Cinta seharusnya menyembuhkan, bukan mengurung. Namun bagi seorang bos mafia ini, cinta berarti memiliki sepenuhnya— tanpa ruang untuk lari, tanpa jeda untuk bernapas.
Dalam genggaman bos mafia yang berkuasa, obsesi berubah menjadi candu, dan cinta menjadi kutukan yang manis.
Ketika dunia gelap bersinggungan dengan rasa yang tak semestinya, batas antara cinta dan penjara pun mengabur.
Ia menginginkan segalanya— termasuk hati yang bukan miliknya. Dan bagi pria sepertinya, kehilangan bukan pilihan. Hanya ada dua kemungkinan dalam prinsip hidupnya yaitu menjadi miliknya atau mati.
_Obsesi Bos Mafia_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Masih Mencintainya
Keesokan paginya, Aarav sudah menyiapkan sarapan khusus untuk Hulya dan juga segelas susu hamil. Marchel menyipitkan matanya lalu menatap tajam Aarav— yang ditatap juga balik menantang.
"Berhenti bertindak bodoh begini Aarav, apa kau begitu senang menjadi seorang pelayan hah?" peringat Marchel dengan kesal.
"Kalau pelayan untuk istrimu, ya aku tidak masalah. Selama menjadi kekasihnya, aku sering memberikan dia sarapan," jawab Aarav dengan enteng yang sukses membuat darah Marchel mendidih.
Marchel mendekati Aarav, ingin memukul wajah pria itu namun Hulya keburu datang. Mereka tidak jadi baku hantam, jika itu terjadi, bisa-bisa istri Marchel itu akan keguguran karena stres.
"Wah sepertinya sangat enak ini sarapan aku pagi ini," puji Hulya saat melihat makanan berjejer di meja makan, mereka semua duduk dengan tenang dan menikmati sarapan masing-masing.
Marchel melihat betapa lahap Hulya makan, dia sedikit kesal tapi mau bagaimana lagi? Hulya tidak mengetahui kalau sarapan itu dibuat oleh Aarav.
Selesai sarapan, Hulya mengantar suaminya ke depan rumah karena Marchel ada pertemuan penting. Hulya memeluk Marchel dengan erat lalu menghirup dalam aroma tubuh suaminya.
Hal itu dia lakukan untuk menetralisir rasa mual dan pusing yang masih sering dia rasakan.
"Cepat pulang ya," ujar Hulya dengan manja.
"Iya sayang, kamu di kamar saja, mansion ini ada cctv, jika bajingan itu macam-macam, aku akan membunuhnya."
"Iya, aku juga ada jadwal nonton beberapa film hari ini. Oh iya, makasih ya, sudah menyiapkan sarapan yang enak buat aku tadi." Marchel terdiam, dia melihat wajah cerah istrinya lalu tersenyum.
"Sama-sama, aku akan membuatkan sarapan setiap hari untukmu jika memang kamu suka."
"Makasih."
Aarav melipat tangannya di dada sambil melihat kemesraan pasangan itu, Marchel menatap tajam Aarav lalu memasuki mobil. Hulya memutar tubuhnya dan terhenti ketika melihat Aarav di depan pintu.
Tanpa mempedulikan Aarav, Hulya masuk namun tangannya di cekal oleh Aarav.
"Aku merindukan kamu Hulya, tolong beri aku waktu untuk bicara sebentar."
"Aarav, tetaplah pada batasanmu, aku lelah, aku tidak ingin menimbulkan masalah apapun antara aku dan Marchel nanti. Hubungan kita sudah berakhir dan aku harap, kamu bisa melupakan aku." Hulya pergi dari hadapan Aarav, jelas terlihat dari pancaran mata Aarav kalau dia kecewa.
"Tolong beri aku waktu untuk bicara, please." Hulya menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Aarav.
Kini mereka berdua duduk di sofa, membicarakan mengenai hubungan yang sudah berakhir tanpa kata perpisahan.
"Maaf Aarav, semua terjadi begitu saja dan aku juga tidak menyangka ternyata papa sudah menikahkan aku dengan Marchel," ungkap Hulya sembari menunduk tanpa mau menatap Aarav. Bagaimana pun juga, dia tetap merasa bersalah pada mantan kekasihnya itu.
"Aku mengenal Marchel, memaksa memang kebiasaannya. Kita masih bisa memperbaiki hubungan ini sayang, aku akan membantumu untuk jauh dari Marchel."
Hulya mengangkat pandangannya.
"Itu hanya akan menimbulkan masalah baru di antara kita, aku tidak mau lagi membuat masalah dengan Marchel, aku sedang hamil saat ini dan anakku butuh ayahnya." Aarav mengusap kasar wajahnya dan terlihat semakin gusar karena tidak memiliki harapan lagi.
"Apa kau tidak mencintai aku?"
"Sekarang hatiku sedang berproses untuk mencintai Marchel, tolong jangan berharap apapun lagi padaku."
"Berarti kau masih mencintai aku, kan?"
"Lupakan saja."
"Jawab aku, Hulya."
"Tidak, aku tidak mencintaimu lagi."
"Bohong, aku bisa melihat bahwa kau masih mencintai aku."
"Aku rasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku ingin ke kamar," kelah Hulya lalu berdiri dari tempat duduknya dan pergi.
"Oke tidak masalah, ini baru awal, aku pasti akan mendapatkan kamu kembali Hulya, aku sangat yakin kalau di hatimu masih ada aku," tekad Aarav dengan keyakinan penuh.
...***...
Seharian ini Hulya sama sekali tidak keluar kamar, dia menjaga jarak dengan Aarav hingga sore harinya Marchel pulang membawakan cemilan.
Marchel memasuki kamar dan mendapati istrinya itu tengah tertidur di sofa, televisi menyala menandakan istrinya itu tertidur saat menonton.
Marchel mandi lalu ke dapur menata makanan yang dia beli tadi. Aarav datang mengambil minuman dingin di dalam kulkas. Marchel yang masih sibuk langsung saja berkata pada Aarav dengan nada dingin tanpa menoleh sama sekali.
"Waktumu hanya hari ini saja, besok kau harus keluar dari mansionku."
"Aku tidak mau," balas Aarav lalu meneguk minuman soda di tangannya.
"Mau tidak mau, kau harus pergi, aku akan menghabisi nyawamu jika kau masih di sini." Aarav tertawa, dia seakan mendengar lelucon dari mulut Marchel.
"Kenapa Marchel? Apa kau takut jika istrimu itu akan berpaling hah? Itu berarti, dia masih mencintaiku dan kau mengakui itu." Marchel menghentikan kegiatannya dan menatap Aarav dengan tajam.
"Dia mencintaiku, perasaannya padamu telah usai."
"Siapa bilang? Aku bisa melihat di matamu kalau kau begitu takut Hulya kembali padaku. Berarti tanpa kau akui, dia masih mencintaiku dan kau tau itu." Marchel seperti tertantang dengan Aarav.
"Aku tidak pernah merasa begitu, Hulya sangat mencintaiku, Aarav dan itu fakta."
"Kalau begitu kau tidak perlu cemas Marchel, jika memang dia cinta padamu, ada atau tidaknya aku, tidak akan berpengaruh padamu." Aarav berjalan santai melewati Marchel, ketika Aarav berada tepat di belakang Marchel, suara tegas itu kembali mengalun di telinga Aarav.
"Dia memang sangat mencintaiku, kau tidak berpengaruh apapun pada hubungan kami." Aarav tersenyum sinis.
"Yaa kita lihat saja nanti."
...***...
Selesai makan malam, Marchel dan Hulya bersantai di balkon kamar, mereka berbincang ringan mengenai hubungan mereka dan hari-hari yang telah mereka lalui selama ini.
"Apa kamu masih mencintai Aarav?" tanya Marchel tiba-tiba, kepalanya telah dipenuhi oleh perkataan Aarav tadi.
"Jujur Marchel, aku masih belum bisa melupakan Aarav, pernikahan kita kan terlalu mendadak untukku jadi aku masih butuh waktu untuk melupakan dia." Marchel mengangguk, dia mengerti dengan kondisi saat ini.
"Tapi kamu tenang saja, aku akan terus mencoba untuk mencintai kamu, kan kamu itu suamiku. Sekarang aku juga hamil anak kamu, Marchel." Marchel tersenyum, dia mengusap lembut perut Hulya karena memang posisinya lebih kuat dibanding Aarav.
"Aku merindukanmu Hulya," bisik Marchel di telinga sensitif itu.
"Ya ya, tapi lakukanlah dengan pelan, jangan seperti waktu itu." Marchel tersenyum dan mengangguk.
Mereka menutup semua pintu dan jendela serta gorden. Hulya memilih gaun malam yang sangat indah, yang bisa menggoda sang suami. Hulya mengenakan lingerie berwarna cokelat susu yang sangat tipis dan pastinya menerawang.
Marchel meraih pinggang Hulya dan menerkam bibir itu dengan lembut, menjulurkan lidahnya dan menjilati lidah serta bibir Hulya. Kepala mereka bergerak ke kiri dan kanan guna meraup udara.
Tangan Marchel meraba lembut lengan Hulya lalu menjalar terus kedua bongkahan empuk di belakang tubuh Hulya. Kedua telapak tangannya mencengkram kuat kedua bokong montok Hulya sambil terus memainkan lidah di dalam rongga mulut sang istri.
...🪞Bersambung🪞...