NovelToon NovelToon
Asmaraloka

Asmaraloka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Reinkarnasi / Time Travel / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: ryuuka20

Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Misi Keempat

Manik Asmara di altar suci Istana Asmaraloka kembali bergetar, memancarkan cahaya samar keunguan. Dewa Brahmana berdiri di depan altar, tatapannya dalam.

"Cinta yang tak terbalas... adalah luka yang paling sunyi," ucapnya pelan, suaranya menggema. "Misi kalian berikutnya adalah menuntun mereka yang memendam perasaan, tanpa diketahui, tanpa terlihat. Kalian adalah bisikan hati, kalian adalah keberanian yang lahir dalam keheningan."

Romeo dan Tina mengangguk, lalu berjalan memasuki portal yang terbuka seperti pusaran cahaya. Begitu tiba di dunia fana, mereka mendapati diri di halaman sekolah, matahari sore menggantung di langit, menyorot pada seorang gadis yang duduk di bangku taman: Lila.

Lila memandangi buku catatannya, menulis nama yang selalu ia sembunyikan dalam hati: Fares.

Di kejauhan, Fares bercanda dengan teman-temannya, tak menyadari sorot mata Lila yang penuh kerinduan namun tak berani mendekat.

Romeo berdiri di samping Tina, melihat Lila dengan tatapan iba. Tina berkata pelan, "Kasihan, ya? Gue ngerti rasanya jadi dia."

Romeo mengangguk, "Tapi kita gak bisa datang dan ngomong langsung. Kita cuma bisa membisikkan keberanian itu di hatinya."

Tina menutup matanya sejenak, merasakan getaran hati Lila. Perlahan, serbuk cinta dari Dewi Kamaratih mengalir dari telapak tangannya, tak terlihat oleh mata fana, hanya terasa bagai desir angin lembut yang membelai wajah Lila.

Romeo juga menarik busur Asmaranya, membidik ke arah Lila dengan panah cahaya tipis yang menembus hati gadis itu, tak terlihat oleh siapapun, hanya terasa seperti gejolak hangat yang tiba-tiba muncul dalam dadanya.

Lila menggenggam buku catatannya lebih erat, napasnya memburu. Ada bisikan kecil yang terdengar di hatinya—suara halus yang berkata:

"Beranilah... katakanlah... lepaskan bebanmu..."

Lila mengangkat wajahnya, memandang Fares dari jauh. Matanya bergetar, namun hatinya mulai menguat.

Romeo menoleh ke Tina, "Gue juga gak ngerti, Tin... tapi rasanya kayak kita bener-bener bagian dari dunia ini. Kayak kita emang harus ada di sini."

Tina hanya tersenyum tipis, suaranya nyaris seperti doa, "Kalau kita bisa bikin satu hati lega, satu jiwa bahagia... mungkin itu emang tugas kita sebagai titisan cinta."

Di kejauhan, Lila mulai melangkah pelan menuju Fares, dengan jantung yang berdegup keras. Ia belum tahu apa yang akan terjadi, tapi dia tahu... hari ini, ia akan mengungkapkan perasaannya, tanpa menunggu lagi.

Romeo dan Tina memandang pemandangan itu dengan perasaan hangat, lalu menghilang kembali ke dalam angin sore. Tak seorang pun tahu, tak seorang pun melihat, tapi cinta... telah mendapat keberanian untuk berbicara.

Sore itu, angin berhembus pelan di halaman sekolah. Langit berwarna jingga, matahari menurunkan sinarnya, seolah ikut menunggu momen penting yang akan terjadi.

Lila menggenggam buku catatannya erat-erat. Kakinya gemetar, tapi dorongan itu begitu kuat—seperti ada suara kecil di hatinya yang berkata:

"Kalau kamu gak bilang sekarang, kamu akan nyesel selamanya."

Fares sedang duduk di bangku dekat taman, bercanda bersama teman-temannya. Ia tertawa, namun tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu—Lila berdiri di depan pohon besar, menatapnya dari jauh dengan tatapan penuh makna.

Fares terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat. Kenapa rasanya... ada yang aneh?

Lalu, tanpa tahu mengapa, pikirannya terlempar pada banyak momen kecil:

Senyuman Lila yang dia lihat sekilas saat di kantin.

Cara Lila sering memalingkan wajah saat dia menatap.

Tumpukan catatan yang Lila tinggalkan di mejanya saat dia ketiduran.

Dan... pesan-pesan kecil yang dulu dia pikir cuma bercanda.

Fares mengerutkan kening, matanya melebar. "Jangan-jangan... Lila...?"

Seperti ada petir yang menyambar dalam benaknya, Fares akhirnya sadar. Itu bukan sekadar kebetulan. Semua perhatian kecil, semua senyum malu-malu, semua tatapan yang cepat-cepat dialihkan—semuanya mengarah pada satu hal: Lila menyukainya.

Fares menoleh pelan ke arah Lila yang masih berdiri di bawah pohon, dan untuk pertama kalinya, dia benar-benar melihat Lila dengan mata yang berbeda. Bukan sebagai adik teman, bukan sebagai gadis biasa—tapi sebagai seseorang yang sudah lama menyimpan rasa untuknya.

Tiba-tiba Fares merasa sesak. Ada rasa bersalah, ada rasa terharu, ada rasa bingung.

"Selama ini gue buta, ya...?" bisik Fares pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tak terdengar.

Dari balik semilir angin, Romeo dan Tina berdiri, tak terlihat. Mereka saling pandang, senyuman kecil terukir di wajah mereka. Tina berbisik, "Dia sadar, Rom..."

Romeo hanya mengangguk, lalu berkata pelan, "Tinggal dia yang menentukan... mau maju atau tetap diam."

Dan di bawah pohon itu, Lila menggenggam buku catatannya lebih erat. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah pelan ke arah Fares yang kini memandanginya dengan tatapan berbeda.

Saat jarak mereka hanya tinggal beberapa langkah, Fares berdiri. Untuk pertama kalinya, mereka saling menatap... tanpa ada yang mengalihkan pandangan.

Hari itu... cinta yang tak terbalas mulai menemukan jalannya.

Di antara semilir angin senja, Romeo dan Tina berdiri di atas balkon istana asmara yang tersembunyi dari pandangan manusia biasa. Dari tempat itu, mereka bisa melihat semua—termasuk Lila dan Fares di bawah pohon besar.

Tina memandang Lila dengan perasaan haru, lalu menatap Romeo, "Lo yakin dia siap, Rom?"

Romeo menghela napas, lalu tersenyum samar, "Kadang manusia butuh sedikit dorongan."

Dengan gerakan ringan, Romeo memanggil Busur Asmara milik Dewa Kamanjaya. Busur itu muncul di tangannya dengan cahaya emas yang hangat, dihiasi ukiran bunga dan manik-manik merah muda yang memancarkan aura cinta.

Satu panah cinta muncul dari kilatan cahaya, ujungnya berbentuk hati kecil yang berpendar. Romeo menatap Tina, "Lo mau coba, Tin?"

Tina ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. Dengan lembut, Romeo membimbing tangan Tina, menyelipkan jemari Tina di antara senar busur.

"Fokus. Rasakan... bukan cuma dengan mata, tapi dengan hati." bisik Romeo pelan, matanya menatap Tina penuh makna.

Tina menarik nafas, dan bersama Romeo, mereka membidik ke arah Fares yang sedang duduk di bangku taman, tanpa menyadari semua ini.

Sret! Panah cinta melesat, membelah angin senja, membawa kilauan merah muda yang samar. Panah itu menembus dada Fares tanpa luka, hanya meninggalkan semburat cahaya yang seketika membuat dadanya terasa hangat, berdebar-debar tanpa alasan yang jelas.

Fares terdiam. Tubuhnya membeku sesaat. Seolah ada bisikan yang datang entah dari mana, menguar di telinganya:

"Jangan diam, Fares... lihatlah siapa yang selama ini menunggu."

Kilasan momen bersama Lila—senyumnya, candaannya, tatapan curi-curi pandang itu—semua membanjiri pikirannya.

Romeo menatap Tina, tersenyum penuh kemenangan, "Panahnya kena."

Tina tersenyum lega, meskipun jantungnya sendiri berdebar lebih kencang daripada biasanya.

Dari bawah, Lila menatap Fares dengan tatapan cemas, takut kalau Fares akan pergi. Namun, justru Fares yang akhirnya berdiri, langkahnya ragu namun mantap, mendekati Lila.

"Lila.." Fares memanggil dengan suara serak, seolah baru saja sadar. "Selama ini... gue gak ngerti. Tapi sekarang... gue ngerti."

Lila membeku, matanya membulat lebar, sementara senja menjadi saksi, dan Romeo-Tina tersenyum di kejauhan, menghilang perlahan dalam kilauan cahaya Asmara.

1
sjulerjn29
" kita beneran dewa"😂
sjulerjn29: ya ampun thor suasana kerajaan tp gk ngebosenin .
thor mampir di episode baru ceritaku😊🤭
total 1 replies
HNP
semangat, jangan lupa follback.💪
iqbal nasution
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!