa tidak fokus dengan jalanan. Mungkin saja Alsa akan menabrak Viko yang dengan sengaja memasang badan untuk menghadangnya.
Tidak ingin mengambil pusing. Alsa memilih untuk melewati Viko di sisi kiri. Tetapi dengan cepat Viko berpindah ke sisi kiri jalan. Bahkan ketika Alsa berpindah ke sisi kanan, Viko masih melakukan hal yang sama.
Alsa kesal. Dia berhenti seraya menatap Viko marah. Jika kemarin Alsa bebas dari gangguan Viko. Lain cerita dengan hari ini yang sudah dibuat kesal dengan tindakan Viko.
"Bisa minggir nggak?" Alsa menatap jengah Viko di depannya.
"Nggak!" tegas Viko menantang.
Hilang kesabaran membuat Alsa mendorong tubuh Viko agar menyingkir dari hadapannya. "Gila!"
Viko terkekeh. Ada seringai yang terlihat dari wajah tampannya. "Gue punya rahasia besar lo Alsava!"
Langkah kaki Alsa terhenti. Tetapi masih tetap pada posisinya membelakangi Viko yang kini mulai mendekat ke arahnya.
"Ck, langsung ciut nyali lo," ledek Viko membuat tangan Alsa terkepal.
"Apa mau lo?" tantang Alsa yang sudah tidak tahan menghadapi cowok di depannya.
Viko memutar langkahnya mengelilingi Alsa. Jemarinya bermain di sekitar dagunya. "Lo tanya apa mau gue?"
"Hmmm...biar gue kasih tahu," jeda Viko berhenti tepat di depan Alsa.
"Gue mau lo temenin gue nanti malam," bisik Viko membuat Alsa melotot.
Bugh
Sebuah pukulan mendarat tepat di wajah Viko. Abim datang dan langsung memberi pelajaran untuk Viko.
"Abim!" teriak Alsa melihat Abim dan Viko saling menyerang satu sama lain. Semua mahasiswa/i kini sudah berkerumun melihat aksi dua mahasiswa ganteng yang sangat menarik perhatian.
"Kak Viko!" teriak mahasiswi centil yang merupakan salah satu fans dari Viko.
"Stop!" Alsa berdiri di tengah-tengah mereka.
Abim dan Viko saling lempar pandang sebagai musuh.
"Abim udah, dia tidak pantas untuk kita ladeni." Alsa menarik tangan Abim untuk segera pergi.
"Seseorang tahu kelakuan lo ke Al, habis lo!" ancam Abim membuat mata Viko memanas.
"Al..! Alsa..!" Viko memanggil Alsa yang sudah berjalan pergi meninggalkannya.
"Viko!" Ninda datang berniat menjadi penolong.
Sementara kini, Alsa dan Abim sedang mendengar celotehan Icha yang tidak hentinya membuat Abim meringis sakit karena perlakuan kasar Icha ketika mengobati Abim.
"By sakit," keluh Abim nyengir menahan rasa perih di wajahnya.
"Makanya jangan sok jadi jagoan, gue bukannya nggak suka lo bantuin Alsa, tapi kalau lawan Kak Viko itu jangan tangan kosong, pakai benda apa gitu kek yang bisa buat mukul," cerocos Icha membuat mereka menahan senyum.
"Malah pada ngeledek, gue serius bege," kesal Icha seraya menekan luka di wajah Abim.
"Auw.. sakit By," lagi-lagi Abim mengeluh.
"Bodo."
Alsa tersenyum. Lalu menatap Icha dan Abim secara bergantian. "Icha sorry ya, gara-gara gue pacar lo jadi bonyok gitu, Bim thank lo udah bantuin gue tadi," jelas Alsa yang mendapat pelukan dari Kia.
"Dih...solid banget persahabatan kita," ucapnya haru.
"Paan sih?" jawab Alsa menoyor kepala Kia.
Mungkin nggak sih kalau Gerald benaran pindah Viko nggak ganggu lagi Batin Alsa mengingat kepindahan Gerald nanti.