Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.
Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?
"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.
"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak tahan
"Daddy!"
Noura mendorong Zayn dengan keras, matanya berkaca-kaca. Tangan kecilnya terangkat, mendaratkan tamparan di pipi pria itu.
Plak!
"Kenapa Daddy selalu bertingkah seenaknya padaku? Hentikan itu!" Seru Noura, suaranya bergetar dengan nada putus asa yang menggetarkan ruangan.
Zayn, yang tadinya berdiri tegak dengan sorot mata penuh kendali, menundukkan pandangannya.
Pria itu menarik nafas panjang, mengusap pipinya yang memerah akibat tamparan Noura. Suasana berubah senyap, hanya terdengar nafas keduanya yang memburu.
"Maaf," kata Zayn akhirnya, suaranya rendah dan penuh beban. Sebelum berbalik pergi, ia menatap Noura untuk terakhir kalinya.
"Aku harus ke kantor, aku titip Darrel lebih dulu." Zayn segera mengecek ponselnya sesaat lalu berbalik.
"Kalau kamu masih mencintai suamimu, cobalah untuk tetap bersamanya. Jangan terus sembunyi." Lanjut pria itu lalu melangkah pergi.
Kalimat itu meninggalkan bekas tajam di hati Noura. Wanita itu menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang berkecamuk.
Setelah Zayn pergi, Noura mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu mengacak rambutnya dengan frustrasi.
"Ah bapak sama anak nyebelin banget.." Gerutunya.
Setelah Noura tenang, ia kembali ke kamar Darrel yang sedang menunggunya. Pria itu duduk di atas ranjang dengan tatapan penuh selidik.
"Ada urusan apa kamu sama ayah?" Tanya Darrel, suaranya tenang namun tetap terasa tajam.
Noura tertegun sesaat, mencoba menyusun kebohongan di benaknya.
"Ah, tidak ada apa-apa, sayang. Daddy hanya menyuruhku berhati-hati... terhadapmu," Jawabnya singkat.
Darrel lalu tersenyum kecil. "Nggak perlu dipikirkan ya, ayahku memang tegas."
Noura terdiam sesaat.Ucapan Zayn tadi terus terngiang di kepalanya.
"Cobalah untuk bersamanya."
Mana mungkin Noura bisa melakukannya? Hatinya sudah terlalu penuh dengan luka dan dendam.
Darrel mengerutkan kening. "Oh ya Noura, ayah menitipkan beberapa dokumen di mejaku. Tolong kerjakan ya, aku kan lagi sakit." Pintar pria itu dengan wajah memelas.
'Ah ini dia..' Batin Noura mengetahui satu fakta lainnya.
Noura balas tersenyum tipis, "Oh, tentu. Aku akan mengurus dokumen dan semuanya untukmu," jawabnya sambil mengepalkan tangan di balik punggung.
"Bagus sekali! Kalau mendengar itu, rasanya aku akan cepat sembuh," sahut Darrel sambil tertawa kecil, tak menyadari senyum getir di wajah Noura.
Di kehidupannya yang lampau, Noura terus disiksa sebagai budak sampai Darrel mendapat jabatannya sebagai CEO.
Semua dokumen maupun pekerjaan selalu Noura yang kerjakan. Darrel hanya bisa mengaku-ngaku dengan sifat tamaknya.
'Pria tamak sepertinya,' batin Noura menyembunyikan kekesalannya. 'Aku tidak akan membiarkannya menjadi CEO atau apapun.'
"Aku pulang dulu," ucap Noura akhirnya sambil mengambil tasnya. "Aku akan sering berkunjung."
Darrel mengangguk puas. Namun, di balik langkah Noura yang menjauh, wanita itu membawa tekad baru untuk menghentikan rencana Darrel menjadi CEO.
...***...
Noura terduduk di sudut taksi, pandangannya kosong menatap jendela.
Di dalam perjalanan itu, pikirannya melayang jauh ke masa lalu, mengingat setiap luka dan penghinaan yang pernah ia alami.
Darrel... Pria itu selalu hanya memanfaatkannya. Darrel pernah berselingkuh di depan matanya tanpa rasa bersalah, bahkan tak ragu menyiksanya secara emosional.
Noura mengepalkan tangannya, merasakan kemarahan lama yang kembali membara.
Noura adalah sosok yang cerdas. Semasa sekolah hingga universitas, ia selalu menjadi yang terbaik.
Kemampuannya yang luar biasa membuatnya dapat menyelesaikan pekerjaan apapun dengan sempurna.
Kini, ia bertekad untuk membalikkan keadaan.
"Aku akan menghentikan niat busukmu, Darrel." Tekadnya.
Taksi berhenti di depan rumah. Noura segera membayar ongkosnya dan masuk ke dalam.
Noura langsung menuju kamarnya, mengambil beberapa dokumen yang diberikan Zayn kepada Darrel.
Dokumen-dokumen itu harus diselesaikan, dan Noura memutuskan untuk mengerjakannya sendiri.
Noura mengikat rambutnya dengan rapi, duduk di meja kerjanya, dan mulai membaca lembar demi lembar.
"Sebenarnya ini sangat mudah tapi..." Gumamnya kembali membaca beberapa dokumen lainnya.
Noura langsung tersenyum kecil, "Aku akan membuat Darrel dimarahi."
Berjam-jam berlalu, dan suara denting jam dinding mengiringi aktivitasnya. Noura mengerjakan tugas itu sambil mendengarkan musik.
Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka tanpa ketukan. Noura mendongak, terkejut melihat siapa yang masuk.
"Daddy?" Serunya, berdiri dengan cepat. Zayn berdiri di dekat pintu tanpa bicara apapun. "Kenapa Daddy masuk ke kamarku tanpa izin?"
Zayn tidak menjawab. Pria itu terus melangkah mendekati Noura dengan tatapan tajam namun tenang.
"Kalau Daddy mendekat lagi, aku tidak akan segan—" Noura meraih pulpen di atas meja dan mengacungkannya, meskipun tangan kecilnya bergetar.
Zayn berhenti sejenak, lalu tersenyum tipis. "Kamu mau apa, Noura?" Gumamnya dengan suara rendah.
Tanpa memberikan kesempatan, Zayn menangkap tangan Noura, menahannya dengan mudah. "Noura, aku sudah lama ingin melakukan ini."
Sebelum Noura bisa membalas, Zayn membungkuk dan mencium bibirnya.
Ciuman itu dalam, penuh dengan dominasi yang membuat Noura kehilangan kendali. Ia berusaha mendorong Zayn, namun pria itu terlalu kuat.
"Daddy, lepaskan aku!" Serunya, suaranya terputus-putus.
Zayn hanya tersenyum kecil, membelai rambut Noura dengan lembut. Gerakan tangannya bertolak belakang dengan kekuatannya yang mendominasi.
Dalam sekejap, Noura terdorong ke atas kasur. Wanita itu menatap Zayn dengan campuran marah dan takut.
Dari saku jasnya, Zayn mengeluarkan sesuatu—sebuah benda kecil berwarna merah muda yang bergetar.
"I-Itu..." Noura tergagap, wajahnya memerah.
"Kalau kamu tidak mau melakukannya dengan suamimu, biar aku saja yang melakukannya," ucap Zayn pelan, suaranya rendah namun jelas menusuk telinga Noura.
"Daddy, tunggu!" Sebelum Noura bisa berkata lebih, suara getaran itu memenuhi ruangan...
BZTT! BZZTT!
Noura tersentak bangun dari tidurnya. Dadanya naik turun, napasnya memburu.
"Itu mimpi ya.." Noura menyadari semuanya hanyalah mimpi. Ia mengusap wajahnya, merasakan keringat dingin membasahi dahinya.
Di atas meja, ponselnya terus bergetar. Noura menghela nafas panjang dan mengambilnya.
Sebuah pesan masuk, namun pikirannya masih terbayang mimpi mengerikan tadi.
Zayn : Noura, tolong buka pintu depan. Aku sudah pulang.
Ternyata Zayn yang mengirim pesan. Noura melirik jam dinding. Sudah pukul 7 malam.
"Aku tidur sangat lama.." Gumamnya singkat lalu segera turun dari tempat tidur dan mendengar suara bel pintu.
Bergegas, Noura membuka pintu dan mendapati Zayn berdiri di sana dengan pakaian formalnya. Penampilannya begitu rapi, membuat hati Noura tak menentu.
'Astaga ternyata dia sesksi juga..' Pikiran Noura kemana-mana akibat mimpi tadi. Wajahnya memerah, dan ia merasa gugup.
"Ada apa, Noura? Apa kamu sakit?" Tanya Zayn sambil mendekat, menatapnya dengan penuh perhatian.
"Ah, tidak apa-apa, Daddy," jawab Noura, mencoba mengalihkan rasa gugupnya. Namun pikirannya terus saja mengingat mimpi tadi.
"Aku membawa makan malam. Apakah kamu ingin makan bersama?" Tawar Zayn dengan senyuman hangat.
Noura mengangguk. "Boleh, Daddy," ucapnya pelan.
Zayn tersenyum, lalu melepas jasnya dan meletakkannya di sofa sebelum menuju dapur. Zayn segera menyiapkan dua piring makanan yang dibawanya.
Sementara itu, Noura berusaha menenangkan dirinya. Jantungnya masih berdetak kencang, dan ia merasa malu dengan dirinya sendiri.
Ketika Zayn kembali dengan dua piring makanan, ia meletakkannya di atas meja makan. "Aku membeli ayam goreng dan kentang. Semoga kamu suka," katanya.
"Aku tidak menyangka Daddy yang suka olahraga malah makan seperti ini," canda Noura.
"Sekali-sekali tidak masalah. Tapi hati-hati, ayam ini sangat pedas," jawab Zayn sambil tersenyum kecil. "Maaf, aku hanya membeli sedikit. Kupikir tadi kamu akan menemani Darrel."
"Tidak, aku di rumah saja. Aku tidak terlalu betah di sana," balas Noura singkat.
Noura tidak ingin memperpanjang obrolan dan langsung melahap ayam goreng itu. Mereka mulai menikmati makanan yang disiapkan Zayn.
"Bagaimana rasanya? Enak?" Tanya Zayn.
"Ini enak, Daddy," jawab Noura sambil tersenyum kecil.
"Syukurlah kalau kamu suka," balas Zayn, tersenyum puas.
Setelah selesai makan, Noura berterima kasih kepada Zayn. "Terima kasih Daddy makanannya, aku ke atas dulu."
Noura segera beranjak ke kamar mandi untuk menenangkan diri. Di dalam hatinya, bayangan mimpi tadi terus menghantui, membuat perasaannya tak karuan.
"Ah Noura udah jangan mikirin itu terus.. ayo mandi dan segarkan pikiran." Gumamnya pada diri sendiri.
Beberapa saat berlalu dan setelah selesai mandi, Noura keluar dengan rambut yang masih sedikit basah.
Noura mengenakan pakaian santai—kaus longgar dan celana pendek. Udara malam yang sejuk membuatnya sedikit menggigil.
"Aku haus.."
Saat menuju dapur, ia melihat Zayn masih duduk di sofa, membaca dokumen sambil mengenakan kacamata.
Pemandangan itu membuat jantungnya kembali berdebar tanpa alasan yang jelas.
"Noura, kamu habis mandi?" Tanya Zayn, menoleh ke arahnya.
"Ah, iya," jawab Noura, suaranya hampir berbisik.
"Rambutmu masih basah," kata Zayn sambil bangkit berdiri. Ia berjalan mendekat dengan langkah tenang, membuat Noura semakin gugup.
"Kamu bisa masuk angin kalau begini."
Sebelum Noura sempat menjawab, Zayn mengambil handuk kecil yang tergeletak di meja dan dengan lembut mulai mengeringkan rambutnya.
"Daddy, aku bisa melakukannya sendiri," protes Noura pelan, meski tidak benar-benar mencegahnya.
"Diam saja. Rambutmu panjang, jadi biar aku yang melakukannya," Ujar Zayn dengan santai.
Sentuhan lembut Zayn membuat Noura tak bisa menyembunyikan wajahnya yang semakin merah.
Noura tidak tau harus berkata apa, hanya berdiri diam sementara pria itu sibuk mengeringkan rambutnya.
"Kenapa wajahmu dari tadi merah?" Goda Zayn sambil tersenyum kecil. "Apa kamu demam?"
"T-tidak!" jawab Noura tergagap. "Aku hanya... hanya—"
"Sudah selesai," potong Zayn, menaruh handuk di pundaknya. "Lain kali jangan keluar kamar dengan rambut basah, Noura."
Noura hanya mengangguk, tidak bisa memandang Zayn secara langsung. Tetapi tiba-tiba ia merasa kakinya terpeleset karena lantai yang sedikit licin.
Noura hampir jatuh, namun Zayn dengan sigap menangkapnya.
"Pelan-pelan," bisik Zayn, wajah mereka kini begitu dekat. Nafas hangat Zayn terasa di wajah Noura, membuat detak jantungnya semakin tak karuan.
"Noura segera menghindari tatapan Zayn yang intens. Namun Zayn tidak segera melepaskannya.
Sebaliknya, Zayn tetap menahan pinggang Noura, memastikan wanita itu tidak kehilangan keseimbangan lagi.
"Kalau kita dekat seperti ini, aku jadi ingin menciummu Noura," ucap Zayn dengan nada rendah. Senyumnya tipis, tetapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam.
"Daddy! Kan aku sudah bilang jangan melakukan hal yang aneh-aneh." Cibir Noura dengan kesal, berusaha melepaskan diri dari delapan itu.
Zayn justru mendekat ke telinga Noura, "Tapi kalau aku tidak tahan bagaimana dong?"