Bagi Heskala Regantara, kehidupannya di tahun 2036 hanya soal kerja, tanggung jawab, dan sepi. Ia sudah terlalu lama berhenti mencari kebahagiaan.
Sampai seorang karyawan baru datang ke perusahaannya — Aysha Putri, perempuan dengan senyum yang begitu tipis dan mata yang anehnya terasa akrab.
Ia tak tahu bahwa gadis itu pernah menjadi bagian kecil dari masa lalunya… dan bagian besar dari hidupnya yang hilang.
Lalu, saat kebenaran mulai terungkap, Heskal menyadari ...
... kadang cinta paling manis lahir dari kesalahan yang paling tak termaafkan.
•••
"The Sweetest Mistake"
by Polaroid Usang
Spin Of "Gairah My Step Brother"
•••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Polaroid Usang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 1
•••
Pagi itu, dunia terasa terlalu tenang bagi Aysha. Begitu tenang sampai setiap langkahnya di koridor kaca gedung Regantis Tech terdengar jelas di telinganya sendiri.
Nama "Aysha" masih asing di telinganya, tapi ia harus terbiasa. Itu nama yang melindunginya. Nama yang membuatnya berani kembali kesini — yang membuatnya berani untuk sekedar melihat kembali bagaimana keadaan orang yang selalu dipikirkannya.
Hanya itu, hanya memastikan keadaannya, hanya ingin melihatnya lagi setelah bertahun-tahun ini. Aysha tidak berharap apa-apa. Hanya berharap orang itu tak mengenalinya.
Ia tersenyum kecil ketika rekan-rekan barunya menatapnya ramah. Mereka tak tahu bahwa jantungnya sejak tadi berdetak terlalu kencang, karena hari ini ia akan bertemu CEO yang selama ini hanya ia dengar dari cerita orang-orang, Heskala Regantara.
Nama yang tanpa disebut saja sudah membuat dadanya bergemuruh.
Aysha sudah menyiapkan diri untuk hari ini, atau setidaknya berusaha. Sudah membayangkan berbagai skenario didalam otaknya.
Tapi ketika matanya menangkap sosok itu memasuki ruangan — tinggi, tegap, tegas — semua persiapan itu runtuh begitu saja.
Nafas Aysha tertahan. Dia ... banyak berubah. Atau mungkin, Aysha tak pernah benar-benar mengenalnya.
Sosoknya yang Aysha kenal dulu tak berwajah dingin seperti itu. Sosoknya ramah, murah senyum, jahil, asik, dan benar-benar pengisi suasana.
Heskal di usia 20 tahunnya begitu bersinar dimata Aysha.
Jantungnya langsung berdebar dua kali lebih cepat dari sebelumnya saat mata mereka bertemu. Saling bertatap dalam diam. Tiba-tiba Aysha khawatir apakah lelaki itu akan mengenali dirinya yang sekarang atau tidak.
Aysha mengusungkan senyuman tipis, mengangguk sopan.
"Perkenalkan diri." Ucapan wanita yang dikenalnya sebagai Asisten CEO itu membuat tatapan mata mereka terputus. Barulah saat itu Aysha bisa kembali bernafas dengan normal.
Rekan di sampingnya berucap, "Perkenalkan saya Fargan Aranta Gabriel, Pak. Bisa dipanggil Fargan, usia 27 tahun. Saat ini diterima di posisi Market Analyst."
Terlihat Heskal mengangguk, lalu mata mereka kembali bertemu.
Aysha menelan ludahnya, tersenyum berusaha profesional, "Perkenalkan saya Aysha Putri, biasa di panggil Aysha, usia 26 tahun. Saat ini saya diposisikan di Strategic Partnership Executive, Pak." Dia berhasil berucap dengan jelas, tanpa gugup.
Ada keheningan yang terasa begitu panjang. Aysha tak bisa mengalihkan pandangannya, tatapan mata Heskal itu seperti menguncinya. Benar-benar membuatnya terjebak.
Sang CEO mengangguk kemudian, "Selamat bergabung di Regantis Tech Group." Suaranya nyaris tak terdengar, senyuman tipisnya lebih seperti menahan sesuatu yang bersemayam di dadanya —mungkin Aysha hanya terlalu banyak berasumsi.
Rapat hari itu berjalan lancar seperti yang diharapkan. Yang membedakan hanyalah Aysha yang terus berusaha menahan gemuruh di dadanya.
Sebab ia sadar, Heskala Regantara terus melirik kearahnya.
•••
Malamnya, saat langit lebih gelap karena cuaca mendung. Tanpa sadar Heskal malah berhenti di lantai 32 bukannya menuju lobby untuk segera pulang.
Dia melonggarkan dasinya, lampu sudah dimatikan, hanya beberapa yang hidup supaya tak terlalu gelap. Dia melangkah pelan, entah untuk apa, entah apa yang di carinya. Suara sepatu pantofelnya bergema pelan. Matanya melirik ruangan-ruangan berdinding kaca milik kepala departemen dan ketua setiap divisi yang telah kosong, hingga sampai di ruangan kerja milik staff.
Lampu-lampu di meja lain telah padam, hanya di satu sisi yang masih hidup. Heskal berjalan menuju sana, tempat yang ternyata Divisi Stategic Partnership berada. Satu dari enam meja disana masih terang, pemiliknya masih menatap layar komputer, tak sadar akan kehadirannya.
Lalu tak lama, Heskal mulai tersadar hal apa yang membuatnya tiba disini.
Heskal menatapnya, tak menyangka perempuan itu masih dikantor padahal jam kerja sudah selesai sejak dua jam lalu.
Tanpa sadar, dia malah berdiri diam disana. Memperhatikan setiap pergerakan karyawannya itu dengan terus berusaha mengingat-ingat. Entah kenapa ada sesuatu dari dirinya yang menarik perhatian Heskal.
"Pak," Sapanya yang entah sejak kapan sudah berdiri dari duduknya.
Heskal tersentak kecil sebelum mengangguk.
"Aysha, ya?" Tanyanya, masih berusaha menahan raut wajah datarnya ditengah keterkejutan kecil itu.
Nama itu benar-benar mengganggu pikirannya sepanjang hari. Seperti ada sesuatu yang terus menarik dirinya untuk memikirkan orang yang baru dikenalnya beberapa jam ini.
"Iya, Pak." Perempuan itu menjawab, dengan suara yang lebih jelas dari yang Heskal dengar pagi tadi.
Dari posisinya, Heskal melihat perempuan itu mematikan lampu mejanya, menyandang tas dan berjalan kearahnya.
"Kamu…"
Aysha, dia menatapnya, dengan mata bulat yang lagi-lagi membuat Heskal berpikir keras siapa dirinya.
"Ada yang salah, Pak?"
Heskal ragu sejenak, lalu akhirnya pertanyaan itu tak bisa ia tahan lagi, "Kita pernah kenal, kah?"
Ada hening yang panjang di antara mereka.
Satu detik, dua detik, tiga detik. Perempuan itu hanya menggeleng, dengan senyum yang tidak sepenuhnya sampai ke matanya.
“Sepertinya tidak, Pak.”
Jawaban itu entah kenapa membuat sesuatu didalam dadanya berdenyut kecil, nyeri. Heskal tersenyum tipis, mengangguk, dan berlalu pergi terlebih dahulu.
"Gue yakin pernah kenal dia?"
•••
Dua minggu sudah berlalu, satu minggu sejak pertemuan pertama dengan CEO juga sudah berlalu. Tapi Aysha masih tak menyangka sedang bekerja di sini.
Matanya menatap logo Regantis Tech Group yang terpampang jelas di pintu kaca lobby. Aysha menghela napas, tersenyum tipis. Dia melangkah masuk dengan pasti, menyempatkan diri memesan kopi terlebih dahulu sebelum naik ke ruang kerjanya.
Tak ada yang spesial, tak seperti kekhawatirannya. Mereka tak pernah bertemu lagi — sama-sama sibuk dengan kewajiban masing-masing. Hari-hari terasa normal. Tenang. Terlalu tenang, bahkan.
Begitu ia sampai di lantai departemennya, suara yang cukup berisik langsung memecah suasana pagi.
“Bu Aysha!” panggil Daryl, rekan satu timnya yang paling cerewet tapi paling membantu di antara semua orang di divisi Strategic Partnership. Ia berlari kecil menghampiri meja Aysha, membawa tablet digital di tangannya dengan wajah panik.
"Udah saya bilang panggil Aysha aja, Pak." Ucap Aysha pelan, merasa tak enak pada karyawan yang telah lama mengabdi disini.
"Ah, saya yang nggak enak, walau saya lebih tua, kamu statusnya Staff Senior, udah banyak pengalaman sebelumnya."
Aysha menggeleng, "Ada apa, Pak?" Tanyanya tak ingin ribet lagi.
"Kamu liat agenda hari ini belum? Baru aja di ubah." Ucapnya cepat.
Aysha mengerutkan dahi, meletakkan kopinya di meja. "Belum, kenapa?"
Daryl menyeret kursi dan duduk di depan meja Aysha, lalu memutar layar tablet agar bisa ia lihat. "Kita dijadwalkan ikut rapat gabungan sama CEO. Langsung dari tim pusat."
Sekejap, tangan Aysha yang baru saja ingin mengambil cangkir kopi terhenti di udara.
Matanya menatap layar tablet itu, menatap tulisan yang seolah berpendar lebih terang dari biasanya.
Meeting Internal: Business Development x CEO Office – 09.00 AM.
Daryl tertawa kecil, tidak sadar betapa pelan napas yang baru saja Aysha tahan.
"Tenang aja, cuma presentasi proyek kerja sama baru kok. Nggak ada yang menegangkan."
Aysha tersenyum kecil, berusaha menanggapi. "Iya, semoga nggak salah ngomong aja."
Padahal dalam hati, semuanya mulai berantakan lagi.
Ia memandangi pantulan dirinya di layar tablet — riasan tipis, rambut diikat rapi, ekspresi yang berusaha terlihat profesional.
Tapi jantungnya berdebar terlalu cepat, dan untuk alasan yang bahkan tak ingin ia akui, ia tahu ini bukan cuma karena rapat biasa.
"Kenapa harus hari ini lagi..."
•••
Kayak bisa banget jabarin perasaan tokohnya, bikin kita bener2 ngerasain apa yang tokoh rasain😭😭😭
penulisannya juga rapi, tanda bacanya rapi, enak bgt dibacaaa!!
love bgt pokoknyaaa🥰🥰
DEGDEGANNN