NovelToon NovelToon
Darah Di Tanah Hujan

Darah Di Tanah Hujan

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Roh Supernatural
Popularitas:394
Nilai: 5
Nama Author: Siti Nuraida

Hujan tak pernah berhenti di Desa Waringin.
Sudah tiga puluh tahun, langit di atas desa itu selalu kelabu — dan setiap kali petir menyambar, satu orang akan lenyap begitu saja.

Penduduk hidup dalam ketakutan, tapi juga dalam penyangkalan. Mereka menanam bunga di kuburan kosong, berpura-pura tak tahu bahwa tanah di bawah mereka haus darah.

Suatu malam, Rendra, seorang fotografer urban legend, datang ke desa itu mencari adiknya yang terakhir kali mengirim pesan dari sana sebelum hilang.

Namun sejak langkah pertamanya, ia disambut aroma besi dari air hujan, wajah-wajah tanpa ekspresi, dan anak kecil yang berkata lirih:

“Kalau hujannya merah, jangan keluar, Kak.”

Semakin Rendra menggali, semakin ia sadar bahwa hujan di desa itu bukan anugerah — tapi kutukan dari darah ratusan korban ritual pengorbanan yang disembunyikan pemerintah desa dulu.

Dan di balik semua itu, “Yang Basah” menunggu…
Menunggu darah baru untuk menggantikan yang lama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nuraida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 — Bayangan Dimas

Rendra membeku di tengah gubuk Nyai Melati, cahaya lampu minyak yang lemah menyinari foto yang baru dicetak, dan wajah pria di ambang pintu. Itu adalah wajah yang sama persis dengan pria kota di foto tua Ayahnya—hanya kini lebih tua, keriput, dan keras.

Pelaku penodaan Laras.

Pria itu melangkah masuk, menyipratkan lumpur. Ia mengunci pintu gubuk di belakangnya, gerakannya tenang dan penuh perhitungan.

“Kau telah menghabiskan banyak waktu mencari kebenaran, Nak,” ujar pria itu, suaranya dalam, dengan aksen kota yang tegas, kontras dengan logat desa yang kini mendominasi Waringin. “Sayang sekali, kau menemukannya tepat sebelum aku bisa menguburnya selamanya.”

“Siapa kau?” tanya Rendra, meskipun ia sudah tahu. Ia mencengkeram erat foto yang basah di tangannya, sekaligus menjaga tubuh Dimas yang lemas.

“Namaku Hardi. Atau begitulah aku dipanggil di Jakarta. Tapi di sini… aku adalah orang yang seharusnya tidak kau cari. Rekan kerja Ayahmu. Juru kamera yang datang untuk mendokumentasikan kebodohan desa ini.”

Hardi tersenyum kecil, senyum yang menjijikkan. Ia melihat tubuh Dimas yang lemas di sudut ruangan, lalu mengalihkan pandangannya ke tubuh Nyai Melati yang terbaring kaku.

“Nyai Melati. Setia sampai akhir. Tapi ia lupa, sihir air tidak bisa mengalahkan keserakahan manusia.”

“Kau yang menodai Laras,” tuduh Rendra, suaranya dingin dan penuh kebencian.

Hardi menghela napas, seolah bosan dengan tuduhan itu.

“Menodai? Istilah yang dramatis. Aku hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku. Dia akan mati, Rendra. Dia akan dikubur hidup-hidup. Aku hanya mengambil kesempatan terakhir sebelum dia menjadi milik lumpur.”

“Dan kau lari,” desis Rendra. “Kau lari, meninggalkan dosamu di sini, dan menciptakan kutukan yang membunuh ratusan orang, termasuk adikku.”

“Ayahmu juga lari,” balas Hardi. “Dia lari dengan bukti itu. Aku kembali, Nak. Aku kembali untuk mengambil film itu. Film itu adalah satu-satunya yang bisa menghubungkanku dengan masa lalu yang busuk ini. Aku akan membakarnya. Dan kemudian, aku akan menghabiskan kutukan ini selamanya.”

Hardi melangkah mendekat. Rendra mundur, menempelkan punggungnya ke dinding kayu.

“Aku tidak akan memberikannya padamu,” kata Rendra, mengangkat foto yang baru dicetak itu. “Kebenaran ini sudah dicuci oleh air dendam. Seluruh Waringin akan melihat wajahmu, Hardi.”

Mata Hardi menajam. Ia melihat ke foto itu. Wajahnya di usia muda, penuh kesombongan, berdiri di samping tubuh Laras yang ternoda.

“Sialan Ayahmu! Dia benar-benar mengambilnya!” Hardi menggeram.

Tiba-tiba, dari belakang tubuh Hardi, terdengar suara. Suara yang dingin, berat, dan penuh amarah yang terendam air.

“Kau harus membayar darah ibuku.”

Rendra terkejut. Itu bukan suara Dimas kecil. Itu adalah suara Dimas dewasa yang ia dengar di dunia bawah air, suara yang mengancam dan berat.

Di sudut ruangan, tubuh Dimas yang lemas tiba-tiba bergerak.

Anak itu bangkit.

Matanya yang tadi terpejam, kini terbuka. Dan matanya... hitam seluruhnya, sama persis dengan mata Rani/Laras di dunia bawah. Tubuhnya tegak, tinggi, seolah tubuh anak kecil itu memuat kekuatan fisik seorang pria dewasa.

Bayangan Dimas di dunia bawah telah mengambil alih tubuhnya di dunia atas.

Hardi menoleh, terkejut. Ia melihat anak itu, yang wajahnya pucat kebiruan, kuku-kuku hitamnya kembali memanjang.

“Apa ini? Anak kecil?” Hardi tertawa. “Kau pikir hantu anak kecil bisa menghentikanku?”

Dimas (yang kini dirasuki amarah Laras) tidak berbicara. Ia melangkah ke arah Hardi, langkahnya pelan dan pasti, seperti Manifestasi lumpur yang bergerak di Balai Desa.

Air di lantai gubuk, yang keluar dari tubuh Dimas, mulai bergejolak.

“Kau menodai ibuku,” desis Dimas, suaranya yang bercampur gemericik air membuat bulu kuduk Rendra merinding. “Dan kau lari.”

Hardi yang panik segera mengeluarkan sesuatu dari tasnya—pisau lipat besar, yang berkarat, tetapi tajam.

“Menjauh, Nak!” teriak Hardi. “Aku tidak akan membiarkanmu merusak rencanaku!”

Dimas tidak berhenti. Ia hanya menatap Hardi dengan mata hitamnya.

“Aku anaknya air dan darah yang tertindas. Aku adalah bayangan yang akan menuntut pembalasan.”

Saat Hardi mengayunkan pisaunya, Dimas tidak menghindar. Ia hanya mengangkat tangannya yang berkuku hitam.

CLANK!

Pisau lipat itu mengenai tangan Dimas, tetapi tidak memotong. Pisau itu memantul, seolah mengenai batu yang dingin. Di kulit Dimas, hanya tersisa goresan putih pucat.

Hardi terkejut, melihat manifestasi kekuatan spiritual di tubuh anak itu.

Dimas tidak menyentuh Hardi. Ia hanya menatap Hardi dengan kebencian total.

Tiba-tiba, dari luar gubuk, hujan yang tadi tenang berubah lagi.

Ia mulai turun dengan intensitas yang mengerikan, dan warnanya mulai berubah dari kelabu pucat menjadi merah kental.

Laras di dunia bawah telah marah. Ia tidak lagi menahan diri.

“Kau membawanya kembali!” raung Dimas, suaranya kini bercampur dengan jeritan Laras dari dalam sumur. “Kau membawanya kembali, dan dia akan mati di tanganku!”

Air yang keluar dari tubuh Dimas di lantai kini berlimpah, membuat lantai gubuk basah kuyup.

Hardi yang ketakutan, tersandung, menjatuhkan pisaunya. Ia melihat ke jendela. Hujan darah mulai turun.

“Aku kembali, Laras! Aku kembali untuk membakar bukti ini! Aku tidak akan membiarkanmu mengambilku!” teriak Hardi, kini berbicara langsung ke entitas yang merasuki Dimas.

Hardi menyadari bahwa ia tidak bisa mengalahkan Dimas yang kerasukan. Ia beralih ke Rendra, ke satu-satunya hal yang ia butuhkan.

Ia menerjang Rendra, mencoba merebut foto yang basah itu.

Rendra, meskipun kelelahan, bereaksi cepat. Ia menggunakan cairan pengembang foto di meja dan menyiramkannya ke wajah Hardi.

Hardi menjerit. Cairan kimia itu membuat matanya perih. Ia mundur, menggosok matanya.

Saat itulah Dimas bergerak.

Bukan dengan tangan. Dimas hanya memejamkan mata, dan air yang menggenang di lantai gubuk tiba-tiba menyembur ke atas, mengikat tubuh Hardi.

Air itu terasa seperti lumpur, mengikat Hardi di dinding kayu.

“Kau tidak akan lari lagi, Bapak Kota,” desis Dimas.

Dimas kemudian melihat ke Rendra. Matanya kembali menunjukkan sedikit kepolosan Dimas.

“Kak… Pergi. Aku akan tahan dia. Kau harus tunjukkan foto ini pada semua orang. Kau harus tunjukkan siapa yang bertanggung jawab atas kutukan ini.”

Rendra mengangguk. Ia meraih foto-foto itu, mencium kening Dimas yang dingin.

“Aku akan kembali untukmu, Dimas. Aku janji.”

Rendra membuka pintu gubuk, menembus hujan darah yang kini kembali turun dengan brutal. Ia harus lari ke Balai Desa, atau ke mana pun massa berkumpul. Ia harus menyebarkan Kebenaran yang Tercuci ini.

Di belakangnya, ia mendengar jeritan Hardi, dan suara Dimas yang dingin.

“Airnya sudah tenang,” kata Dimas lirih. “Tapi darahnya belum kering.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!