Luna Delfina berprofesi sebagai seorang penulis di hidupnya, ia memiliki cukup banyak pengikut setia yang selalu mendukung setiap karyanya.
Suatu hari muncul satu komentar misterius di karya tulisannya yang pada akhirnya membawa dirinya ke dalam Dunia Karya Ciptaannya tersebut.
Segala cara telah ia lakukan agar dapat terlepas dari ikatan dunia ini, namun tak ada satupun cara yang berhasil. Satu-satunya jalan terakhir baginya adalah dengan menjodohkan kedua Pemeran Utama sesegera mungkin agar ia dapat segera terlepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang Pemeran yang tidak diketahui Perannya disini.
Apakah ia dapat berhasil menjodohkan mereka di tengah badai-badai konflik yang ditulis olehnya sendiri? Ataukah semua tindakannya ini malah membuatnya terjerumus lebih dalam? Dan.. Siapakah orang misterius itu?
Ayo baca drama seorang Penulis kecil ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MllyyyStar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 Cepat!
Saat Luna hendak bersulang kembali untuk pria itu, Edwin datang.
“Maaf, Putri tidak bisa minum lebih banyak lagi.” Ujarnya, menahan cangkir yang Luna genggam saat ini.
“Edwin?” Luna menatapnya.
“Sebagai gantinya, saya yang akan bersulang untuk anda. Kuharap anda tidak keberatan, kan?”
Pria itu melirik Luna sejenak, kemudian kembali kepada Edwin. Ia berkata. “Baiklah.”
Ting!
Gelas berdenting.
Edwin meneguk minuman itu habis dalam satu tegukan.
“Saya akan pergi untuk mencari udara segar sejenak. Senang bertemu dengan anda, Putri.” Ucap pria itu. Sebagai bentuk Penghormatan terhadapnya, ia mengecup singkat punggung tangan Luna sebelum ia benar-benar melangkah pergi.
“Dasar bodoh, apa kau tidak tahu caranya menolak tawaran?” Ujar Edwin lekas setelah pria itu pergi.
Ia meraih cangkir Champagne yang Luna genggam dan kemudian ia menaruhnya kepada Pelayan yang sedang membawa nampan.
Meski ia berkata dengan kalimat yang terdengar sedikit kasar, tetapi nada suaranya tidak terasa seperti itu. Yah, itu hanyalah gaya berbicaranya saja, dan Luna mengerti dengan Karakter dari Tokoh Edwin yang ia tulis sendiri.
“Apa perkataanku terlalu kasar?” Batin Edwin, melihat Luna yang tak menjawab apapun.
“Kau tahu maksudku kan..? Aku tidak benar-benar mengataimu bodoh.” Klarifikasi Edwin.
“Ya, aku tahu. Terima kasih sudah membantuku, kak Edwin.” Ucap Luna, kali ini ia serius.
“Tidak perlu begitu berjarak. Panggil saja namaku secara langsung, aku bukanlah kakakmu.” Ujar Edwin.
“Baiklah, aku akan mengingatnya.”
Edwin memandang Luna. “Kau tidak terbiasa minum minuman yang Beralkohol, kenapa kau tetap minum?” Tanyanya heran.
“Jika aku menolak, bukankah akan tampak tidak sopan?”
“Hm.. Mungkin.” Gumam Edwin sejenak.
“Tapi bukankah itu adalah hakmu? Tak akan ada yang berani untuk mencemoohmu hanya karena kau menolak minuman dari seseorang.”
“Selain itu, kau adalah Putri Kaisar. Dengan Gelar yang tinggi, kau bisa melakukan semuanya semaumu.” Lanjutnya, berkata sesuai dengan fakta yang ada.
“Yang dikatakan olehnya tidak salah juga.. Mungkin memang mulai dari sekarang aku harus menjadi lebih percaya diri dengan Gelarku di dunia ini.” Batin Luna, mempertimbangkannya.
“Kau tahu? Kurasa melupakan segalanya tidak buruk juga.” Ucap Edwin.
Luna memandangnya. “Kenapa begitu?”
Edwin tersenyum. “Yaah, karena dengan begitu kita bisa memulai semuanya dari awal lagi. Melakukan semua hal kembali dengan rasa penasaran, dan menikmati hari-hari dengan rasa ingin tahu. Kita bisa memulai ulang kembali hidup tanpa harus memikirkan kejadian yang pernah terjadi sebelumnya kan? Bagaimana menurutmu?”
“Memulai ulang kembali hidup ya..”
“Yang kau katakan ada benarnya juga. Tetapi apakah kau pernah berpikir jika mereka yang melupakan segalanya akan merasa kesulitan?”
“Maksudmu?”
“Kesulitan beradaptasi di Dunia yang ia rasa dekat namun asing disaat yang bersamaan. Di Dunia dimana pandangan orang-orang adalah hal yang penting, Dunia dengan Tata Krama dan bahkan Busana yang dikenakan pun akan dipermasalahkan.”
“Itu akan membuat mereka merasa kesulitan dalam segala hal, bahkan aku pun begitu. Dan jika ada pilihan lain, aku pasti akan memilih untuk tidak pernah ada disini.” Lanjut Luna, itulah perasaan yang sebenarnya ia rasakan.
Edwin terdiam, ia akhirnya mulai mengerti bagaimana perasaan Luna melalui kata-kata yang ia jelaskan saat ini.
“Maaf, tidak seharusnya aku sembarangan berbicara tanpa mengetahui perasaanmu.” Ujarnya dengan sepenuh hati.
“Jangan dianggap terlalu serius. Mau bagaimanapun semuanya sudah terjadi, jadi sekarang aku hanya bisa melaluinya. Dan kau juga tidak perlu meminta maaf karena itu adalah pendapatmu, dan setiap orang pasti akan memiliki pendapat yang berbeda.”
“...”
Edwin kembali meneguk minumannya.
“Apa kau melihat Alsean?” Tanyanya, memandang ke arah sekelilingnya, menyadari jika sejak tadi ia masih belum berjumpa dengannya.
“Di sana, begitu Pesta dimulai orang-orang langsung mengelilinginya.” Ucap Luna, menunjuk ke suatu tempat.
Edwin tertawa kecil. “Inilah yang membuatnya tidak pernah suka untuk hadir di Pesta.” Ujarnya, bergumam.
“Benar, Alsean memang tidak pernah menyukai hadir di tempat seperti ini. Namun kali ini ia harus hadir untuk menunjukkan sikap Hormatnya dan Partisipasinya sebagai seorang Putra Mahkota Kerajaan Laesian.”
“Dimana Sierra?” Luna memandang sekitarnya, sejak awal ia tak melihat ada Sierra di Pesta ini.
“Jangan mencari lagi, dia tidak akan datang.” Kata Edwin.
“Oh.. Baiklah.”
“Kau sudah bertemu dengan Elena? Selama di Akademi, kulihat kalian cukup akrab.” Tanya Edwin.
Luna menoleh ke arah dimana Elena berada. “Belum. Dia tampak sibuk, kurasa aku akan mengucapkan ucapan Selamat ulang tahun kepadanya ketika ia lebih senggang nanti.” Ucapnya.
Luna memperhatikan dari kejauhan, dan saat itu ia melihat seorang gadis dari arah tak jauh darinya. Seperti berbisik kepada rekannya dan memberikan secangkir minuman, tampak sedikit mencurigakan.
“Yah memang.. Baik di Akademi maupun disini. Dia memang sedikit.. Populer.” Ucap Edwin, masih dengan topik pembahasannya meski Luna tak menggubrisnya.
Gadis itu melangkah, melewati orang-orang dan sepertinya sedang menuju ke tempat dimana Elena sedang berbincang.
Luna semakin menelaahnya. “Berbisik, membawa minuman, dan terakhir.. Menuju ke tempat Elena?!” Gumamnya, mulai curiga.
“Tunggu, Deskripsi tentang bagaimana Elena yang sedang menangis di Ruang Ganti dalam ingatanku.. Apakah ada berkaitan dengan minuman itu?!”
“Jika benar maka aku harus menghalanginya!” Gumam Luna, melangkah dengan cepat.
“Eh, kemana kau akan pergi!” Tanya Edwin namun tak dijawab oleh Luna.
“Apa dia berkata menghalangi? Menghalangi apa?” Edwin memandang kemana Luna pergi, ia masih merasa penasaran.
Sementara Luna melangkah lebih cepat, meski ramainya orang-orang yang ada membuat langkahnya tak leluasa.
“Permisi, tolong berikan saya jalan.”
Sembari itu sebuah kalimat terus memenuhi isi kepalanya. “Cepat, cepat. Kau harus cepat Luna.” Kalimat itu terus mendesaknya dan membuatnya semakin bertambah panik.
Begitu Luna akhirnya tiba setelah melewati orang-orang dengan langkah yang terburu-buru, untungnya masih tak ada hal apapun yang terjadi kepada Elena.
“Luna, ada apa? Kau tampak begitu panik.” Tanya Elena, sementara para Bangsawan yang lain memandang ke arah mereka.
“Anda dengar itu?”
“Ya, Lady Elena memanggil Yang Mulia Putri hanya dengan namanya, apa hubungan mereka dekat?” Bisik beberapa gadis Bangsawan.
Luna memandang sekelilingnya dan ia tak menemukan orang mencurigakan itu lagi, dan sekarang hal itu membuatnya merasa lebih lega.
“Tidak apa-apa, hanya ingin datang bertemu denganmu. Selamat Ulang Tahun Elena.” Ucapnya, senyuman merekah di wajahnya
“Terima kasih Luna. Aku senang kau datang.”
Saat mereka masih berbincang, Luna menangkap gerakan seseorang yang mendekati mereka. Namun ketika ia menoleh, semuanya sudah terlambat.
“Elena!”
Kling!
Suara cangkir yang pecah ketika terjatuh sampai di Lantai.
...~...