Kisah Seorang Buruh kasar yang ternyata lupa ingatan, aslinya dia adalah orang terkuat di sebuah organisasi rahasia penjaga umat manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Bab 22
“Tapi aku baru saja bercerai! Barney baru memberikan pengumuman selama dua atau tiga hari yang lalu. Kemudian, aku menikah dengan Windy? Tidakkah itu lebih cepat dari kilat,” batin Rangga dengan ekspresi kesulitan.
“Barney tidak bisa duduk diam menunggu. Jika bukan karena kehadiranmu tadi malam, Windy sudah teracuni,” kata Sisil.
Rangga menghela napas perlahan. Pria itu menampakkan senyum pahit dan menyangga wajahnya dengan satu tangan. “Tapi, Bu Sisil, kamu tahu, kan, kalau tubuhku, hatiku, dan seluruh ragaku milik—! Ah!”
Sebelum Rangga menyelesaikan ucapannya, Sisil melemparkan sendok ke dahi pria itu. “Jangan banyak omong kosong. Hanya ketika kamu ada di sisi Windy barulah kita bisa tenang,” ujar gadis itu dengan dingin.
Mendapatkan balasan tersebut, Rangga melengkungkan bibirnya ke atas, sedikit menyeringai. Sudah begitu lama, tapi Sisil masih tidak berubah.
“Kalian tentu sadar kalau masalahnya bukan pada diriku, kan?” Rangga bertanya membuat kedua orang di dalam ruangan itu kebingungan. “Yang jadi masalah adalah apa Windy bersedia atau tidak menikah denganku, bahkan walau hanya kepura-puraan saja.” Dia mengangkat kedua bahunya seakan acuh tak acuh. “Selain itu, Barney memang tahu keberadaan Night Watcher, tapi apakah Windy juga sama?”
Detik itu, Sisil dan Nindya terdiam.
Tiba-tiba, ponsel Rangga berdering. Saat dia menatap layar ponselnya, dia mengerutkan dahi.
“Liana?” batin Rangga. Dia mengangkat panggilan itu dan bertanya, “Ada apa?”
Di sisi lain panggilan, suara Liana terdengar berkata, “Aku dengar kamu sekarang pemilik PT. Luminex Corp? Sungguh menakjubkan, aku tidak tahu kamu jual diri kepada wanita mana?” Terdengar kecemburuan dari nada bicaranya.
Liana selalu merasa bahwa Rangga adalah seseorang yang tidak berguna. Tentunya dia juga tak menyangka bahwa pria itu dapat membeli sebuah perusahaan sebesar itu sendiri. Dengan demikian, dia yakin kalau Rangga berada di bawah naungan orang lain dan perusahaan itu diberikan untuknya.
Tidak heran Liana sangat iri. Dibandingkan dengan yang Rangga dapatkan, apa yang diberikan Rafael padanya tidak seberapa. Hanya mobil, tas, dan barang-barang tak penting lainnya. Sebaliknya, Rafael dapat sebuah perusahaan?! Gila.
Rangga terlalu malas untuk menjelaskan apa pun padanya, bahkan dia merasa akan lebih baik untuk menghentikan segala hubungan antara dirinya dan keluarga wanita itu. Lagi pula, mereka sudah bercerai!
“Kalau tidak ada hal lain, aku akan menutup telepon,” kata Rangga ringan.
“Wah, sudah kaya beda, ya? Kamu berani bicara padaku seperti ini! Hebat!” seru Liana. “Kamu tinggal di perumahanku juga, kan? Cepat ke rumahku, kita selesaikan perceraian kita.” Setelah berbicara, Liana menutup telepon.
Rangga mengerutkan kening. “Bukannya sudah cukup dengan tanda tanganku?”
Rangga memutar bola matanya. Walau malas, tapi dia memutuskan untuk pergi ke sana dulu. Kalau tak penting, maka Rangga akan langsung pulang.
“Aku pergi dulu.”
“Kalau begitu, keputusan sudah final,” kata Sisil.
“Keputusan apa?” Rangga berkata dengan cepat, “Pernikahan yang asal-asalan bukanlah hal baik. Meski hanya pernikahan palsu, kalau Windy sungguh melibatkan perasaan padaku, itu akan menjadi rumit!” ujar Rangga.
Bukan Rangga terlalu percaya diri, tapi sejak pertemuannya dengan Windy terakhir kali, dia merasa wanita itu menatapnya dengan cara berbeda. Yah, anggap saja dia terlalu percaya diri, tapi lebih baik menghindari masalah sebelum masalah itu sungguh benar adanya, kan?
“Ini adalah rencana yang strategis,” Sisil membalas.
Rangga tersenyum pahit, tidak menyetujui. Pria itu memakai sepatunya dan pergi dengan cepat.
Nindya berkata sembari tersenyum, “Biar aku yang bicara padanya. Kalau kamu bicara sekeras itu padanya, dia tidak akan setuju. Lagi pula, dia baru saja bercerai, dan pernikahan terakhirnya tidak begitu baik.”
Sisil mengerang frustrasi. “Dia takut dengan pernikahan, aku mengerti. Namun, kalau begini, maka kita harus cari cara menyembuhkannya. Kondisinya menghalangi keberhasilan misi.”
Rangga pergi ke alamat yang diberikan oleh Liana. Dia mengetuk pintu, dan pintu tersebut terbuka dengan cepat.
Sungguh mengejutkan ketika Rangga mendapati ada begitu banyak orang yang duduk di ruangan itu. Ada lebih dari selusin orang yang terdiri dari keluarga Novida, keluarga Heru, dan beberapa orang lainnya.
“Masuk!” kata Liana yang membuka pintu.
Rangga pun masuk ke ruangan dan Liana menutup pintu.
Miriam berkata dengan nada menghina, “Oh, sungguh hebat, ya. Setelah bercerai dan kenal orang besar, sudah bisa menjebak keluarga kita, ya?” Meskipun Miriam masih tidak mau mengakui kenyataan Rangga tiba-tiba menjadi bos Novida, tetapi di bawah konfirmasi dari kakaknya Heru, dia harus mengakui bahwa ini adalah fakta.
“Menjebak? Hah! Aku tidak punya waktu luang untuk itu,” Rangga berkata seraya menatap Miriam dengan tatapan merendahkan. Yah, sayangnya dia hanya mengucapkannya dalam hati saja.
Miriam tersenyum. “Kenapa? Meremehkan kami sekarang? Sudah punya perusahaan langsung putuskan kerja sama dengan perusahaan kakakku. Kalau bukan balas dendam, apa lagi!?”
Rangga menggaruk hidungnya. Dia teringat Roki meneleponnya di pagi hari mengenai masalah ini. Karena bekerja sama dengan Barney, Roki memutuskan kerja sama dengan beberapa perusahaan kecil.
“Kelihatannya, perusahaan Heru juga termasuk,” pikir Rangga.
“Kenapa? Lidahmu digigit kucing?” kata Miriam sambil mencibir.
Mendengar ucapan Miriam, emosi Rangga tersulut. Dulu, kalau bukan karena kebaikan Eldric, Rangga mungkin sudah berkali-kali berdebat mulut dengan wanita di hadapannya itu. Lagi pula, Miriam selalu menyiksanya!
Sekarang, Rangga telah menganggap utangnya terbayarkan dengan rumah yang Liana dan ibunya ambil. Oleh karena itu, dia tak akan lagi menahan diri.
“Aku sama sekali tak campur tangan dengan bisnis perusahaan, semua berada di tangan Pak Roki,” Rangga menjelaskan. Lalu, dia menyeringai, “Namun, kalaupun aku yang melakukan semua itu, memangnya kenapa?” Nadanya sedikit dingin, dan untuk sesaat, Miriam tertegun.
Setelah beberapa saat, Miriam berteriak, “Kamu itu jadi kaya karena merendah di hadapan orang lain! Apa yang bisa kamu banggakan, hah?!” Lalu, dia memicingkan mata. “Jangan lupa, nyawa rendahanmu itu diselamatkan oleh suamiku. Kami juga membiarkanmu tinggal di rumah selama tiga tahun! Setelah semua itu, begini kamu membalas kami?!”
Pada saat ini, ayah Novida, Randi, juga menambahkan, “Ya, Rangga. Tiga tahun lalu Eldric menyelamatkan hidupmu. Kamu begini juga kurang baik, kan?”
Cukup! Rangga sudah muak!
“Kalian bersandiwara jadi orang baik untuk diperlihatkan kepada siapa, hah?!” seru Rangga membuat seisi ruangan kaget. “Tiga tahun, apa kalian pernah memperlakukanku dengan baik? Menudingku merendah di hadapan orang lain untuk bisa jadi kaya? Hah! Kalau dibandingkan dengan kalian berdua, aku kalah jauh!” Rangga menunjuk ke arah Liana dan Miriam.
“Kamu—!”
“Tiga tahun terakhir, aku selalu pergi pagi pulang malam membanting tulang untuk bekerja. Memang penghasilanku tak banyak, tapi paling tidak cukup untuk menghidupi kalian!” Rangga menumpahkan emosinya. “Setiap bulan aku bawa pulang kurang lebih empat puluh juta, kalian kira itu mudah dengan hanya bekerja di konstruksi saja?” Dia tertawa mengejek. “Lalu, kalian melakukan apa? Merendahkanku saja! Kalian pernah kerja sedikit pun? Tidak!”
“Selama tiga tahun kalian menghinaku selagi aku menafkahi kalian, tapi aku tak pernah mengatakan apa pun. Segala kerja kerasku tak pernah mendapatkan satu pun kalimat terima kasih. Kamu anggap Liana cantik dan harusnya dapat orang kaya, bukan seorang pekerja kasar. Tiga tahun ini, apa kebaikan yang kalian berikan padaku?!” teriak Rangga.
Selagi Rangga meluapkan kebenciannya, semua orang terdiam dan membeku di tempat. Namun, Rangga sama sekali belum selesai!
Kening Rangga berkerut dan dia mendengus mengejek, “Jangan kalian lupa, rumah yang sekarang kalian tinggali ini merupakan hasil kerja kerasku. Lalu, aku dapat apa? Liana berselingkuh selagi masih menyandang status pernikahan denganku. Tak hanya itu, setelah dapat bajingan kaya, kalian menendangku pergi! Tak hanya menceraikan, tapi merebut rumah ini!”
Rangga meludah ke lantai.
“Merendah di hadapan orang? Dibandingkan dengan kalian yang bersikap seperti seorang jalang, aku masih kalah jauh!”
Seisi ruangan benar-benar sunyi. Mereka tidak pernah menyangka bahwa orang yang dahulu begitu rendah hati dan mudah ditindas itu akan berani berbicara begitu keras kepada mereka, terutama Miriam dan Liana, wajah mereka memucat.
Setelah terdiam beberapa saat, Miriam mendapatkan kesadarannya kembali. Dia mengerutkan wajah dan menghampiri Rangga. “Bajingan tak tahu diri! Hari ini, kalau tidak menamparmu, aku tak akan puas!”
“Persetan dengan bersikap seperti seorang pria lembut!” batin Rangga.
Plak!
Sebelum tangan Miriam mendarat di wajahnya, Rangga telah terlebih dahulu melayangkan sebuah tamparan pada wajah wanita itu.
Miriam tercengang dan terhuyung ke samping.
“Bu!” Liana bergegas menghampiri dan memegang Miriam. Dia melotot ke arah Rangga. “Rangga! Beraninya kamu menampar ibuku!”
Miriam membelalak dan menuding Rangga. “Kamu berani memukulku? Kamu berani memukulku! Dasar bajingan!” Matanya memancarkan kegilaan.
Rangga mencibir dan berkata, “Apa yang telah kalian lakukan kepadaku dalam tiga tahun terakhir kuanggap lunas dengan tamparan itu.”
“Rangga, jangan keterlaluan!” pada saat ini, beberapa anak muda berdiri.
Rangga menunjukkan jejak penghinaan di sudut mulutnya, mengangkat kepalanya, dan menatap mereka dengan dingin, “Apa? Kalian mau apa?”
Melihat aura dominan Rangga, tak ada satu pun dari para pemuda itu yang berani maju. Mata Rangga terlalu dingin, seakan dia berani untuk membunuh. Oleh karena itu, semua orang merasa aneh dan takut!
Randi juga tertegun. Sebagai seorang guru, dia merasa kalau pandangannya terhadap seseorang cukup akurat. Namun, Rangga yang dulu dia anggap begitu lemah sekarang berubah menjadi begitu dominan. Ini perubahan yang sungguh besar!
“Rangga, tidak perlu melakukan ini! Kita bertemu dalam damai, dan pergi dengan baik-baik!” kata Randi cepat.
Rangga melirik Randi dengan malas, tapi tidak menanggapinya. Pandangannya kemudian berpindah kepada Liana.
“Sesuai yang selalu kamu katakan. Kita sudah bercerai, jadi tidak ada hubungan lagi antara kita satu sama lain.” Mata Rangga memancarkan sebuah tekad. “Setelah hari ini, kita adalah orang asing. Aku tidak akan mengganggumu hidupmu, jadi jangan ganggu hidupku!”
Bersamaan dengan itu, wajah Novida dan Heru berubah pucat. Novida khawatir dia telah kehilangan pekerjaannya, dan Heru ... khawatir dengan perusahaannya!
Perusahaan Heru tidak besar, dan harga kerja sama dengan PT. Luminex Corp tidak besar. Kalau Heru harus mencari perusahaan lain untuk diajak kerja sama, maka dia akan rugi besar!
Heru bangkit dan menatap Rangga dengan cemas. “Kalau begitu Rangga, kerja sama perusahaanku dengan PT. Luminex Corp bagaimana?!”
Rangga menyeringai, kagum dengan muka tebal Heru. Setelah semua masalah yang terjadi hari ini, intinya adalah perusahaannya, bukan?
“Jangan bicarakan hal ini denganku. Aku tak campur tangan dengan urusan perusahaan!”
“Rangga, kamu sangat tidak berperasaan!” Miriam mengertakkan gigi. “Hari ini, kamu menamparku. Namun nanti, kamu tunggu saja, menantu laki-lakiku, Rafael Voss, akan membalaskan dendam ini!”
Mendengar ucapan Miriam, Rangga tertawa keras. Lalu, dia berkata, “Miriam, sudah kukatakan kalau kita tak ada hubungan lagi!” Dia berbalik dan berjalan ke arah pintu. Sebelum keluar, dia berkata, “Ada pun Rafael Voss, dia sama sekali bukan siapa-siapa di mataku.” Setelah menyelesaikan kalimatnya, Rangga membanting pintu dan pergi.
Bersambung