Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Dia Akan Datang
...•••Selamat Membaca•••...
“Kau serius Dexter? Selama ini aku tidak pernah melihat wanita mana pun dekat dengan Marchel,” tukas Hulya dengan alis yang bertaut.
“Ya jelas, Marchel itu hanya mencintaimu dan istriku sudah menyukai Marchel sejak mereka sama-sama kuliah di London.”
“Marchel juga tidak pernah cerita, lalu apa kau dan Marchel saling perang dingin?” Dexter tertawa, dia meraih gelas kecil di dekatnya dan meminum dengan satu nafas cairan dalam gelas tersebut.
“Aku tidak memiliki masalah dengan Marchel, Tifani saja yang terlalu menggila sedangkan Marchel tidak. Aku yang terlalu bodoh, menikahi wanita yang mencintai pria lain.”
“Kalian itu dijodohkan ya?”
“Tidak, kami menikah karena aku dan Tifani terlibat one night stand, dia hamil dan menuntut tanggung jawabku, ya aku menikahinya karena rasa tanggung jawab saja.”
“Lalu, kalian bercerai hanya karena istrimu mencintai Marchel?”
“Tidak Hulya, dia terlalu egois dan tidak pernah mementingkan rumah tangga kami, aku memberikan segala yang kupunya untuk dia, bahkan aku membebaskan dia dengan hidupnya. Dia tidak bahagia bersamaku, jadi kenapa aku harus mempertahankan semua ini? Lagian aku tidak mencintainya juga.”
“Lalu anak kalian?”
“Meninggal, ketika dia berusia 5 bulan.”
“Sakit?”
“Ditelantarkan oleh Tifani.” Hulya membuka mulutnya tak percaya.
“Aku bekerja keluar negeri selama seminggu, dia sibuk dengan kehidupan bebasnya hingga anak kami ditelantarkan begitu saja padahal dia bisa menyewa baby sitter tapi tidak dia lakukan, dia membiarkan bayi kami terkurung di dalam mobil selama 2 hari, mobil itu dia letakkan di dalam garasi rumah,” terang Dexter, Hulya melihat betapa sakit Dexter menceritakan semua itu, dengan refleks, Hulya mengusap punggung tangan pria tersebut.
“Aku mengerti kehilangan anak itu bagaimana, aku juga pernah merasakannya, Dexter. Namanya juga hidup, kita tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan, bukan.”
“Ya, kamu benar, itulah kenapa aku memutuskan untuk berpisah dengannya.”
“Miris sekali.”
“Satu hal lagi Hulya, kesalahpahaman antara kau dan Marchel, itu semua didalangi oleh Tifani. Dia sengaja menyusun rencana agar kalian berpisah dan bahkan, dia rela menghabiskan uang untuk melakukan operasi pada seorang wanita agar terlihat seperti dirimu.”
“Ini semua karena Tifani?” Hulya membelalakkan matanya.
“Iya, aku akan mengatakan hal ini pada Marchel, setidaknya rasa bersalah di hatiku tidak membuat aku menderita, karena aku mengetahui apa yang Tifani lakukan.”
“Kamu tau dari mana kalau Tifani yang buat ulah?”
“Aku yang membiayai kehidupannya hingga detik ini dan setiap pengeluaran apapun, tidak luput dari pengetahuanku. Termasuk uang operasi yang dia lakukan.”
“Ya ampun, sampai segitunya dia.”
“Apa kau tidak ingin kembali pada Marchel?”
“Hm jangan dibahas lagi, aku pindah ke sini untuk menenangkan diri dari Marchel dan aku tidak ingin membahas soal dia.”
“Tapi suamimu tidak bersalah Hulya, dia hanya termakan fitnah.”
“Biarlah Dexter, lagian dia harus belajar untuk menyelesaikan suatu masalah tanpa emosi. Dia harus belajar untuk mendengarkan dan mencari tahu terlebih dahulu sebelum bertindak, anggap saja kejadian itu adalah kenangan buruk untukku dan pelajaran untuknya.”
Obrolan mereka terputus setelah makanan datang, mereka kini fokus menikmati hidangan tanpa bicara apapun lagi, Hulya juga tidak ingin kembali pada Marchel, baginya, Marchel sudah keterlaluan.
Hulya mengerti dengan kemarahan itu, tapi dia tidak habis pikir ketika Marchel tega meninju perutnya dengan kuat saat dia tengah hamil 5 bulan. Hulya masih bisa merasakan sakit luar biasa saat perutnya di pukul oleh suaminya sendiri dan dalam keadaan sakit begitu, dia malah ditalak.
Hulya menghapus air matanya, mencoba bersikap tenang tanpa merusak suasana makan malam kali ini. Dexter sedari tadi terus memperhatikan Hulya, dia mengerti akan sakit yang Hulya rasakan.
Dexter mengetahui semuanya dari mata-mata yang dia kirim untuk memantau Tifani dan sebuah fakta menyakitkan ketika dia mendengar, Marchel hampir membunuh Hulya.
...***...
Di dalam mobil, Hulya terpaku, kerinduan teramat dalam pada mantan suaminya kini menyeruak dalam hati. Dia sudah mencintai Marchel, dia juga sudah merancang kehidupan mendatang dengan Marchel dan buah hati mereka tapi semua buyar karena fitnahan keji.
“Sesakit itu kamu Hulya? Sampai kamu memilih berpisah dari Marchel?” Hulya menoleh pada Dexter yang sedang mengemudi.
“Bukan aku yang memilih berpisah Dexter, tapi dia yang menceraikan aku, saat aku meringkuk kesakitan karena siksaannya, dia menjatuhkan talak padaku. Aku tidak bisa melupakan semua itu, aku lebih baik pergi dari hidupnya daripada terus bertahan.” Hulya menangis, dia menghapus air mata itu lalu membuang wajahnya dari pandangan Dexter.
“Kau diceraikan?” Dexter kaget karena menurut informasi yang dia tahu, Marchel hanya menyiksa Hulya saja.
“Iya, dia menceraikanku, haha... hina sekali ya aku, diceraikan oleh suami sendiri, setelah disiksa pula.” Hulya tertawa dalam rasa sakit yang dia rasakan.
“Kau sangat mencintainya?”
“Jelas, dia suamiku.”
“Sekarang?”
“Masih. Tapi aku tidak ingin kembali lagi.”
“Kau akan menyesal Hulya, dia sangat mencintaimu.”
“Tidak selamanya cinta itu harus bersama bukan, aku bisa mencintai dia tanpa harus hidup dengannya.”
“Itu mengagumkan.”
“Kau sendiri bagaimana? Masih mencintai Tifani?”
“Aku tidak mencintainya, berumah tangga dengannya seperti hidup di neraka.” Hulya terkekeh dengan sisa tangisnya.
“Seperti neraka? Memang kau pernah hidup di neraka? Jangan hanya karena asumsi orang-orang yang mengatakan kalau neraka itu tempat menyedihkan, kau juga berasumsi demikian.”
“Jadi? Kau mau aku mencoba untuk hidup di neraka juga?”
“Tidak juga, sudahlah, jangan bahas itu lagi, kita sama bukan, sama-sama dalam fase melupakan mantan.” Dexter tertawa, begitu pula dengan Hulya.
Mereka berhenti di sebuah supermarket, Hulya mendorong troli lalu memilih bahan masakan yang biasa dia stok di apartemen. Dexter tidak belanja, dia hanya menemani Hulya saja, mereka berbelanja seperti layaknya suami istri.
Hulya melihat Dexter terus mengekorinya, dia jadi tidak enak hati.
“Kamu boleh tunggu di mobil, jangan ikuti aku begini, aku masih lama belanja.”
“Tidak masalah.”
“Lebih baik kamu tunggu di mobil saja, aku jadi segan kalau diikuti seperti ini, Dexter.” Karena Hulya merasa sedikit risih, Dexter mengalah, dia keluar.
Di dalam mobil, Dexter melihat ponsel Hulya berdering di bangku tempat Hulya duduk tadi, Hulya hanya membawa dompet saja ke dalam supermarket.
Dexter melihat nomor baru masuk dan membiarkannya tapi satu pesan Whatsapp menarik perhatiannya.
Marchel : [Kau bohong padaku Hulya, kau bilang tidak akan pergi jauh dariku, tapi kau malah ke Los Angeles. Besok aku akan menjemputmu dan kau tidak boleh pergi lagi dariku, aku tidak sebodoh itu untuk kau manipulasi mengenai keberadaanmu Hulya.]
“Siapa ini?” Dexter menyalin nomor itu ke ponselnya dan tertera kalau itu nomor Marchel, Hulya sudah mengganti nomor dan sengaja tidak menyimpan nomor mantan suaminya itu.
“Dia benar-benar sangat gila, kalau sudah jadi mantan, kenapa harus dibatasi begini,” gumam Dexter sambil geleng-geleng kepala.
Setelah lebih dari satu jam menunggu, akhirnya Hulya keluar membawa beberapa belanjaan, Dexter membantu dan memasukkan semua barang itu ke mobil.
“Maaf ya sudah membuat kamu lama menunggu.”
“Tidak masalah.”
Mereka memasuki mobil, Hulya melihat ponselnya dan sangat kaget ketika membaca pesan dari Marchel. Wajah Hulya berubah pucat, dia tidak ingin bertemu Marchel untuk saat ini. Baru saja satu minggu ini kabur, eh malah ketahuan oleh Marchel.
“Aku tidak sengaja membaca pesanmu tadi, terdengar seperti sesuatu yang tidak mengenakkan,” ujar Dexter lalu melajukan mobilnya.
“Iya itu dari Marchel, kau bisa menolongku?”
“Menolong apa?”
“Antarkan aku ke daerah yang jauh, terpencil atau apalah, sampai Marchel pergi dari kota ini. Ke manapun itu, aku tidak masalah, Dexter.” Dexter menatap Hulya, perempuan itu memang sangat ketakutan mendengar Marchel akan menjemputnya.
“Tinggal saja di apartemenku untuk sementara waktu, jangan pergi ke mana-mana, kau aman bersamaku Hulya,” balas Dexter dengan mantap.
...•••BERSAMBUNG•••...