Calista Blair kehilangan seluruh keluarganya saat hari ulang tahunnya ke-10. Setelah keluarganya pergi, ia bergabung dengan pembunuh bayaran. Tak berhenti di situ, Calista masih menyimpan dendam pada pembantai keluarganya, Alister Valdemar. Gadis itu bertekat untuk membunuh Alister dengan tangannya untuk membalaskan dendam kematian keluarganya.
Suatu saat kesempatan datang padanya, ia diadopsi oleh Marquess Everhart untuk menggantikan putrinya yang sudah meninggal menikah dengan Duke Alister Valdemar, sekaligus sebagai mata-mata musuhnya itu. Dengan identitasnya yang baru sebagai Ravenna Sanchez, ia berhasil menikah dengan Alister sekaligus untuk membalas dendam pada pria yang sudah membantai keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fatayaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belajar Etiket
Dorothea menggeser salah satu tirai jendela yang ada di kamar Ravenna, membuat cahaya matahari diluar masuk kedalam. Ravenna yang saat itu masih tertidur pulas mulai terganggu, gadis itu membuka matanya pelahan. Disisi kanan ranjangnya, terlihat dorothea dan seorang pelayan muda berdiri menatapnya.
“Selamat pagi nona, perkenalkan saya Lily, mulai sekarang saya yang akan menjadi pelayan pribadi anda,” ucap ramah gadis muda bersurai coklat, usianya tak jauh berbeda dengan Ravenna. Ravenna tak membalas, matanya masih mengantuk, enggan untuk beranjak dari kasur. Ia masih ingin berlama-lama disana, sudah lama ia tidak tidur di kasur seempuk ini.
“Nona, sebentar lagi guru privat anda datang, saya akan membantu anda untuk bersiap,” ujar Dorothea
“Benar juga,” Ravenna menyibak selimutnya kemudian berajak dari kasurnya.
Hari ini, gadis itu memakai gaun kuning yang cerah. Ravenna menatap pantulan dirinya di depan cermin, dibelakangnya Lily tengah menata rambutnya dengan terampil.
“Rambut anda sangat indah nona, mengingatkan saya pada rambut nona Angelica,” puji Lily sambil menata rambut Ravenna. Itu karena rambut Ravenna memiliki warna yang sama dengan gadis itu.
“Apa sebelumnya, kau adalah pelayan pribadi Angelica?” tanya Ravenna menatap wajah Lily dari cermin.
“Iya, sebelum nona pergi, saya adalah pelayan pribadinya,” jawab Lily, Ravenna dapat melihat sedikit kesedihan di mata Lily dari cermin di depannya.
“Nona Ravenna, guru privat anda sudah datang,” ujar salah satu pelayan yang baru datang.
“Baiklah, aku akan segera menemuinya,” ujar gadis itu beranjak dari duduknya.
Ravenna berjalan menyusuri lorong menuju ruangan yang akan ia gunakan sebagai kelas, gadis itu mendorong pintu kemudian masuk, disana sudah ada seorang wanita paruh baya dengan rambut pirang menatap dingin kearahnya.
“Salam Countess, perkenalkan saya Ravenna,” gadis itu sedikit mengangkat roknya.
Wanita didepannya menatap lamat Ravenna, walaupun Marquess mengatakan kalau gadis itu hanyalah gadis dari kalangan rakyat biasa, caranya memberi salam cukup bagus.
“Kau bisa memanggilku nyonya Caroline. Kita akan mulai pelajarannya dari yang paling dasar. Karena Marquess memperkenalkan mu sebagai orang dari kerajaan Emberfall, kau setidaknya harus mempelajari bahasa dan pengetahuan tentang kerajaan itu,” ujar Caroline, ia lahir dan tumbuh besar di kerajaan Emberfall sebelum menikah dengan Count Howells. Jadi ia bisa tahu seluk beluk kerajaan itu.
“Baik nyonya Caroline,” timpal Ravenna.
Selama satu bulan ini, Caroline melatih Ravenna dengan keras. Seperti, etiket minum teh, melatih keseimbangan tubuh dengan buku dikepalanya dan lain sebagainya. Jika melakukan kesalahan kecil saja, Caroline akan memukul tangannya dengan kipas. Jika terlambat masuk kelas beberapa menit saja, ia akan memberi Ravenna tugas tambahan yang banyak.
Walaupun jadwal Caroline hanya sampai siang hari, dia selalu memberi Ravenna pekerjaan tambahan, seperti menghafal beberapa kalimat dalam bahasa Emberfall, membaca buku-buku sejarah tentang kerajaan Emberfall, menyulam dan sebagainya, dan untuk menguji Ravenna benar-benar mengerjakan pekerjaannya, Caroline akan memberikan pertanyaan saat kelas berlangsung.
Sinar mentari senja menyusup ke kamar. Gadis itu menghabiskan waktu sorenya untuk berlatih menyulam. Ravenna meringis saat ujung jarum itu mengenai jarinya, ia buru-buru menghisapnya saat darah mulai keluar dari kulitnya. Entah tak terhitung sudah berapa kali, tangannya tetusuk. Itu karena ia tak pernah menyulam sebelumnya.
“Nona, apa anda tidak apa-apa? Bagaimana kalau anda istirahat sebentar, saya membawakan camilan untuk anda,” ujar Lily yang baru datang membawa makanan.
“Tinggal sedikit lagi, besok aku harus menunjukkan ini pada nyonya Caroline, kalau tidak selesai, bisa-bisa dia marah lagi,” ujar Ravenna menahan sebal pada nyonya Caroline yang selalu memarahinya.
“Nah, bagaimana?” Ravenna menunjukkan hasil sulaman berbentuk bunga daisy yang sudah jadi pada Lily.
“Itu bagus nona,” timpal Lily sembari bertepuk tangan.
Beberapa saat kemudian, wajah Ravenna kembali murung setelah melihat baik-baik hasil sulamannya, “Kau tidak perlu berbohong Lily, bukankah ini jelek sekali. Sepertinya aku memang tidak memiliki bakat menyulam,” Ravenna menghela nafas, kecewa. Gadis itu meletakkan hasil sulamannya diatas meja.
“Untuk seorang pemula itu cukup baik nona, lagi pula kalau anda rajin berlatih, saya yakin sulaman anda pasti bagus,” ujar Lily memberi semangat.
‘Guk Guk’ terdengar suara anjing kecil masuk ke kamar Ravenna.
“Snowly” wajah murung gadis itu kini berganti dengan senyuman, “Kau bosan ya? Baiklah, kalau begitu aku akan mengajak mu jalan-jalan,” ajak Ravenna, namun sebelum itu, gadis itu memakan camilan yang Lily bawa.
Semburat keemasan terlukis di langit sore, matahari sudah mulai turun. Ravenna membawa Snowly jalan-jalan di taman dengan tali yang ia ikat pada leher anjing itu. Tak hanya itu, Ravenna juga mengajaknya bermain lempar tangkap ranting pohon. Mereka berdua begitu asyik bermain. Tanpa Ravenna sadari, dari lantai dua Vincent melihatnya diam-diam. Pria itu mengangkat kedua ujung bibirnya melihat Ravenna dan Snowly bermain bersama.
***
Empat bulan berlalu begitu cepat setelah Ravenna masuk ke dalam keluarga Everhart, terdengar kabar kalau pasukan kesatria istana yang dipimpin Alister akan kembali ke ibu kota. Setelah beberapa bulan berlalu, akhirnya pasukan istana berhasil menumpas kawanan monster yang merusak wilayah utara kekaisaran selama beberapa tahun terakhir dan kembali dengan kemenangan.
Ravenna berlari kecil menuju ruang kelasnya. Hari ini, ia bangun sedikit kesiangan dari biasanya. Ia harus bergegas sebelum terlambat. Gadis itu tak ingin lagi mendengar omelan nyonya Caroline yang membuat telinganya sakit. Saat membuka daun pintu, terlihat Vincent tengah mengobrol santai dengan nyonya Caroline.
“Kakak? Kenapa kakak ada di sini?” tanya Ravenna melangkah masuk.
Dua orang di dalam ruangan sontak menengok kearah Ravenna, “Aku meminta tuan muda untuk menjadi pasangan dansa mu, aku ingin melihat seberapa baik kau menari,” ujar Caroline mengambil secangkir teh di mejanya kemudian menyesapnya.
“Tapi, bukankah anda memuji kemampuan berdansa saya waktu itu,” ujar Ravenna yang merasa tidak perlu berlatih dengan Vincent. Walaupun sudah sepuluh tahun berlalu, ia masih ingat gerakan dansa yang ia pelajari waktu kecil.
“Walaupun kau selama ini sudah berlatih sendiri, aku ingin melihat mu berdansa dengan pasangan secara langsung,” timpal Caroline meletakkan cangkir tehnya diatas meja, seperti biasa, perkataannya tidak bisa di bantah.
Vincent beranjak dari kursinya dan berjalan kearah Ravenna. Pria itu mengulurkan tangannya, untuk mulai berdansa dengan gadis itu.
“Apa kau tidak ingin berlatih dengan ku?” tanya Vincent sedikit sedih.
“Bukan seperti itu, kakak pasti punya banyak pekerjaan lain, aku hanya tidak ingin merepotkan mu dengan membantu ku berlatih menari,” ujar Ravenna.
“Ini bukan hal yang merepotkan, lagi pula, di rumah ini siapa yang bisa membantumu berlatih selain aku,” ujar Vincent kembali mengulurkan tangannya.
Ravenna tak punya pilihan lain, ia menerima uluran tangan Vincent. Gadis itu meletakkan salah satu tangannya pada bahu laki-laki di depannya sementara tangannya yang satu menggenggam tangan Vincent.
Caroline mulai memutar kotak musik yang dibawanya. Sementara Vincent dan Ravenna mulai berdansa bersama. Ravenna terlihat canggung, entah mengapa ia merasa mata hazel pria itu menatapnya terlalu lekat.
“Ah, maaf kan aku,” ucap Ravenna menyesal setelah tidak sengaja menginjak kaki Vincent.
“Tidak apa-apa, kau masih dalam tahap belajar, wajar kalau berbuat kesalahan,” timpal Vincent tersenyum tipis.
“Sudah cukup baik, tapi aku sarankan kau berlatih dengan tuan muda beberapa kali lagi untuk menyempurnakannya,” ujar Caroline setelah musik berhenti berputar.
“Baik nyonya,” tanggap Ravenna.
Setelah membatu Ravenna berlatih menari, Vincent pamit undur diri untuk kembali bekerja. Sementara Ravenna kembali melanjutkan pelajarannya bersama Caroline.