NovelToon NovelToon
Skandal Tuan Playboy

Skandal Tuan Playboy

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / CEO / Playboy / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author:

Sebastian Adiwangsa. Nama yang selalu bergaung dengan skandal, pesta malam, dan perempuan yang silih berganti menghiasi ranjangnya. Baginya, cinta hanyalah ilusi murahan. Luka masa lalu membuatnya menyimpan dendam, dendam yang membakar hasratnya untuk melukai setiap perempuan yang berani mendekat.

Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Kehadiran Senara Ayunda, gadis sederhana dengan kepolosan yang tak ternodai dunia, perlahan mengguncang tembok dingin dalam dirinya. Senara tidak seperti perempuan lain yang pernah ia kenal. Senyumnya membawa cahaya, tatapannya menghadirkan kehangatan dua hal yang sudah lama terkubur dari hidup Sebastian.

Namun, cara Sebastian menunjukkan cintanya pada Senara bermula dari kesalahan.

Kuasa dan Hati

Tawaran Bastian tempo lalu memang sangat menggiurkan untuk masa depan Sena. Namun, bagaimana mungkin ia menukar itu semua dengan nyawa kecil yang kini tumbuh dalam rahimnya?

Ia sudah memikirkan segala kemungkinan dengan matang, mulai dari pandangan sinis orang-orang, bahkan masa depannya sendiri. Namun, satu hal yang ia tahu pasti. Janin tak berdosa ini tidak pantas menanggung kesalahan mereka berdua.

Pagi-pagi sekali, Sena sudah duduk di depan meja makan. Ia sengaja menunggu Bastian, bertekad menyampaikan keputusannya pagi ini sebelum ada bisikan lain yang bisa menggoyahkan hatinya.

Langkah kaki terdengar dari arah tangga. Bastian turun, menatapnya sekilas tanpa banyak bicara. Sena menunggu hingga pria itu selesai dengan sarapannya, baru akhirnya ia membuka suara.

“Bastian, aku sudah memikirkan penawaranmu kemarin,” ucapnya pelan tapi tegas.

Bastian menoleh, matanya berbinar, yakin bahwa jawaban Sena akan sejalan dengan keinginannya. “Apa keputusanmu?”

“Aku… akan mempertahankan janin ini,” jawab Sena mantap.

Ekspresi Bastian langsung berubah. Tatapan tak percaya memenuhi wajahnya. “Apa maksudmu?”

“Aku akan tetap mempertahankan janin ini, bagaimanapun juga,” Sena mengulangi, nada suaranya tidak bergetar sedikitpun.

“Tenang saja,” lanjutnya. “Aku tidak akan menuntut pertanggungjawabanmu. Kau bebas bersama wanita manapun. Anggap saja anak ini bukan darah dagingmu.”

Kata-kata itu menghantam Bastian. Wajahnya mulai memerah, nadinya menegang menahan emosi.

“Kau sudah memikirkan ini baik-baik?” suaranya berat, mencoba meyakinkan. Sena mengangguk.

“Bagaimana dengan kemungkinan kuliahmu yang tidak bisa lanjut karena kau mengandung? Itu akan menghambatmu bukan? Padahal kau sebentar lagi lulus.”

Sena terdiam, bibirnya terkatup rapat.

“Dan saat anak itu lahir, siapa yang akan membiayai? Kau? Atau kakakmu?” nada Bastian meninggi. “Ingat, aku bisa saja membuat kalian hancur. Aku berkuasa atas segalanya. Aku bisa pastikan hidupmu penuh kesulitan pada saat itu.”

Ia mendekat, wajahnya semakin dingin. “Dan jangan lupakan bagaimana orang-orang akan mencemoohmu. Hamil dan melahirkan tanpa suami. Kau tahu betul sejauh mana kekuasaanku, kan?”

Sena hanya tersenyum getir. Tangannya refleks mengelus perutnya, seakan memberi kekuatan pada diri sendiri. “Aku sudah memikirkan semuanya, Bastian. Aku akan tetap berjuang demi dia.”

Lalu, suara Sena meninggi, penuh ketegasan yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya. “Kalau kau merasa punya kuasa untuk menghancurkan hidupku, silahkan. Aku tidak hidup untuk tunduk pada kekuasaanmu. Aku hidup untuk janji yang kubuat pada diriku sendiri… dan pada hidup yang sedang kubawa. Kau boleh punya power, tapi aku punya hati. Dan itu sesuatu yang tidak bisa kau hancurkan.”

Bastian tertawa sinis, dingin. Lalu ia meraih dan mencengkram kedua tangan Sena dengan kasar. “Baiklah. Kau boleh mempertahankan anak itu. Tapi kau harus keluar dari rumah ini, cari tempat tinggalmu sendiri, jangan pernah berdiri di depanku lagi. Dan jangan sekali pun menemui kakakmu.”

Napas Sena tercekat.

“Kakakmu itu milikku,” lanjut Bastian dengan suara merendah, penuh ancaman. “Dia adalah bonekaku. Kau tidak boleh berhubungan dengan siapapun yang ada di dekatku kalau masih nekat mempertahankan anak itu.”

Sena menunduk, air matanya jatuh tanpa bisa ia bendung. Suara Bastian semakin menusuk hati—lelaki yang menjadi ayah dari anaknya justru ingin menghancurkan mereka berdua.

“Oke…” suaranya bergetar. “Oke. Aku akan keluar dari rumah ini. Kapan kamu mau aku keluar?”

“Sekarang.” jawab Bastian dingin. “Dan jangan sekali pun menunjukkan wajahmu di depanku atau Ravian. Kalau aku tahu kau menemui dan mengadu kepada Ravian, aku akan menghabisi nyawa janin itu dengan caraku sendiri.”

Tubuh Sena bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Ia bangkit, naik ke kamarnya dengan langkah tergesa. Dengan tangan gemetar, ia hanya sempat memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam tas lusuhnya.

Ia menuruni tangga, melewati ruang makan tanpa menoleh, lalu berlari keluar dari rumah itu, meninggalkan Bastian yang masih duduk mematung di depan meja makan.

“FUCK!!” teriak Bastian begitu pintu tertutup. Ia menghantam meja, lalu meraih ponselnya.

“Kau datang kerumah ku sekarang. Aku menginginkan dirimu” ucap Bastian

Suara manja seorang wanita terdengar dari seberang, “Oke, sayang.”

Bastian menjatuhkan tubuh ke kursi, napasnya memburu. Percakapannya dengan Sena membuatnya kehilangan mood untuk bekerja. Ia memilih menenggelamkan diri dalam pagi panas bersama wanita.

...****************...

Di seberang jalan, Sena terduduk di halte bus. Matanya kosong, pikirannya kacau. Ia baru saja turun dari bus terakhir yang bisa ia tumpangi dengan sisa uangnya.

Kali ini, rumah sahabatnya, Clea, bukan pilihan. Wanita itu sedang berada di luar negeri. Ia tak punya ponsel, dan tak tahu ke mana ia harus pergi.

Perutnya semakin mual, tubuhnya lemas, keringat mengalir di pelipisnya.

“Sabar ya, Nak… bantu Mama dulu menemukan tempat yang aman untuk kita,” bisiknya lirih sambil mengelus perutnya.

… … …

Di saat yang sama, Arya berniat menuju rumah Bastian. Pria itu tidak muncul di kantor, bahkan ponselnya tak bisa dihubungi.

Namun di pertengahan jalan, pandangannya menangkap sosok perempuan berjalan tertatih dengan wajah pucat pasi. Arya memperhatikan lebih saksama, hingga akhirnya ia mengenali sosok itu.

Itu Sena. Adik Ravian.

Menyadari ada sesuatu yang tidak beres terjadi, dia memilih untuk putar balik.

Arya segera menepikan mobil dan keluar. “Sena kan? Adiknya Ravian?”

Sena hanya tersenyum samar.

“Kamu mau ke mana? Kenapa jalan kaki?” tanyanya cemas.

“Aku… ingin mencari tempat tinggal,” jawab Sena lirih, hampir tak terdengar.

“Kenapa cari tempat tinggal?”

Sena tidak sempat menjawab, karena matanya tiba-tiba hitam. Dia pingsan. Arya tidak punya pilihan lain selain membawa Sena ke rumah sakit.

...****************...

Rumah Sakit.

Cahaya putih dari lampu kamar menembus kelopak mata Sena yang berat. Perlahan ia membuka mata, meski tubuhnya masih terasa lemah.

“Sena? Kamu sudah sadar?” suara seorang pria terdengar di sampingnya.

Sena mengerjap, mengenali wajah asing itu. “Aku Arya,” jelasnya lembut, “kita sempat bertemu di rumah Bastian.”

Sena mengangguk pelan, ingatannya perlahan kembali.

“Sena, makan dulu ya.” Arya menyodorkan sendok, menyuapinya perlahan. Sena terlalu lemah untuk menolak, jadi ia menerima setiap suapan sampai piring itu kosong.

Hening sesaat, sebelum akhirnya Arya memberanikan diri bertanya, “Sena… kau hamil?” suaranya penuh dengan kekhawatiran.

Mata Sena langsung berkaca-kaca. Ia hanya mengangguk, bibirnya tak sanggup menjawab.

“Siapa yang…?” Arya menggantungkan pertanyaan itu.

Sena diam, air matanya jatuh.

“Bastian?” Arya mendesah. Sena tak menjawab, tapi tangisnya sudah cukup menjelaskan segalanya.

“Dia tahu?”

Sena mengangguk lagi, kali ini dengan wajah penuh luka.

“Apa responnya?”

Tangis Sena pecah. Dengan suara bergetar ia berkata, “Dia… dia menyuruhku menggugurkan janin ini. Aku menolak, karena aku menyayanginya. Tapi dia mengusirku, memaksa aku keluar dari rumahnya kalau tetap ingin mempertahankannya”

Arya mengepalkan tangan, wajahnya memanas oleh amarah.

“Kenapa tidak cerita ke Ravian? Dia kakakmu, dia pasti menolongmu.”

Sena menggeleng cepat, memohon. “Tolong… jangan bilang ke Kak Ravian. Bastian mengancamku. Dia bilang kalau aku berani muncul di depannya lagi atau kalau aku mengadu ke kak Ravian, dia akan menghilangkan janin ini dengan caranya sendiri. Aku tahu dia tidak main-main dengan ucapannya.”

“Brengsek!” Arya tak bisa menahan emosinya. Bagaimana bisa Bastian setega itu?

Ia menarik napas panjang, lalu menatap Sena , “Kamu denganku saja. Aku akan carikan tempat tinggal yang aman untuk kalian. Urusan biaya aku akan membantumu. Hitung-hitung balas jasa karena kakakmu sudah sering membantuku”

Sena hendak menolak, tapi Arya cepat memotong, “Tidak ada penolakan, Sena.”

...****************...

Di belahan tempat lain, kamar Bastian dipenuhi desahan dan jeritan antara wanita dan pria dewasa yang saling bertukar nafsu pagi ini.

Bastian memasuki dan menggerakkan miliknya dengan sangat kasar untuk meluapkan amarahnya kepada wanita dibawahnya.

Wanita itu setengah berteriak, antara sakit dan kenikmatan, sementara Bastian terus melampiaskan frustrasinya tanpa ampun.

Sampai pada akhirnya, mereka melepas kenikmatannya masing-masing.

...----------------...

^^^Cheers,^^^

^^^Gadis Rona^^^

1
Rizky Muhammad
Aku merasa terkesima sampai lupa waktu ketika membaca karyamu, thor. Jangan berhenti ya! 🌟
Gadis Rona: Hai terima kasih sudah baca karya pertamaku bikin aku makin semangat nulis🥰
total 1 replies
elayn owo
Penuh empati. 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!