Hidup Alya berubah total sejak orang tuanya menjodohkan dia dengan Darly, seorang CEO muda yang hobi pamer. Semua terasa kaku, sampai Adrian muncul dengan motor reotnya, bikin Alya tertawa di saat tidak terduga. Cinta terkadang tidak datang dari yang sempurna, tapi dari yang bikin hari lo tidak biasa.
Itulah Novel ini di judulkan "Not Everyday", karena tidak semua yang kita sangka itu sama yang kita inginkan, terkadang yang kita tidak pikirkan, hal itu yang menjadi pilihan terbaik untuk kita.
next bab👉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi rahasia
Gue duduk di ruang tamu dengan wajah kecut, karena Gue malas mengikuti acara tema yang nggak jelas ini. Mana Mama sama Papa pakek acara rahasian segala lagi.
Kursi empuk yang biasanya nyaman sekarang berasa kayak kursi introspeksi, eh salah, interogasi. Meja penuh pastel, risoles, dan kue lapis legit yang Mama tata secantik mungkin. Jelas-jelas ini bukan jamuan biasa.
"Ma," Gue berbisik lirih. "Boleh nggak sih aku di kamar aja? Capek Ma, aku habis kerja lembur kemarin di perusahaan. Inikan gara-gara Papa, masa anaknya sendiri di siksa kayak anak tiri."
Mama mendelik, tajem banget tatapannya. "Nggak usah banyak ngeluh. Duduk manis. Ada tamu yang sebentar lagi datang. Jangan bikin malu Mama."
Gue mendesah. "Tamu, tamunya Mama, aku yang ikut repot. Emangnya siapa sih? Jangan-jangan..." Gue sengaja menahan kalimat, pura-pura mikir keras. "Jangan-jangan calon suami lagi?" males banget kalau kayak begini.
Papa yang baru keluar bawa teko teh, cuma berdehem. Mama malah tersenyum penuh arti, ternyata kali ini bukan hanya ngenalin lewat HP aja, kayaknya orangnya yang muncul kali ini.
Bel pintu berbunyi. Reflek Gue liat ke arah jendela. Dari cela tirai, seorang lelaki berjas biru tua turun dari motor ojol. Dia buru-buru bayar, terus merapikan jasnya sambil liat pantulan di spion motor. Hampir aja Gue ngakak, tapi buru-buru balik lagi ke posisi duduk.
Mama sudah sigap buka pintu. "Silakan duduk, Darly!" suaranya semanis mungkin.
Lelaki itu masuk dengan senyuman lebar, rambut klimis mengkilap kayak habis di siram minyak kelapa sawit. "Terimakasih, Tante. Senang sekali bisa berkunjung ke sini."
Gue rasa-rasanya mau muntah mendengar kata-kata sarkasnya.
"Ini Alya, anak Tante," kata Mama sambil megangin bahu Gue.
Darly langsung jalan ke arah Gue. "Halo, Alya. Senang sekali bisa bertemu sama kamu. Aku Darly." Dia mengulurkan tangan, senyumnya berlebihan banget. kayak iklan pasta gigi.
Gue ragu sejenak, lalu menjabat juga. "Hai." suara Gue hambar, sengaja.
Kami duduk bersebrangan. Mama dan Papa di kursi samping, mata mereka berbinar penuh harapan.
"Silakan di cicip dulu makanannya. Ini Tante yang buat khusus untuk kamu." kata Mama yang kayak orang nggak tahan pengen punya menantu.
Darly terlihat semakin bahagia dengan mengambil sepotong kue lapis legit. Dia potong kecil, lalu makan dengan gaya aneh banget. Pelan mengunyah dramatis, dan mendesah puas. "Hem... luar biasa. Rasanya premium sekali. Seperti bisnis kelas atas, harus punya kualitas unggulan."
Gue spontan hampir tersedak jus jeruk. "Serius? Kue lapis itu di bandingin sama bisnis?"
Darly tertawa renyah. "Kamu pasti belum terbiasa dengan cara pikir CEO. Semua hal bisa di analisis seperti bisnis. Bahkan cara kamu minum jus jeruk itu—"
"Stop. Jangan analisis cara Gue minum jus ini. Itu creepy." Gue buru-buru meletakkan gelas.
Mama menepuk paha Gue keras. "Alya!" katanya setengah berbisik tapi jelas-jelas mengancam.
"Hehe, Darly memang orang yang pintar. Alya nanti banyak belajar kalau menikah denganmu." kata Papa ikut menengahi.
Gue memutar bola mata. "Belajar bisnis dari cara minum jus? Keren banget."
Darly terlihat malah semakin percaya diri. "Aku ingin membagi pola pikir ini sama calon pasangan hidupku. Karena aku yakin, bersama-sama kita bisa membangun kerajaan bisnis yang lebih besar."
Gue bersandar, melipat tangan di dada. "Calon pasangan hidup, katamu. Baru lima menit kenal, udah ngomong gitu."
Darly mendekat sedikit. "Aku tipe orang yang percaya pada intuisi. Dan aku tau kamu adalah pilihan yang tepat. Menjadi istri CEO muda, bukan hal yang setiap hari datang."
Gue menahan napas, menatap dia. Kata-katanya menggema di kepala, not everyday.
"Betul banget apa yang di katakan Darly, Alya. Kamu harus bersyukur. Nggak semua perempuan mendapatkan kesempatan kayak begini." Mama menimpali.
Gue mendengus. "Syukur? Ma, aku bahkan belum kenal dia. Baru aja liat dia... eh..." Gue berhenti sebentar, menimbang. Haruskah Gue bongkar soal ojol tadi?
Darly menatap dengan penuh percaya diri. "Baru liat apa?"
Gue tersenyum miring. "Baru aja liat kamu turun dari motor ojol depan rumah."
Sekilas wajahnya kaku. Mama dan Papa langsung kaget. "Alya!" seru mereka bersamaan.
Darly buru-buru tertawa, agak kaku. "Oh, itu. Itu hanya strategi penyamaran. Aku nggak mau orang-orang tau aku seorang CEO. Jadi aku sering menyamar naik ojol."
Gue nyaris nggak bisa menahan ketawa. "Penyamaran? Kamu pikir ini film yang ada di drama-drama romantis?"
Papa cepat-cepat batuk kecil, berusaha menutupi suasana. Mama menyodorkan piring pastel. "Darly, coba yang ini. Kamu pasti suka."
Darly mengangguk sopan, lalu makan lagi dengan gaya penuh aksi. "Hmm, enak sekali, Tan. Sama seperti investor luar negeri, mereka juga suka makanan yang berkualitas."
Gue menyilangkan kaki, menatapnya datar. "Setiap kalimat kamu kayak brosur perusahaan, deh."
Dia malah tersenyum semakin lebar. "Itu tandanya aku semakin konsisten. Seorang pemimpin sejati harus punya konsistensi dalam setiap perkataan."
Gue pura-pura tepuk tangan pelan. "Wow. Hebat banget. Kalau gue sendawa habis minum soda, kamu juga bakal bilang itu contoh inovasi udara."
Papa menahan senyum, tapi Mama melotot lagi. "Alya!"
Gue angkat bahu. "Ya, bener kan?"
Darly mencondongkan badan. "Aku suka perempuan yang kritis. Itu artinya kamu punya pikiran terbuka. Pasangan seperti itu bisa jadi partner bisnis sekaligus partner hidup yang ideal."
Gue terdiam sebentar, lalu tersenyum sinis. "Atau partner yang tiap hari pusing dengerin presentasi?"
Suasana sempat hening. "Darly, apa kamu ada rencana khusus kedepan? Supaya Alya bisa dengar langsung." Papa akhirnya buka suara.
Darly langsung menegakkan badan, matanya berbinar. "Oh tentu, Om! Lima tahun lagi aku ingin menguasai pasar Asia. Sepuluh tahun lagi, perusahaan akan go internasional. Alya, coba kamu bayangkan, kamu jadi nyonya besar, punya akses ke dunia luar negeri, keuangan aman, hidup terjamin."
Gue memandangnya lama. "Kedengerannya kayak... tawaran paket asuransi."
Dia tertawa. "Kamu lucu sekali."
Mama dan Papa ikut serta tertawa, tapi kayak secara terpaksa. Di iringi tatapan Mama yang lagi-lagi kayak mau menerkam Gue.
Gue menghela napas panjang. Kepala Gue rasanya kayak udah penuh, dan bentar lagi rasanya ingin meledak. Setiap kalimat dari dia kayak brosur MLM. Rasanya Gue pengen kabur, tapi Gue masih tahan.
Sampainya Gue bener-bener nggak kuat lagi. "Ma, Pa, aku pusing. Aku keluar sebentar, butuh udara."
Mama buru-buru mau menahan. "Alya—"
Tapi Gue udah berdiri. "Nggak lama kok, Ma."
Gue langsung melangkah keteras, menarik napas dalam-dalam. Langit sore mulai berwarna oranye keemasan. Indah banget, jauh lebih jujur daripada semua kalimat Darly barusan.
Kalau ini yang namanya calon suami idaman, kayaknya Gue lebih memilih jomblo selamanya.
-------
Note : Jangan lupa berikan dukungan kalian agar aku lebih semangat dalam menulis, dengan cara -> like, subscribe, bunga, bintang, & komentarnya, thanks all🥰