Kisah ini bercerita tantang dua orang gadis yang memiliki kehidupan jauh berbeda sekali satu sama lainnya.
Valeria dan Gisela yang merupakan anggota academy musik di Soleram Internasional dan sama-sama menimba ilmu sebagai seorang murid disana untuk menjadi penyanyi terkenal.
Sayangnya nasib mujur bukan berpihak pada Gisela namun pada Valeria karena karya lagunya menjadi viral dan hits hingga mancanegara dan mengantarkannya sebagai penyanyi populer.
Penasaran mengikuti kelanjutan serial dua gadis yang berseteru itu !
Mari ikuti setiap serialnya, ya... 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 GISELA MENJALANI HIDUP BARU
Gisela tampak lelah karena seharian membersihkan rumah. Dia berbaring di sofa, dengan kedua kaki terjulur lurus ke depan.
Rumah Gisela yang dulunya berantakan bahkan nyaris tak tersentuh kebersihannya, kini telah bersih bahkan sangat rapi dibanding keadaan sebelumnya, sewaktu dia datang ke rumah mungil bercat kuning itu.
Gisela menghela nafas panjang seraya menyeka keringatnya dari atas keningnya.
"Fuih, letihnya...", ucapnya.
Gisela menyandarkan kepalanya dengan miring lalu menatap ke arah samping.
"Akhirnya selesai juga merapikan rumah ini, hampir dua hari, aku membersihkannya meski masih belum sempurna", kata Gisela.
Gisela tidak tahu harus berkata apalagi, saat dia menyaksikan keadaan rumah berubah rapi sebab rasa lelah bekerja seharian penuh telah menghilangkan minatnya berkomentar.
"Bagaimana Gisela memiliki kebiasaan buruk seperti ini, membiarkan rumah terbengkalai, nyaris tak tersentuh ?" tanyanya heran.
Gisela mengalihkan pandangannya ke arah bingkai foto bergambar dirinya sedang tertawa ceria sambil menggendong kucing persia berwarna putih.
Tampak wajah Gisela tergambar jelas, sangat bahagia dalam bingkai foto di dinding rumahnya, seperti tidak mengira dia akan berbuat jahat pada Valeria, dengan mendatangi seorang dukun tua agar nasib mereka bertukar.
Gisela mencoba menerima takdir barunya ini meski sesungguhnya dalam lubuk hatinya, dia menolak prihatin atas nasib buruknya ini.
"Apa yang harus kulakukan sekarang ?" ujarnya beringsut turun dari atas sofa lalu berdiri tegak.
Gisela termangu diam seraya menatap ke arah potret berisi gambar dirinya. Dia berjalan pelan ke arah dinding, dimana bingkai foto itu tergantung disana.
Diraihnya bingkai gambar Gisela dari arah dinding lalu dipandanginya lama, potret dirinya yang tertawa teramat bahagia.
"Dia sangat manis di foto ini, tapi, kenapa dia sejahat seperti ini padaku, bukankah hidupnya teramat bahagia menjadi Gisela apa adanya", kata Gisela murung.
Gisela lantas tersadar lalu menoleh ke sekeliling ruangan rumah berukuran kecil itu, berkata cepat.
"Dimana kucing itu ?" tanyanya seraya mencari-cari.
Gisela meletakkan kembali bingkai foto pada dinding lalu mencari kucing persia berwarna putih yang ada di dalam potret itu.
"Puss..., meong...", panggilnya sambil terus berjalan mengelilingi ruangan rumah.
Gisela membungkuk sembari mencari keberadaan kucing itu, mungkin saja, kucing cantik berwarna putih sedang bersembunyi fi dalam kolong meja.
"Meow... Meow... Meow...", panggilnya lagi dengan terus mencari-cari di setiap sudut ruangan rumah kecil itu.
Namun Gisela tidak menemukan keberadaan hewan cantik itu dalam rumah ini, hampir di setiap sudut ruangan tidak terlihat kucing persia itu berkeliaran disini.
"Dimana kucing itu, apakah Gisela telah membuangnya ?" tanya Gisela penasaran.
Gisela menengok ke arah ruangan belakang yang tadi habis dia kunjungi, untuk mencuci baju disana lantas dia teringat pada cuciannya yang belum dia jemur.
"Oh, iya, aku belum menjemur pakaian, mungkin saja, kucing itu ada diluar rumah", ucapnya seraya melangkah maju.
Gisela meraih bak berisi baju-baju yang habis dicucinya tadi, untuk dia jemur di belakang rumah bercat kuning ini.
Krieeet...
Gisela mendorong pintu ke arah luar sembari melangkah keluar, dicarinya keberadaan kucing persia berwarna putih itu dari arah belakang rumah.
"Dia tidak ada disini...", ucapnya.
Gisela berjalan menuju tali jemuran yang ada di perkarangan belakang rumah kemudian menjemur baju cuciannya.
"Mungkin kucing itu telah lama pergi sebab Gisela mempunyai kebiasaan ceroboh", gumamnya sembari menyampirkan baju-baju yang habis dia cuci ke atas tali jemuran.
Terik sinar matahari menyengat kuat dari arah atas langit diantara barisan awan putih yang berarak rapi.
Gisela sempat memicingkan kedua matanya ketika sinar matahari menerpa pandangannya, sewaktu dia menjemur cuciannya.
Panas dari sinar matahari telah membuatnya berkeringat.
"Fuih, banyak sekali baju yang harus aku jemur padahal kemarin aku sudah mencuci semua pakaian kotor", ucap Gisela.
Gisela menyeka peluh keringatnya dari arah dahi sembari mendongak ke arah sinar matahari yang bercahaya terang pada hari ini.
"Pekerjaan merapikan rumah, membersihkan ruangan rumah juga sudah selesai dan tugas mencuci pakaian juga telah aku rampungkan seluruhnya, tinggal mandi yang belum aku lakukan", kata Gisela seraya menjepit seluruh cuciannya yang ada di tali jemuran.
Gisela mengambil ember besar yang ada di dekat kakinya kemudian dia menoleh ke arah sekeliling pekarangan belakang rumah yang sepi.
Tidak ada apa-apa di pekarangan belakang rumah ini bahkan rumah kucing juga tidak tersedia disini, hanya ada dua tiang dengan tali jemuran yang terbentang di tempat ini. Dan terdapat dinding menjulang tinggi di sekeliling halaman.
Gisela melangkah pergi setelah dia menjemur cuciannya, sebelum dia melanjutkan langkah kakinya, terdengar suara kucing mengeong pelan dari arah halaman belakang rumah.
Sontak saja Gisela segera berpaling ke arah suara itu, dia mencari-cari asal suara kucing yang mengeong dari area halaman.
Namun dia tidak melihat kucing di perkarangan belakang itu, kosong bahkan terasa sunyi sekali.
"Aku baru saja mendengar suara kucing sedang mengeong, tapi, aku tidak melihat kucing itu, apa aku salah dengar tadi ?" tanyanya keheranan.
Gisela membalikkan badannya, menghadap lurus ke arah halaman belakang rumah yang sepi.
Menunggu sejenak, mungkin kucing itu akan bersuara lagi.
Gisela berdiri lama sambil menggendong ember kosong sedangkan pandangannya terarah pada area halaman belakang rumah bercat kuning.
"Ternyata aku salah dengar, mungkin saja, aku sedang berhalusinasi karena terlalu lelah berkerja membersihkan rumah", ucapnya lalu tersadar.
Gisela hendak melangkah kembali ke arah rumah.
Tiba-tiba terdengar lagi suara kucing itu mengeong dari arah perkarangan belakang rumah bercat kuning ini.
"Meow... Meow... Meow..."
Gisela segera memutar langkah kakinya kemudian menoleh ke arah area halaman rumah.
"Meow... Meow... Meow..."
Kembali suara kucing itu bersuara dan terdengar lebih keras.
"Miauw... Miauw... Miauw... !"
Gisela berjalan hati-hati menuju ke arah suara kucing itu berasal, sembari mengendap-endap pelan.
Suara kucing semakin keras dari arah semak-semak tanaman hijau yang ada di dekat dinding halaman rumah dan Gisela mencoba mendatangi asal suara itu.
Gisela menyibakkan semak-semak hijau dengan kedua telapak tangannya, untuk menemukan keberadaan kucing yang mengeong tadi.
Sedetik kemudian, dia telah menangkap seekor kucing yang sedang duduk di balik semak-semak hijau.
Ternyata kucing yang Gisela temukan sama persis dengan kucing yang ada dalam potret di dinding rumah.
Seekor kucing Persia berwarna putih sedang memandang Gisela dengan sorot mata berbinar-binar sendu, terlihat memelas ketika kucing cantik itu ditemukan di balik semak-semak tanaman hijau.
"Yah, kena kau !" kata Gisela memekik riang karena dia berhasil menangkap kucing itu.
Gisela tertawa senang saat dia menggendong hewan mungil berbulu indah itu di tangannya.
Kucing dari jenis Persia itu mengeong lemah kepada Gisela seperti dia sedang meminta perhatian.
Sorot mata kucing berbulu putih itu tampak sayu seolah-olah hewan itu ingin menyampaikan isi hatinya pada Gisela.
Rupanya Gisela mengerti akan maksud tatapan hewan Persia itu lalu mengajaknya berkomunikasi.
"Hai, cantik, apakah kau lapar sekarang ?" tanya Gisela seraya mengangkat tubuh hewan mungil itu ke atas lalu mengayun-ayunkannya.
Gisela terlihat senang ketika dia menemukan hewan kecil itu bahkan dia bermaksud mengadopsi kucing Persia itu.
"Kau cantik sekali, aku suka denganmu, wahai kucing mungil", kata Gisela sambil tertawa riang.
Gisela berputar-putar seraya menggendong kucing berbulu putih itu.
"Ayo, mandi, aku akan merawatmu wahai kucing cantik !" kata Gisela lalu berjalan menuju rumah bercat kuning.
Langkah kaki milik Gisela terlihat riang, setengah berjalan melompat pelan sedangkan tangannya mendekap erat-erat tubuh kucing berbulu putih itu.
Gisela bersenandung ceria ketika dia berhasil membawa kucing Persia yang dia temukan dari halaman belakang rumah.
Brak... !
Pintu belakang rumah tertutup cepat, Gisela berjalan masuk ke dalam rumah, diletakkannya bak kosong bekas cucian ke atas meja dekat jendela.
Di tangannya, Gisela masih mendekap erat-erat kucing Persia itu lalu mengajaknya bicara.
"Hai, teman, sekarang kita akan tinggal bersama disini, perkenalkan aku Gisela, teman barumu, semoga kita bisa bersahabat baik dan saling menyukai", ucap Gisela sambil tersenyum lembut.