Di masa depan, kota futuristik Neo-Seraya mengandalkan sebuah algoritma canggih bernama CupidCore untuk menentukan pasangan romantis setiap orang. Dengan skor kompatibilitas hampir sempurna, sistem ini dipercaya sebagai solusi akhir bagi kegagalan hubungan.
Rania Elvara, ilmuwan jenius yang ikut mengembangkan CupidCore, selalu percaya bahwa logika dan data bisa memprediksi kebahagiaan. Namun, setelah bertemu Adrian Kael, seorang seniman jalanan yang menolak tunduk pada sistem, keyakinannya mulai goyah. Pertemuan mereka memicu pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh angka: bisakah cinta sejati benar-benar dihitung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13
Kai menunjuk tanda panah pudar di dinding. “Kita harus belok kiri di sini.”
Mereka mengikuti jalur itu dan menemukan pintu baja besar di ujung lorong. Pintu itu tidak memiliki panel listrik—hanya roda manual berkarat.
Arlo melangkah maju dan memutar roda dengan perlahan. Roda berderit keras, suaranya menggema di lorong.
“Ini akan sedikit bising. Tidak ada cara lain,” katanya.
Milo dan Adrian membantu mendorong pintu. Setelah beberapa dorongan berat, pintu baja itu terbuka, menyingkap ruang besar yang tampak seperti stasiun bawah tanah tua. Lampu-lampu neon redup menggantung dari langit-langit, sebagian berkedip. Ada beberapa meja darurat, peralatan elektronik, dan peta kota yang menempel di dinding.
Namun ruangan itu kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Debu menutupi lantai, dan beberapa kursi jatuh ke samping.
Yara menatap sekeliling. “Apa mereka sudah pergi?”
Arlo tampak kebingungan. “Mereka tidak mungkin meninggalkan tempat ini tanpa jejak.”
Ia berjalan ke salah satu meja dan memeriksa peta tua. “Tidak ada catatan.”
Kai menyalakan senter tambahan dan menyapu area. Di salah satu sudut, ia menemukan terminal tua yang masih memiliki daya cadangan. Layar kecil berkedip dan menampilkan pesan teks singkat: “Jalur ini tidak aman. Cari tanda bintang di barat.”
Adrian membaca pesan itu. “Mereka tahu dewan akan menemukan jalur ini.”
Rania menimpali, “Mungkin ada markas baru di barat. Kita harus memutuskan cepat.”
Milo memeriksa radar lagi. “Masih bersih untuk sekarang, tapi kita tidak bisa tinggal lama.”
Yara mendekati terminal, memperhatikan tanda digital samar di pojok layar. “Aku mengenali ini. Ini kode lama milik jaringan bebas jejak. Mereka ingin kita ikuti rute barat tertentu.”
Arlo mengangguk pelan. “Itu berarti mereka masih aktif. Tapi perjalanan ke barat melewati zona patroli paling ketat.”
Adrian menoleh ke seluruh tim. “Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus ke barat.”
Kai menatap peta di dinding. “Ada tiga jalur ke barat. Jalur utara lebih pendek, tapi terlalu terbuka. Jalur selatan lebih panjang, tapi lebih tersembunyi.”
Rania menunjuk jalur tengah. “Yang tengah sepertinya seimbang. Tidak terlalu panjang, tidak terlalu terbuka.”
Adrian memutuskan, “Kita ambil jalur tengah. Tapi kita istirahat beberapa menit dulu. Periksa peralatan.”
Mereka duduk di sekitar meja darurat. Milo mengganti baterai drone, Kai menyesuaikan peta holografik dengan informasi baru, dan Yara memeriksa drive berisi data yang mereka curi. Rania membersihkan senjatanya, sementara Arlo tetap berdiri, menatap kosong ke arah lorong seakan khawatir akan sesuatu.
Yara memecah keheningan. “Aku tidak menyangka semua ini terjadi hanya dalam satu malam. Dari teknisi biasa menjadi buronan dewan.”
Milo menimpali, “Kita semua di sini karena CupidCore melampaui batas. Tidak ada yang bisa kembali seperti semula.”
Adrian berdiri, mengenakan kembali jaketnya. “Kita lanjut. Markas baru mereka mungkin satu-satunya harapan kita.”
Mereka keluar dari stasiun tua itu, meninggalkan ruangan kosong dan pesan samar di terminal. Lorong gelap menunggu mereka, hanya diterangi oleh cahaya redup dari senter Milo. Di kejauhan, suara mekanis samar terdengar—mungkin drone patroli dewan.
Kai menoleh sebentar ke arah pintu baja yang baru saja mereka tinggalkan. “Mereka mungkin sudah jauh di depan.”
Adrian berjalan di depan. “Kalau kita bergerak cepat, kita bisa menyusul mereka.”
Kelompok itu meninggalkan stasiun bawah tanah tua dan memasuki lorong panjang yang mengarah ke barat. Udara terasa lebih dingin, dan bau logam bercampur debu makin menyengat. Senter Milo menerangi dinding dengan grafiti pudar: tanda panah, kode angka, dan simbol bintang samar.
Kai berjalan di depan, memeriksa peta holografik di pergelangan tangannya. “Kita akan menemui persimpangan besar sebentar lagi. Jalur tengah mengarah ke terowongan layanan, tapi kita perlu memeriksa kemungkinan jebakan.”
Arlo mempercepat langkahnya, matanya terus menyisir sudut-sudut gelap. “Jaringan lama pernah menggunakan rute ini untuk menyelundupkan peralatan. Dewan tahu jalur ini ada, jadi kita harus anggap mereka memantaunya.”
Rania memeriksa majalah senjatanya. “Aku tidak suka jalan yang terlalu sunyi seperti ini. Biasanya itu pertanda buruk.”
Milo menghentikan langkah dan menunduk. “Ada bekas jejak sepatu baru.”
Ia menunjuk bekas sol di debu lantai lorong. “Lihat ini—ukuran berbeda-beda. Mereka pergi ke arah barat, mungkin kelompok jaringan.”
Yara jongkok, menyentuh debu di sekitar jejak. “Masih segar. Mereka mungkin hanya beberapa jam di depan kita.”
Adrian menatap ke arah lorong gelap di depan. “Kita harus menjaga jarak tapi jangan sampai ketinggalan. Kalau mereka berhenti di pos baru, kita harus tahu di mana.”
Mereka melanjutkan perjalanan dan tiba di persimpangan besar. Ada tiga jalur bercabang: utara, tengah, dan selatan. Jalur utara lebih lebar dengan cahaya neon berkedip, jalur selatan sempit dan tampak rapuh, sementara jalur tengah terlihat lebih stabil tetapi memiliki beberapa tanda peringatan.
Kai mengarahkan peta holografik ke dinding. “Jalur tengah ini yang paling sesuai dengan informasi dari terminal sebelumnya. Tapi kita harus melewati beberapa pintu keamanan lama.”
Arlo mendekati pintu baja pertama di jalur tengah.
“Aku bisa membuka kunci manualnya, tapi kita harus berhati-hati. Sensor getarnya kadang masih aktif.”
Rania memegang senjatanya lebih erat. “Aku akan berjaga di belakang, jaga kemungkinan patroli yang mengikuti.”
Yara mengangguk. “Aku bisa memantau sinyal di sekitar menggunakan pemindai portabel. Kalau ada gelombang komunikasi aneh, aku akan kasih tahu.”
Milo mengarahkan drone kecilnya melewati celah pintu. Gambar yang ditampilkan ke pergelangan tangannya menunjukkan lorong sempit yang tampak kosong. “Sepertinya aman, tapi jangan terlalu percaya.”
Adrian memberi isyarat. “Baik, kita lewat jalur tengah. Tetap rapat dan jangan buat suara.”
Mereka melewati pintu pertama dengan hati-hati. Arlo memutar kunci manual hingga pintu berderit pelan. Suara logam itu bergema panjang. Semua menahan napas hingga pintu terbuka sepenuhnya.
Di balik pintu, lorong menurun tajam, menuju ruang yang lebih luas. Lampu-lampu neon di langit-langit banyak yang mati, hanya beberapa yang masih menyala. Di kejauhan, terdengar suara gemuruh samar, mungkin aliran air bawah tanah.
Kai memeriksa peta lagi. “Jika peta ini akurat, markas baru jaringan seharusnya tidak jauh. Mereka biasanya menandai jalur mereka dengan simbol bintang di persimpangan tertentu.”
Yara berhenti sejenak dan menunjuk dinding. “Lihat itu.” Ada simbol bintang kecil tergores di dekat tanda peringatan pudar.
Milo mendekat, memeriksanya. “Itu bukan kebetulan. Mereka meninggalkan ini untuk kita atau siapa pun yang mereka percaya.”
Adrian menyentuh simbol itu. “Kita berada di jalur yang benar.”
Mereka melanjutkan perjalanan, melewati beberapa tikungan. Suara langkah kaki mereka bergema, bercampur dengan tetesan air. Rania sesekali menoleh ke belakang, memastikan tidak ada yang mengikuti.