Xaviera marcella, Remaja usia 17 tahun harus menerima nasib yang buruk. di mana dia tinggal di panti asuhan, selalu dibully dan dijauhi. ia tumbuh menjadi gadis yang pendiam. suatu hari, ia bermimpi bertemu dengan gadis cantik yang meminta pertolongan padanya. itu berlangsung sampai beberapa hari. di saat ia sedang mencari tahu, tiba-tiba kalung permata biru peninggalan ibunya menyala dan membawanya masuk ke sebuah dimensi dan ia pun terhempas di jaman peradaban. hari demi hari ia lalui, hingga ia bertemu dengan gadis yang ada di mimpinya. ternyata gadis tersebut merupakan seorang putri dari negeri duyung. ia pun dijadikan pengawal utama untuk melindungi putri duyung itu.
gimana kisah selanjutnya? akankah Xaviera mampu menjaga putri duyung itu? ikuti kisah selanjutnya hanya di sini🥰
NO PLAGIAT!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belajar membaca dan berpedang
Anvi mengajak Xaviera ke ruangan yang tertutup, di mana itu adalah tempat yang dikhususkan untuk belajar. Xaviera melebarkan matanya karena ia melihat banyak sekali buku di sana. Dan terdapat papan tulis hitam dan masih tertulis dengan kapur.
"Duduklah Xaviera.. aku akan mengajarimu membaca dari awal sampai kamu mahir."
Xaviera pun mengangguk, ia pun mengambil tempat duduk di sana dan tak lupa membawa secarik kertas yang tebal serta tinta hitam untuk menulis. Anvi memulai mengajarkan alfabet huruf demi huruf yang diajarkan pada Xaviera, tak lupa ia memberitahu bunyi huruf demi huruf tersebut dan diikuti oleh Xaviera.
Perlahan namun pasti, Xaviera sudah bisa mengenal huruf-huruf itu dengan cepat. Lalu Anvi mengajarkan cara membaca perkata tulisan yang sudah ia rangkai dan diikuti oleh Xaviera. Anvi senang sebab gadis itu mudah untuk memahaminya dengan cepat. Bahasa dan tulisan yang ia ajarkan itu adalah khas dari bangsa duyung. Manusia pertama yang akan mengetahui ini adalah hanya Xaviera.
"Bagus sekali Xaviera, kamu belajar dengan sangat cepat. Baiklah.. aku ingin kamu membaca kalimat ini dengan lancar dan-.."
Ucapannya terpotong sebab ada bunyi lonceng di dahinya. Itu pertanda tuan putri sedang memerlukan bantuannya. Ia pun harus terpaksa untuk menghentikan ini, "Xaviera, tuan putri memanggilku. Kamu belajar saja apa yang sudah aku ajarkan padamu. Nanti aku akan kembali lagi kemari."
"Baik nona.."
Anvi menutup matanya lalu membacakan sebuah mantra. Permata hijau miliknya menyala lalu seketika Anvi pun menghilang dari pandangan, Xaviera hanya seorang diri di ruangan tersebut namun ia masih fokus mempelajari yang diajarkan Anvi padanya. Perlahan ia mulai bisa membaca kata demi kata walau tidak terlalu lancar.
Ia pun mencoba membaca perkalimat dan mengasahnya dengan baik. Matahari pun ijut bergulir ke arah barat seraya Xaviera terus belajar membaca. Ia pun sudah bisa membaca perkalimat bahkan bisa membaca buku secara langsung. Sudah 3 - 5 buku sudah ia baca, namun belum ada tanda-tanda informasi yang ia cari.
Ia pun tak putus asa, buku demi buku ia baca untuk menemukan informasi soal permata birunya. Sampai waktu malam sudah tiba, ia sudah membaca banyak sekali buku dan buku yang ia baca sudah tertumpuk di lantai. Anvi pun muncul kembali secara tiba-tiba dikarenakan tugasnya dengan tuan putri sudah selesai. Ia terkejut karena Xaviera sudah bisa membaca dan buku yang ada di perpustakaannya itu berserakan di bawah tanda itu sudah terbaca olehnya.
Xaviera mengetahui Anvi sudah datang kembali, ia pun mencoba turun dari tangga perpustakaan sebab jangkauan bukunya itu ada di atas dan malas untuk turun. Ia pun mendekati Anvi yang sedang tersenyum ke arahnya.
"Kamu sudah berhasil menguasai bacaan dan tulisan ini Xaviera.. tapi kamu sedang cari apa sampai buku-buku ini berserakan?"
"Eummm.. aku sedang mencari informasi soal permata ini nona. Aku yakin ada hal yang tidak diketahui dari permata ini dan menyimpan rahasia yang besar."
Anvi terdiam ketika Xaviera menjelaskan apa maksudnya untuk bisa membaca, "Kalau urusan permata biru, itu hanya dikhususkan untuk para bangsawan saja. Aku pun tidak tahu pasti, tapi pembahasan soal permata biru seakan lenyap bak dihilangkan dari bumi. Kami bangsa duyung pun tidak pernah menemukan informasi kekuatan terpendam itu."
Xaviera pun terdiam, ia kebingungan harus cari informasi kemana lagi jika bukan pada Anvi. Satu-satunya cara ialah harus mendekati tuan putri agar ia bisa diizinkan masuk ke perpustakaan itu. Ia masih penasaran apa yang ada di dalam sana sampai kalungnya bereaksi aneh ketika masuk ke dalam istana tersebut.
"Ya sudah, untuk hari ini kita cukup sampai di sini. Kita lanjutkan esok hari ya.."
"Eh.. eh.. tapi latihan mantra?"
"Aku sudah kehabisan tenaga, jadi tidak bisa mengajarimu malam ini."
Melihat wajah Anvi yang kelelahan melakukan pekerjaan seorang diri membuat Xaviera terdiam. Lalu ia pun mengangguk untuk mengizinkan Anvi beristirahat dan menunda latihannya.
"Baiklah nona Anvi, Istirahatlah.." Sebelum pergi, Anvi berpesan untuknya merapikan kembali buku-buku yang berserakan.
Xaviera pun mulai merapikan buku yang sudah ia baca dan kembali pada raknya masing-masing. Saat sedang merapikan buku ke dalam rak, matanya terfokus pada sebuah pedang yang tersimpan di pojok lemari. Ia pun menyimpan buku yang ada di tangannya lalu segera mengambil pedang tersebut. Pedang itu berukuran lumayan besar dan berat tapi ia masih bisa menggunakannya.
"Waw.. ini keren sekali, sudah lama aku sangat memimpikan memegang pedang apalagi pedang yang seperti ini." Xaviera memang menyukai hal-hal yang berbau sejarah apalagi soal aksi. Ia belajar ilmu bela diri tapi tidak pernah menggunakan pedang karena hanya pemegang sabuk hitam saja yang bisa menggunakan pedang, sementara ia hanya level sabuk merah.
Ia pun berniat mengambil pedang itu, Lalu ia menaruh pedang tersebut di atas meja dan melanjutkan kembali merapikan buku-buku yang masih banyak berserakan di lantai. Ia pun terfokus pada sebuah buku saat ia sedang merapikan buku-bukunya. Ia mengambil buku tersebut dan membaca judulnya.
"Menguasai teknik berpedang.." pandangannya lalu berubah melihat pada pedang yang tersimpan di atas meja, lalu ia pun tersenyum lebar menemukan buku tersebut. "Pas sekali, aku akan mempelajari jurus-jurus pedang ini." Ia pun kembali mengambil buku itu dan menyimpannya di atas meja. Dan kembali merapikan buku-buku tersebut.
Setelah 1 jam merapikan buku, akhirnya perpustakaan tua itu sudah rapi kembali. Ia pun memutuskan untuk keluar dari tempat itu tak lupa membawa pedang dan buku yang ia ambil. Dirinya tidak langsung menuju ke kamar, tapi ia menyusup ke area aula di mana itu terlihat sangat cocok untuknya berlatih pedang.
Ia membaca buku tersebut soal paduan menguasai pedang, dengan serius ia mengamati dari mulai yang termudah terlebih dahulu. Tak lupa ia pun mempraktekkan apa yang ia pelajari di buku tersebut. Tubuh dan pedangnya sangat tidak seimbang sehingga iaa harus berkali-kali jatuh sebab keberatan pedang. Tangannya pun mulai merasakan sakit akibat ketegangan otot memegangi pedang tersebut.
"Akhhhh.. sial! Ini sakit sekali.. ayo dicoba lagi Xaviera.." lirihnya pada dirinya sendiri.
Ia tidak putus asa, ia memutuskan untuk tidak tidur dan terus berlatih pedang sembari mengasah ilmu bela dirinya. Sudah lama ia tidak berlatih agar tidak hilang diingatannya. Ia mengkolaborasikan teknik bela dirinya dengan pedangnya. Sangat sulit sekali, sampai ia pun kembali terjatuh.
Bruggg...
Nafas Xaviera tersengal akibat kelelahan melatih pedangnya. Ia memperhatikan tangannya yang sudah memerah akibat tegang.
"Aduh... ternyata teknik pedang itu juga susah sekali buat dikuasai. Pantas saja hanya orang ahli yang diperbolehkan pakai pedang. Tapi.. aku harus semangat! Ingat akan misimu Xaviera, musuh itu pasti akan kembali dan membawa pedang yang sama. Kamu harus mengimbanginya juga untuk menyelamatkan tuan putri." ucapnya dengan penuh keteguhan.
Ia pun berdiri kembali untuk berlatih, dan sebelumnya ia melemaskan badannya terlebih dahulu agar tidak terlalu sakit. Lalu ia kembali mengambil pedang tersebut dan memutuskan berlatih sampai pagi.