Sebuah kisah cinta rumit dan menimbulkan banyak pertanyaan yang dapat menyesakan hari nurani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ericka Kano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku mencintaimu dengan caraku ( Agustus 2007)
Besok hari libur dan lusa adalah hari Sabtu. Dan biasanya, aku mendapat izin untuk berlibur ke rumah sepupuku Anthon yang satu kantor dengan Rai.
Sore ini, Aku naik bus dari terminal dan akan dijemput di terminal kota sebelah. Bukan Anthon yang jemput, tapi Rai. Ya, Anthon memahami bahwa kami hanya punya sedikit waktu bersama. Dalam hal ini, Anthon membantuku untuk menjadi tameng supaya aku bisa menghabiskan waktu dengan Rai tanpa dicurigai orang tuaku.
Dari terminal, kami akan makan siang dengan Anthon dan lanjut aku dan Rai ke rumahnya. Biasanya kami akan menghabiskan waktu dengan karaoke atau sekadar bersih-bersih rumah. Rai sangat senang membersihkan rumah denganku karena baginya rumah ini akan menjadi milikku juga kalau kami sudah menikah. Jadi latihan beres-beres dari sekarang.
Malam pun tiba. Anthon masih lembur di kantor dan akan pulang agak larut. Anthon akan singgah di rumah Rai untuk menjemputku dan aku akan menginap di rumah Anthon. Di sana ada adik perempuan Anthon, Andini, yang hanya beda setahun denganku. Sekarang dia kelas dua SMA.
Sambil menunggu dijemput Anthon, aku dan Rai duduk sambil menikmati susu hangat karena malam itu begitu dingin.
Aku iseng-iseng bertanya:
"Kak, kenapa teman-teman ku suka merasa aneh dengan gaya pacaran kita ya,"
"Aneh bagaimana?" tanya Rai balik
"Mereka melihat tuh kita berdua kayak kakak beradik bukan sebagai pasangan," tandasku
"Yah mungkin karena kamu panggil aku kakak," ujar Rai sambil tertawa kecil dan menyeruput susu hangatnya
"Bukan kayaknya. Mereka selalu bertanya tentang ciuman dan pegang-pegangan,"
Susu yang diseruput Rai muncrat mendengar ucapanku.
"Lha, kakak kenapa," aku segera bangkit dari tempat duduk, menepuk punggungnya perlahan. Kulihat celananya agak basah ketumpahan susu hangat yang muncrat. Aku segera menarik sehelai tisu di atas meja dan mulai menyeka area celananya yang basah.
Kebetulan yang basah dia bagian paha.
"Ehm Ty, biar aku saja yang menyekanya," Rai menahan tanganku.
"Tidak apa-apa, aku bisa kok kak,"
"Bukan. Maksudnya, aku saja tidak usah repot-repot," bantahnya lagi
Aku memandang wajahnya dengan agak kesal.
"Kenapa sih menyeka celana kakak saja tidak bisa. Tadi saja saat karaoke aku mau duduk berdempetan dengan kakak, kakak juga menolak. Kakak sayang gak sih sama aku,"
Rai menarik napas panjang. Dia memegang tanganku dan mengarahkan untuk duduk di sampingnya.
"Christy," ujarnya pelan dan tenang, "Sebelum menikah antara kita itu batasannya masih sangat besar. Banyak hal-hal yang harus kita hindari supaya kita tidak kebablasan," jelasnya.
"Iya tapi kan kita sudah pacaran kak. Orang lain tuh biasa dempet-dempetan. Bahkan kata Tania, ciuman saat pacaran itu biasa"
"Tapi...,"
"Eh malah Tania bilang, cowoknya paling suka pegang-pegang dadanya," sela ku
Rai terbatuk mendengar ucapanku.
"Mereka selalu tanya, kamu udah pernah dicium bibirnya belum, udah pernah dipegang belum. Masa belum pernah. Cowokmu gak nafsu kali sama kamu. Masa aku dibilang begitu. Lagian Tania, Intan, dan lain-lain mereka sudah pernah liat anunya cowoknya," ujarku sambil melirik ke arah celananya
Rai kembali terbatuk. Dan kali ini agak keras. Dia mengubah posisinya. Kali ini dia berlutut di depanku sambil memegang kedua tanganku.
Dia menatapku dan berbicara setenang mungkin :
"Ty, kamu tahu gak kadar cinta itu tidak bisa dinilai dari sekadar ciuman atau hal yang lebih lainnya. Aku cowok Ty. Dan aku normal. Kalau kita sudah berani ciuman, aku pastikan kita akan berbuat lebih dari itu. Aku gak bisa menahan diriku,"
Rai melanjutkan,
"Aku juga punya nafsu Ty. Kamu jauh lebih muda dari umurku. Ini suatu keberuntungan bagi laki-laki Ty. Aku cinta pertama mu. Kamu belum pernah disentuh laki-laki lain. Aku sangat beruntung. Makanya aku hanya mau melakukan itu semua saat kita sudah nikah. Aku tidak mau merusak image anak baik-baik yang kamu sandang selama ini,"
Rai masih terus berbicara,
"Kalau aku hanya menuruti egoku, di rumah ini aku bisa melakukan apapun padamu. Dan kamu yang sepolos ini pasti tidak bisa menolaknya. Tapi itu bukan cinta Ty. Itu hawa nafsu. Aku tidak akan pernah melakukan padamu sesuatu hanya karena hawa nafsu. Aku mau melakukannya karena cinta dan dalam pernikahan yang Kudus,"
Aku membalas tatapannya. Terasa suatu ketulusan di balik tatapannya itu. Dan aku merasakan bahwa laki-laki ini berbeda. Dia bukan laki-laki brengsek.
"Tapi cowok normal melakukan itu pada ceweknya kak," ujarku lirih dengan suara pelan
Rai kembali menarik napas panjang.
"Aku bukan mereka, Ty. Aku bukan laki-laki sempurna, tapi aku tidak brengsek Ty. Aku menghargai kamu. Aku mencintai kamu dengan caraku. Tidak sama dengan mereka,"
Kata-kata itu menusuk ke dalam hatiku dan membuat aku refleks memeluknya.