Baru satu minggu Khalisa kehilangan pria yang menjadi cinta pertamanya, 'AYAH'. Kini dia harus menyaksikan Devan, sang tunangan selingkuh dengan Viola, kakak kandung Khalisa.
Belum juga selesai masalahnya dengan Devan dan Viola. Khalisa dibuat pusing dengan permintaan Sonia, kakak sepupu yang selalu ada untuk Khalisa, setiap gadis itu membutuhkannya. Sonia meminta Khalisa menggantikannya menikah dengan Narendra, pria yang sudah selama tiga tahun ini menjadi kekasih kakak sepupunya itu.
Sedangkan hati Khalisa mulai jatuh pada sosok Abian, dosen pembimbingnya yang sering memberikan perhatian lebih.
Bagaimana Khalisa menghadapi kerumitan hidupnya setelah di tinggal pergi sang ayah?
Apakah Khalisa menyetujui permintaan Sonia?
Yuk simak ceritanya di 'Selepas Cinta Pertama Pergi'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Sebuah Rasa Baru
"Untuk apa kamu memikirkan kedua wanita itu, Khalisa Aulia Arsyad!"
"Nia!" ucap Narendra dan Shinta bersamaan, menegur Sonia.
Detik itu juga, Sonia menyesali dirinya yang tidak bisa menahan kekesalannya sehingga emosinya meluap. Narendra dan Shinta paham betul, Sonia tidak akan bicara dengan nada tinggi pada Khalisa. Jika bukan karena Sonia yang sedang bermasalah. Jadi jangan salahkan Narendra dan Shinta jika menegurnya.
"Ada masalah apa Nia?" tanya Narendra.
"Tidak ada Mas." jawab Sonia yang jelas berbohong. Dan Narendra tahu akan hal itu.
"Nia hanya tidak ingin Khalisa membela mereka yang sudah terlalu sering menyakiti Ica." ucap Sonia lagi agar Narendra percaya.
Shinta segera memalingkan wajahnya begitu Narendra melihat ke arahnya. Keponakan dari istri pamanya itu pasti minta penjelasan darinya, dan Shinta tidak bisa berbohong.
"Ca, maafkan Kakak." ucap Sonia, "Ica paham kan, maksud Kakak?" Khalisa mengangguk.
"Maafkan Ica juga." balas Khalisa.
"Mas, antar Ica kembali ke kantor." ucap Sonia pada Narendra.
"Kamu hutang penjelasan Sonia." ucap Narendra. Sonia tidak bisa membela diri, dia tahu Narendra tidak percaya dengan alasanya.
"Ayo sayang, Mas antar kamu ke kantor." ucap Narendra sambil mengulurkan tangannya pada Khalisa yang langsung menoleh pada Sonia.
Sonia mengangguk. Begitulah Khalisa. Adiknya selalu menghargainya sebagai tunangan dan calon istri Narendra. Khalisa tidak akan ikut Narendra begitu saja jika ada Sonia. Dia selalu minta izin. Pergi kemanapun berdua Narendra, Khalisa selalu memberi kabar padanya.
Sama halnya seperti semalam. Ica memberitahu bahwa dia menginap di apartement Narendra lengkap dengan penjelasannya. Salah satu alasan Sonia, mengapa dia selau percaya pada Khalisa. Bukan hanya chat yang dikirimkan Khalisa, gadis itu juga mengirimkan foto sebagai bukti.
"Ica pamit." ucap Khalisa, lalu menerima uluran tangan Narendra.
Ada yang panas melihat kemesraan itu. Sudah pasti bukan Sonia, karena dia sudah terbiasa melihat keduanya bergandengan tangan. Sonia bahkan berperan besar membuat Narendra dan Khalisa sedekat sekarang ini. Begitu percayanya, Sonia bahkan pernah meminta Narendra menggantikannya untuk tidur sambil memeluk Khalisa.
"Tidak perlu cemburu." bisik Sultan begitu memperhatikan pandangan Abian yang tak berkedip melepas kepergian Khalisa bersama Narendra.
"Mereka memang manis sekali." gumam Shinta yang langsung menutup mulutnya yang memang sulit dijaga. Selalu saja mengucapkan apa yang ada dikepalanya.
***
Julian berbohong mengenai bertemu rekan bisnisnya yang lain. Dia memang bertemu seorang kenalan lama yang sudah menunggunya di kamar hotel, tapi bukan rekan bisnis. Melainkan seorang wanita yang dia rindukan.
"Hai Baby, I miss You." ucap Julian begitu masuk ke kamar hotel tempat dimana wanita itu menunggunya.
"I miss You too, Ju." balas wanita cantik itu.
Julian tersenyum lebar kala melihat penampilan wanitanya yang selalu siap jika dia menginginkannya.
"Kamu semakin cantik sayang." ucap Julian.
"Bukan kah aku selalu cantik dimata mu Ju" ucap wanita itu sambil mengusap rahang Julian.
"Kamu juga semakin tampan Hubby." balas wanita itu, keduanya terkekeh. Selanjutnya mereka larut dalam kehangatan penyatuan untuk melepas rindu.
***
"Hei, mana senyumnya?" ucap Narendra begitu dia menghentikan kendaraan miliknya tepat didepan pintu utama Wiranata Group.
Dengan terpaksa Khalisa menunjukkan barisan giginya. Narendra menggeleng, "Bukan senyum yang seperti itu, Ica sayang. Mas mau lihat senyum cantiknya." ucap Narendra.
Khalisa mencoba tersenyum seperti yang Narendra minta, meski hatinya masih saja gundah gulana.
"Lumayan." ucap Narendra setelah melihat senyum Khalisa.
"Nanti sore Mas jemput. Jangan pulang ke rumah sendirian. Devan masih mencari keberadaan kamu." ucap Narendra lagi. Khalisa mengangguk.
Khalisa turun dari mobil Narendra setelah dia salim pada pria itu. Tanpa melihat kebelakang, Khalisa masuk ke gedung Wiranata Group. Sementara Narendra kembali mengendarai kendaraanya untuk menyelidiki sesuatu.
"Hai Khalisa."
Khalisa menoleh pada wanita yang baru saja menyapanya. "Hai juga Mbak." balas Khalisa.
"Aku Delima, sekertaris manager pemasaran." ucap wanita itu yang ternyata Delima.
"Salam kenal Mbak Delima. Saya Khalisa, panggil saja saya...."
"Ica!"
Khalisa menoleh pada sumber suara. Narendra tampak berjalan kearahnya. "Mas Rendra kok balik lagi?" tanya Khalisa.
"Kamu meninggalkan ini sayang." ucap Narendra sambil menyodorkan benda pipih milik Khalisa.
"Eh, kok bisa ketinggalan di mobil?" tanya Khalisa heran.
"Lupa kalau Mas yang pegang hp kamu sedari kita pergi tadi?" jawab Narendra.
"Hehehe, lupa." balas Khalisa.
"Sana balik keruangan kamu, jangan ngobrol di jam kerja." ucap Narendra menyindir Delima.
Delima yang sedari tadi hanya memperhatikan Narendra langsung menundukkan kepala. Dia tahu, dia salah. Dan teguran itu untuknya. Tidak mungkin untuk Khalisa, kan?
Kembali keruangannya, Khalisa kembali tenggelam mengerjakan pekerjaannya. Keuntungan memiliki otak encer, membuat Khalisa lebih cepat menyelesaikan tugasnya. Sisa waktu kerjanya, Khalisa gunakan untuk membantu seniornya yang tentu saja tidak keberatan.
"Khalisa, kamu sudah punya kekasih?" tanya Rio, seniornya yang termuda di ruangan itu. Khalisa menggeleng. Rio tersenyum lebar.
"Sadar diri Rio, sadar diri." tegur Ratih .
"Jangan dekat-dekat Rio, Khalisa. Dia buaya buntung." ucap Tian menimpali.
"Ck, gue dibilang buaya buntung. Lo kali Bang, buaya rawa tapi enggak bisa berenang." balas Rio.
"Kalian ini apa-apaan sih? Jangan rusak otak Khalisa yang masih suci bersih." tegur Bunga.
Khalisa senang dengan suasana hangat seperti ini. Dia ikut tertawa, sedikit membantu perasannya yang sedang tidak baik-baik saja. Khalisa menghentikan tawanya begitu melihat notifikasi pesan yang dikirimkan Abian.
Pak dosen tampan itu mengajak Khalisa untuk makan malam. Sayang sekali Khalisa harus menolaknya. Karena sudah terlanjur berjanji akan pulang ke apartement Narendra dan makan malam dengan calon kakak iparnya itu.
Mungkin lain kali Khalisa akan menerima tawaran Abian. Karena perasaan yang dulu sempat Khalisa kubur, kini kembali bertunas.
***
Khalisa dan Narendra baru saja menyelesaikan makan malam mereka. Sekarang keduanya sedang bersantai di sofa depan televisi. Narendra sibuk dengan remote ditangannya. Mencari acara televisi yang menarik. Sementara Khalisa duduk disampingnya, menunggu acara apa yang dipilih Narendra.
"Drakor aja Mas!" seru Khalisa begitu melihat ada opa idolanya. Tapi Narendra sudah terlanjur mengganti chanel tersebut dengan chanel yang menayangkan anime.
"Bagusan juga ini Ca. Sekalinya tidak masuk akal ya memang animasi. Dari pada drakor." ucap Narendra.
"Terserah Mas Rendra aja deh." jawab Khalisa lalu berdiri. Lebih baik dia masuk ke kamar lalu tidur dari pada nonton pertarungan Shinobi yang tidak ada habisnya.
Belum juga berjalan, Narendra sudah menarik Khalisa untuk duduk. Gadis itu jatuh dalam pangkuan Narendra yang sigap menangkap tubuh ramping Khalisa.
"Begitu saja merajuk." ucap Narendra sambil menarik hidung mancung Khalisa. "Nih Mas ganti drakor, tapi jangan kemana-mana. Ada yang ingin Mas bicarakan." ucap Narendra lagi. Membiarkan Khalisa kembali duduk disampingnya.
"Mau bicara apa Mas?" tanya Khalisa.
"Besok Mas ada kunjungan keluar kota. Mau ikut?"
Khalisa dengan cepat menggeleng. Dia baru saja bekerja, tidak sebebas dulu yang bisa ikut kemanapun setiap Sonia dan Narendra mengajaknya keluar kota. Besok Khalisa berencana menemui paman kamal dan bibi Amanda. Dia juga harus menemui Devan agar pria itu berhenti mencarinya. Membuat dia tidak bisa pulang ke rumah seperti dua malam ini.
"Besok menginap di kediaman paman Kemal saja kalau takut sendirian di apartement." Khalisa mengangguk setuju.
"Ica juga mau bicara dengan Devan." ucap Khalisa.
"Tunggu Mas pulang. Biar Mas temani." balas Narendra.
"Ica sendiri saja. Devan tidak mungkin menyakiti Ica." sahut Khalisa.
Tangan Narendra terulur mengusap wajah cantik Khalisa, "Tapi kamu tetap harus hati-hati. Mas tidak mau sampai kamu terluka." ucap Narendra. Khalisa mengangguk.
"Ica akan hati-hati. Terima kasih Mas Rendra selalu ada untuk Ica." ucap Khalisa tulus. Dia sungguh berterima kasih. Sungguh beruntung dipertemukan dengan pria sebaik Narendra. Menyayanginya dengan tulus tanpa menginginkan balasan apapun.
"Mas sayang Ica." balas Narendra.
"Ica juga sayang Mas Rendra." balas Khalisa dengan memberikan satu ke cup an di pipi pria tampan itu. Hanya satu ke cup an sebagai ucapan terima kasih tanpa maksud yang lainya.
"Hanya satu?" tanya Narendra sambil menunjuk pipinya yang belum di ke cup Khalisa.
Cup. Khalisa memberikan satu ke cup an di pipi yang Narendra tunjuk. Narendra mengambil tangan Khalisa lalu membawanya ke bibir. Di cium nya kedua telapak tangan Khalisa. Narendra bisa menemukan kenyamanan saat berdua Khalisa, yang tidak bisa dia dapatkan saat bersama yang lain. Sekalipun itu Sonia. Di tambah hari ini dia menemukan sesuatu yang mencurigakan yang dilakukan calon istrinya itu.
"Mas janji akan selalu membahagiakan kamu, sayang." bisik Narendra sungguh-sungguh. Lalu dilanjutkan dengan menge cup hampir seluruh wajah Khalisa. Mulai dari kening, mata, pipi, hidung dan berakhir di bibir.
"Ca...."
Tidak ada lagi yang bicara setelahnya, yang ada dua insan beda jenis itu tengah larut dalam sebuah rasa baru. Rasa yang mungkin sudah ada sejak dulu tapi mereka tidak menyadari kalau mereka saling 'mencintai.'
...◇◇◇...